Desember 29, 2023

IBUNDA BUKAN PEREMPUAN BIASA

*Catatan Akhir Perjalanan Hidup Ibunda Sumioh (part-4/habis)
Kepergian ibunda diusia 76 tahun meninggalkan bekas kenangan mendalam bagi anak-anaknya. Bagaimana tidak? Ia satu-satunya jimat yang tersisa selepas kepergian ayahanda lebih awal pada 2003 silam. Konon ada obrolan kecil keduanya, jika boleh memilih kelak yang wafat ayah dulu daripada ibu.

Komitmen kecil itu ternyata dikabulkan gusti pangeran. Tentu selalu ada hikmah dibalik semua itu. Boleh jadi sosok ibu Sumiah lebih tahan dan tabah dalam menjalani masa tuanya bersama 9 anaknya. Kendati ibunda hanya ibu rumah tangga. Ayah pensiunan Pabrik Gula Karangsuwung dengan golongan kecil.
Kendati ibu bukan wanita karir, namun  ia boleh dibilang wanita tangguh. Sepeninggal ayah, ibu menerima gaji bulanan sebagai janda pensiunan pabrik gula sebesar Rp250 ribu. Setiap bulan anak-anaknya yang mengantar ibu mengambil uang pensiunan di pabrik. Tentu jumlah yang jauh dari kata cukup masa hidup era tahun 2000-an sekarang. 

Pada masa ayah hidup, ibu ikut menopang keuangan keluarga. Kegiatan seperti arisan warga berupa uang atau barang, layanan kredit barang (sepatu) hingga jualan nasi rames di rumah, keliling pasar, hingga di tempat senam kantor Kecamatan Lemahabang. Kendati hasilnya tak mampu membeli sebongkah batu berlian tapi hanya cukup untuk dapur ngebul.
Semua dilakukan seorang diri. Mulai belanja, menjajakan hingga menagih arisan atau cicilan. Sementara ayah sibuk dengan rutinitas sebagai karyawan PTP XV PG Karangsuwung. Berangkat pagi pulang sore dengan gaji pegawai rendahan (bukan staf). Tambahan cuan lainnya dari jasa servis elektronik, seperti tivi, radio yang dilakukan diluar jam kerja. Dilakoni hingga dini hari dan hari libur. 
Selama bertahun-tahun kehidupan rumah tangga kami dilalui secara alamiah. Tanpa asisten rumah tangga, ibu mengurus suami dan sembilan anak-anaknya. Delapan laki-laki, satu perempuan, si bungsu. Di rumah yang sederhana, ibu mengurus dengan penuh sabar dengan karakter anak yang berbeda. Banyaknya anak laki-laki membuat suasana rumah sering gaduh, rame dan ribut.

Mengapa anaknya hingga sembilan? Karena ayah mendampakan anak perempuan. Setelah dapat yang kesembilan, petualangan pun dihentikan. Beruntungnya, setiap ada even tanding sepak bola, satu tim diisi dari saudara sendiri. Sepak bola menjadi hobi keluarga besar karena ayah adalah pemain sepak bola pabrik gula.
Kesibukan ibunda tak hanya ngurus keluarga dan usaha kecil-kecilan. Disela itu pada masa anaknya masih sekolah, ibunda aktif menjadi kader desa. Kader posyandu, kader organisasi Aisyiyah bahkan pernah ikut kegiatan Kosgoro (Golkar) pada tahun itu. 
Masih kuat dalam ingatan aku. Masa itu setiap bulannya rumah kami selalu ramai kegiatan pemeriksaan kesehatan dan penimbangan balita. Malam sehari sebelumnya ibu lembur membuat makanan tambahan berupa bubur kacang hijau. Alat peraga anak usia dini pun berupa buku dan permainan tersedia di rumahku. 

