Deny Rochman, S.Sos.,M.Pd.I
Siapa yang
tidak mengenal nama Cirebon? Kota di pesisir pantai utara Jawa Barat ini
memiliki sejarah panjang dalam perkembangan Islam nusantara. Posisinya yang
strategis secara geografis, daerah ini menjadi magnet bagi daerah-daerah di
sekitarnya bahkan luar daerah. Cirebon boleh dibilang sebagai kota budaya,
karena memiliki unsur-unsur budaya yang khas di dalamnya. Memiliki sistem
sosial, bahasa, agama, ekonomi, mata pencaharian hingga kesenian dan kuliner.
Kehidupan masyarakat Cirebon secara historis
kental dengan kehidupan multi kultural. Kendati di kenal sebagai kota wali
(Sunan Gunung Jati), namun keberadaan agama lain tetap eksis. Ini terlihat dari
wajah Cirebon masa kini dijumpai bangunan masjid, gereja, klenteng, vihara. Ada
kampung Islam (panjunan), ada juga kampung Pecinan (Tionghoa). Potret
kebhinekaan tersebut tampak terekam dalam peninggalan di museum keraton
Kasepuhan.
Bagaimana rekam jejak sejarah Cirebon tempo
dulu? Ini yang menjadi keprihatinan banyak orang, termasuk para tokoh
masyarakat, sejarawan, budayawan, sastrawan, seniman hingga guru-guru sejarah
di kota ini. Salah satu curhatan mereka terungkap saat menghadiri acara diskusi
tentang Stroryline Diorama bertemakan Sejarah Pemerintahan Kota Cirebon dalam
Khasanah Kearsipan 17 Nopember 2015
lalu. Acara yang digelar oleh Bapusipda Kota Cirebon tersebut juga menghadirkan
nara sumber Prof Dr HjNina Herlina Lubis MS (sejarawan nasional).
Catatan sejarah Cirebon, apapun bentuk medianya,
sejauh pengetahuan penulis belum bisa dikonsumsi publik secara luas. Sekalipun
ada masih tersimpan terbatas di rak-rak perpustakaan pribadi, atau perpustakaan
daerah di Cirebon. Sementara anak muda Cirebon mereka tumbuh dan berkembang
tanpa tahu jejak rekam Cirebon masa lalu. Ketidaktahuan generasi muda terhadap
daerahnya tentu akan mengurangi kecintaan dan kebanggan mereka terhadap tanah
kelahirannya. Ada nilai-nilai karakter positif yang terputus tidak bisa
terwariskan kepada generasi penerus.
Memang sempat terungkap dalam perdebatan
diskusi Stroryline Diorama, bahwa sisi kelam sejarah Cirebon harus diungkap ke
publik untuk sebuah pembelajaran kearifan untuk masa depan. Ada juga yang
mengusulkan bahwa periode sejarah harus memotret Cirebon secara utuh, baik
Cirebon pada masa Hindu, pada masa Islam, kolonialisme hingga kekinian. Baik
dari sisi sosio kultural, ekonomi maupun politik. Episode sejarah Cirebon itu
akan dituangkan dalam Museum Diorama leading
sector Bapusipda Kota Cirebon.
Dari mana pun periode sejarahnya, dan apapun
media dan bentuknya, namun prinsipnya sejarah Cirebon harus diabadikan dan
disebarluaskan secara massif , sistemik dan sistematis. Pentingnya sejarah bagi
masyarakat, bukan hanya mengenal cerita seperti dongeng masa lalu. Catatan dan
rekam jejak sejarah memiliki banyak manfaat, seperti manfaat edukatif,
inspiratif, instruktif dan rekreatif. Sayangnya masyarakat, khususnya generasi
muda belum merasakan apalagi hingga menikmati manfaat mempelajari sejarah
Cirebon.