Kegiatan olahraga senam sudah menjadi agenda rutin mingguan. Biasanya di hari Jumat. Sambil senam di kantor Kecamatan Lemahabang, ibu sambil bawa dagangan, nasi rames. Pagi jualan di rumah untuk sarapan warga sekitar. Siang dibawa ke pasar atau ke kantor kecamatan. Jika tidak habis disantap untuk anak-anak di rumah.
Yah kegiatan ibu memang sedikit berbeda dengan mamang (panggilan akrab anak-anak buat ayah). Waktu mamang lebih banyak dihabiskan bekerja di pabrik, yang jaraknya sekitar 2 km dari rumah. Hobi lamanya bermain bola, sesekali melatih anak-anak muda di kampungnya. 
Mamang dan Mimi terlahir dari keluarga berbeda. Mamang dari keluarga taat agama, ayahnya bekerja di pabrik rokok BAT kala itu. Sementara ibunya mengurus anak, tradisi orang Jawa banget. Sementara  Mimi lahir dari keluarga tentara (AD). Keduanya satu desa namun beda blok cukup jauh. Buah cintanya melahirkan sembilan anak, delapan laki-laki dan satu perempuan.
Mhn dilengkapi data diri dibawah ini utk keperluan data base keluarga:
Ayah : Iing Sanusin (21.06.42)
Ibu Sumiah (13.05.47)
1. Dedi Rohayadi 
2. Dadang Mulyana (20.09.70.)
3. Diding Syarifudin (29.07.73)
4. Dodi Setiawan (20.05.74)
5. Deny Rochman (21.01.76)
6. Didi Mulyadi (06.03.77)
7. Dede Rosidin (18.4.79)
8. Dudi Darmanto (19.11.83)
9. Dewi Oktaviani (31.10.86)

Sembilan bersaudara tersebut sebagian menyebar di sejumlah kota. Ada yang di Bogor, Cikarang, Bandung, Sumedang. Sisanya tinggal di Kota Cirebon, dan Kab Cirebon. Kini rumah leluhur di Desa Lemahabang Kulon ditempat dua adik laki-laki, adik ke-7 dan adik ke-8.
Sepeninggal ayahanda, ibu lebih banyak tinggal di rumah aku di Kota Cirebon. Sekitar 16 Km ke arah timur Kab. Cirebon. Pada awal saat masih sehat, dalam sepekan sering bolak balik Cirebon - Sindanglaut. Isteri yang mengajar di sekolah swasta di Sindanglaut sering antarjemput ibu naik motor. Sesekali naik angkutan umum (elf). Wara wiri ibu beralasan karena masih ada urusan arisan, kondangan atau sekadar tilik rumah.

Seiring kerepotan ibu sering bolak Cirebon - Sindang, aku dan isteri memutuskan beli kendaraan mobil tua. Alasan pembelian armada si biru ini karena anak-anak sudah makin dewasa. Kemudian secara kesehatan, mata aku tak boleh terpapar panas dan debu. Sejak dilakukan tindakan operasi mata. Alasan lain, isteri diamanahi sebagai kepala sekolah swasta di Sindanglaut. 
Seiring dengan waktu semua berubah. Kondisi kesehatan ibu perlahan namun pasti menurun. Beberapa kali sakit, beberapa kali unfall, namun kembali sehat. Nah, pada 16 Desember 2023 ibu terpaksa dilarikan ke rumah sakit. Karena luka terbukanya efek diabet. Karena tidak ada asupan makanan. 

Pada Rabu 13 Desember sebelumnya, ibu ngeluh kepada asisten rumah tanggaku bahwa ia sakit. Ia merindukan anak-anaknya pada kumpul semua. Ini curhat kerinduan yang tidak biasanya. Ibu sudah biasa anak-anaknya tak pernah hadir lengkap, sekalipun pada saat lebaran. Di tanggal 22 Desember 2023, akhirnya semua anak almahrum Mang Iing dan Mimi Mioh bisa kumpul semua. Kumpul untuk mengantarkan jenazah ibunda di tempat peristirahatan terakhirnya. (*)

Desember 27, 2023

HARI IBU, HARI BERKABUNG KELUARGA

*Caimslmtatmslsm2an Akhir Perjalanan Hi3dup Ibunda Sumioh (part-3)
Setelah menjalan7fzi pemeriksaan medis secara komputerisasi, maka padka Jumat 22 Desemiber 2023 p
ukul 21.10 pihak RSUD Waled menyatakan jika pasien atas nama Ibu Sumiah (Mioh) dinyatakan meninggal dunia. Innalillahi wainnailahi rojiuun. Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya lah kami kembali.

Mendengar kabar duka dari tim medis membuat suasana kebatinan kami bertiga anak-anaknya tak karu-karuan. Antara sedih atau lega melepas kepergian ibu. Sedih karena harus kehilangan kembali satu-satunya orang tua kami yang tersisa. Setelah ayahanda kami, Iing Sanusin berpulang lebih awal pada 21 Januari 2003. Persis bertempatan dengan hari lahir aku pada saat masih bekerja sebagai jurnalis.

Aku merasa sedih, karena belum bisa memberikan yang terbaik untuk ibu. Dalam merawat dan membahagiakannya di masa tua, di masa sakitnya. Bahkan sebagai manusia biasa aku kadang terjebak pada perasaan emosional saat situasi tertentu kala mengurus ibu. 
Perasaan yang sama ketika ayahanda wafat tahun 2003 silam. Wafat diusia yang masih produktif 60 tahun. Kanker paru-paru yang dideritanya tak bisa tertolong. Kami anak-anaknya merasa belum berbuat maksimal. Hanya menunggu takdir Sang Kuasa. Padahal kehidupan ekonomi aku saat itu mulai tumbuh bisa sedikit membantu orang tua yang sakit.

Di sisi lain ada rasa lega ibu tiada. Karena rasa sakit berkepanjangan akan hilang. Selama 16 tahun harus bergelut dengan sakit diabet, yang datang dan pergi setiap waktu. Penyakit yang akhirnya memporakporandakan sistem kekebalan tubuhnya. Menggempur organ ginjal hingga tak berfungsi. Berujung kepada kematian ibunda.
Masih kuat dalam ingatanku, bagaimana perjuangan ibu untuk bertahan hidup. Menjalani aktifitas harian, memenuhi kebutuhannya. Sifat ibu yang biasa hidup mandiri. Orangnya suka ga enakan. Maka itu terbentuk karakter pada usia tuanya. Makan minum, mandi, berjalan dengan kursi roda, bahkan untuk keperluan buang hajat memaksa untuk dilakukan sendiri. 

Sesekali terlontar kata-kata maaf kepada asisten rumah tangga kami. Karena keterbatasannya harus merepotkan mereka. Sehingga harus dibantu dalam segala aktifitas harian. Seperti mendorong kursi roda, menyiapkan makanan, bahkan menyuapinya. Masa-masa saat ibu sudah dalam keterbatasan fisiknya beberapa tahun di akhir hayatnya.
Rasa lega terselip dalam duka ini karena ibu wafat pada hari mulia, hari Jumat. Yang dianggap hari baik. Apalagi bersamaan dengan peringatan Hari Ibu nasional. Harapan kebahagiaan, menurut satu riwayat hadist, bagi muslim/mah yang wafat pada hari Jumat akan terbebas dari siksa kubur. Waalahu'alam. Semoga aja. Aamiin.

Rasa plong dalam pikiranku, setelah beberapa menit ibu dibacakan ayat-ayat suci Al Qur'an. Masa-masa pergulatan akhir sakaratul maut, syetan terus berusaha mengajak manusia ke jalan sesatnya. Semoga lantunan ayat-ayat suci membentengin jiwa, hati dan pikiran ibu selalu istiqomah mengenal agamanya. Aamiin.
Hujan yang mengiringi sebelum kepergian ibu di rumah sakit. Hujan yang membasahi pemakaman ibu malam harinya. Semoga ini petanda baik bahwa alam menyambut ibu sebagai penduduk baru alam kubur. 

Setelah divonis ibu wafat, jenazah segera diibawa ke rumah duka di Blok Cigaok Desa Lemahabang Kulon Kab. Cirebon. Adik ke-8 datang ke RS tak lama ibu wafat, kembali lagi ke rumah untuk menyiapkan lokasi penyambutan. 
Dengan kendaraan ambulan rumah sakit, jenazah ibu tiba di rumah duka sekitar pukul 22.30. Aku dan adik bungsu, yang sejak ashar di rumah sakit mengawal dengan kendaraan terpisah. Sementara di dalam ambulan adik ke-7 menemani jenazah ibu hingga ke tujuan.