Keberadaan museum sejarah Cirebon yang
komprehensif dan modern sungguh sangat diperlukan. Cirebon bisa disulap sebagai kota budaya
seperti Yogyakarta , Surakarta atau kota-kota budaya lainnya. Pelestarian
peninggalan sejarah Cirebon pada gilirannya nanti memiliki efek terhadap dunia
pariwisata. Selain tentu saja secara edukatif mengajarkan kepada generasi muda
akan jerih payah dan dinamika sejarah Cirebon.
Sekalipun untuk mensejajarkan Cirebon dengan kota budaya lainnya yang
lebih maju, banyak prasyarat yang harus dipenuhi oleh pemerintah daerah,
seperti penataan, ketertiban, keamanan dan kebersihan kota.
Selain museum modern, pelestarian sejarah
Cirebon bisa melalui cara lain yang lebih menarik bagi generasi muda. Pemanfaatan
perkembangan teknologi informasi komunikasi, misalnya dalam kemasan film atau
sinetron dengan setting sejarah atau budaya Cirebon akan memiliki daya tarik
tersendiri. Apalagi jika ditayangkan di
televisi lokal Cirebon bahkan televisi nasional. Satu contoh sinetron Pangeran
yang tayang di televisi swasta nasional. Sinetron sejarah yang dikemas
kehidupan remaja masa kini memberikan tontonan menarik bagi anak muda. Walau
sayang sinetron ini mengalami bias cerita yang tak jelas ujung ceritanya.
Sejarah Cirebon bisa memanfaatkan portal
website dan jejaring sosial, baik dalam bentuk tulisan, foto maupun video. Guna
meningkatkan ketertarikan remaja terhadap sejarah Cirebon, pihak terkait bisa
mengadakan lomba seputar sejarah Cirebon dalam beragam bentuk, bisa tulisan,
lukisan, foto maupun video. Termasuk
pelestarian kesenian, bahasa maupun kulinernya.
Semua bisa berjalan dengan baik dan sukses jika pemerintah daerah mampu
merangkul dan bekerja sama dengan semua pihak terkait yang memiliki kemampuan
dan potensi di bidang yang dibutuhkan.
Tidak kalah pentingnya, pewarisan budaya
Cirebon secara efektif bisa melalui kurikulum di sekolah-sekolah. Walau secara nasional, sejarah Cirebon masuk
dalam kurikulum pelajaran ilmu sosial dalam tema tentang perkembangansejarah Islam
di Indonesia, namun kajiannya masih bersifat umum. Pendalaman sejarah Cirebon sebenarnya bisa
melalui pelajaran Bahasa Cirebon. Bahasa daerah ini masuk dalam kurikulum
muatan lokal yang hanya diberi alokasi waktu satu jam pelajaran atau 40-45
menit.
Melalui kurikulum sekolah tersebut, sejarah
Cirebon bisa dikupas tuntas dalam materi buku-buku atau LKS. Bahasa tulisan
memakai bahasa Cirebon inggil, namun sub pokok bahasan per bab memaparkan
sejarah Cirebon dalam berbagai aspek, baik ekonomi, sosial, politik dan budaya.
Dengan pendekatan ini ada dua keuntungan yang
diperoleh siswa. Pertama, mereka mempelajari bahasa warisan nenek
moyangnya, kedua mereka mengenal dan mengetahui sejarah dinamika Cirebon tempo
dulu hingga sekarang.
Rasanya tidak terlalu sulit sejarah Cirebon
diabadikan dan diwariskan kepada generasi muda.
Terpenting adalah bagaimana pemerintah daerah bisa melakukan sinergitas
kepada semua pihak, khususnya para tokoh masyarakat, budayawan, seniman,
sejarawan, pihak ketiga atau bahkan sekolah melalui Dinas Pendidikan, melakukan
kerjasama dengan baik. Namun jika mindset pemerintah cara kerjanya masih
berbasis “proyek”, maka mimpi melestarikan dan mewariskan sejarah Cirebon
kepada generasi muda hanya sebatas mimpi indah. (*)
*)
Penulis adalah Guru IPS SMP Negeri 4 Kota Cirebon