Tetangga, teman, saudara dan petugas desa bahu membahu memproses pengurusan jenazah. Diputuskan malam itu langsung dimandikan. Emak petugas pengurus jenazah alhamdulillah bisa hadir walau sudah larut malam dan rumahnya di tetangga desa. Sejumlah anak mantu perempuan dilibatkan dalam proses pemandian.

Pagi-pagi tim gali makan sudah bekerja. Sementara satu persatu para pelayat berdatangan. Memenuhi kursi-kursi tersedia. Silih berganti menyalami keluarga. Mereka datang dari para tetangga, saudara, teman, rekan kerja, organisasi, baik semasa ibu hidup, maupun kolega anak-anaknya. 
Pukul 08.30 jenazah ibu mulai diberangkatkan. Khotbah kematian disampaikan oleh ustazd Rojudin, yang juga ketua Majelis Tabligh PCM Lemahabang. Hadir bersama pengurus unit Unzah ustadz Kholiq. Ini diluar rencana awal, karena lebe desa mendadak mengurus kematian di blok sebelah. 

Dengan berjalan kaki ramai-ramai, silih berganti anak-anaknya mengangkat keranda mayit. Diringi warga lainnya. Mengantarkan jenazah ibunda di tempat peristirahatan terakhir di TPU Tabet. Kakak ke-1 dan 2 membantu memasukin jenazah ke liat lahat. Usai pemakaman, malam hari internal keluarga melaksanakan baca surat yassin bersama di rumah duka. (Bersambung part-4) 

BERAWAL LUKA KAKI, BERAKHIR DIMAKAMKAN

*Catatan Akhir Perjalanan Hidup Ibunda Sumioh (part-2)
Semula tak menyangka, ibunda akan tutup usia diujung tahun 2023. Hari-hari ibu biasa dijalani secara rutin. Bangun pagi duduk di kursi roda, terus ke depan televisi sambil minum madu pahit. Setelah dimandiin pagi lalu sarapan pagi. Sisanya banyak menonton televisi, sesekali ngobrol dan duduk diteras. Hampir aktivitas ibu harus dibantu dan didorong.

Jadwal makan masih rutin sehari tiga kali. Selain makanan cemilan yang disiapkan dimeja depan tivi. Cemilan favorit, selain pisang, yaitu remgginang. Cemilan lainnya macam-macam. Kendati sudah lama dikursi roda karena pengapuran kaki, namun urusan sholat masih dilakoni. Walau orang di rumah kudu sering bebersih karena ibu kadang pipis dan pups di tempat.

Pada malam hari jam 9 atau jam 10 ibu mulai mau masuk ke kamar untuk istirahat. Tidak lupa selalu membawa baby oil, teman setia saat badan gatal-gatal melanda. Rasa gatal menjadi cici kadar gula dalam tubuh ibu. Menurut dokter rawat jalan, jika kadar diabet naik maka badan akan gatal-gatal. Penyakit yang mendera sejak 16 tahun lalu.
Pada hari Jumat sore 15 Desember, ibunda dibawa ke rumah Sindanglaut. Dititipkan pada adik ke-7, dan pada Seninnya akan aku jemput lagi ke kota. Ini karena selama dua hari, Sabtu Minggu aku dan keluarga ada acara di Purwokerto. Hari Sabtu undangan jambore kader Puskesmas Kesunean. Hari minggu arisan keluarga besar Purwokerto.

Saat dibawa ke Sindanglaut, kaki ibu mengalami luka terbuka. Luka akibat garukan karena gatal diabet. Garukan ini memang hal biasa. Jika gatalnya kambuh hebat, tak hanya dengan tangan tetapi bisa digaruk dengan sisir bahkan pisau. "Nggak kerasa kalau pakai tangan," jawab ibu jika ditanya. Malah belakangan kakinya suka disiram air panas karena ga kuat gatal. 

Rasa gatal itu datang dan pergi. Sejak rutin minum madu pahit, dan pola makan yang terkendali, kondisi kesehatan ibunda relatif terkendali. Pernah ngedrop masuk rumah sakit terakhir pada masa covid-19 pertama tahun 2020. Dua kali dalam bulan berbeda. Biasanya habis pulang ke Sindanglaut. Karena disana pola makannya tidak terkendali.
Aku merasakan bagaimana ketatnya prokes saat pasien di rawat di RS. Selain harus jaga jarak, wajib pakai masker juga pernah akan menjalani swab. Karena aku keluarga tunggal yang setiap hari menggu ibu selama dirawat. Namun fase itu dilalui happy ending. Sejak itu ibu tak lagi bolak balik ke RS.

Saat kegiatan di luar kota, aku terus memantau kondisi kesehatan ibu di rumah Sindanglaut. Termasuk menyiapkan obat-obatan dan cemilan untuk penanganan sementara hingga aku balik mudik lagi ke Cirebon. Sayangnya, pada Sabtu sore ibu dipaksakan dilarikan ke Rumah Sakit Tiar UMC. Sekitar 5 km dari rumah keluarga. Alasannya karena ibu sudah tidak mau makan dengan cara apapun.

Di kamar hotel, aku dan keluarga mencoba untuk bertahan hingga acara selesai. Namun tengah malam mendapat kabar, bahwa hasil pemeriksaan tim medis RS Tiar UMC jika ibu mengalami gagal ginjal. Racun dalam tubuhnya sudah menyebar. Sehingga tindakan cuci darah mendesak dilakukan. Sayangnya rumah sakit tersebut belum ada mesin cuci darah.

Keputusan pindah rumah sakit segera diambil. Melalui sambungan telepon dengan pihak RS ibu diupayakan dirujuk ke RS lain yang lebih lengkap. Pukul 02.00 akhirnya kami memutuskan pulang lebih cepat ke Cirebon. Mengingat belum mendapatkan rumah sakit rujukan.

Menjelang siang hari, setelah tiba di rumah kota waktu shubuh aku bergegas ke RS Tiar UMC. Setelah berdiskusi dengan dokter jaga, kami ambil resiko pulang paksa. Kemudian ibu dibawa ke UGD rumah sakit baru. Semula ke RS Ciremai. Selain mudah dalam memonitoring karena dekat rumah, juga disana ada kawan yang diharapkan bisa bantu.

Rencana itu berubah. Adik ipar yang bertugas di farmasi RSUD Waled menawarkan agar ibu mertua dibawa ke rumah sakitnya. Harapannya akan lebih cepat tindakan cuci darah karena emergensi. Tanpa berfikir panjang, ibu akhirnya dilarikan ke RSUD Waled dengan mobil Siaga Desa Lemahabang Kulon. 

Sejak dibawa dari RS UMC kondisi kesehatan ibu masih tidak bagus. Ia belum bisa diajak bicara. Sesekali terlihat merintis kesakitan karena kaki lukanya bengkak. Hanya bahasa isyarat mata dan kepala setiap diajak komunikasi. 

Setelah penanganan di ruang UGD Waled, ibu langsung masuk ke ruang ICU. Selama di ruangan ini ibu banyak tak sadarkan diri. Ada secercah harapan pasca cuci darah pertama. Kondisi fisiknya mulai tampak fresh. Semua organ yang bermasalah ada perbaikan walaupun belum maksimal. Bahkan sehari sebelum cuci darah kedua, pengakuan adik ibu bisa bicara.

Sayangnya kondisi itu tak bertahan lama. Ibu kembali tak sadarkan diri hingga cuci darah kedua. Hingga selesainya tak ada tanda-tanda perubahan. Hingga tidurnya dilantuni ayat-ayat suci al Qur'an. Hingga luka kakinya akhirnya berakhir dimakamkan di TPU Tabet Desa Lemahabang Kulon Kec. Lemahabang Kab. Cirebon (bersambung part-3)

Foto: saat dirawat masa covid-19 tahun 2020 di RS Pelabuhan Cirebon.

HUJAN DAN BACAAN QUR'AN MENGIRINGI KEPERGIAN IBUNDA

*Catatan Akhir Perjalanan Hidup Ibunda Sumioh (part-1)
Hari Jumat 22 Desember 2023 merupakan hari keenam. Hari dirawatnya ibunda Sumiah (Mioh) di Rumah Sakit Waled. Setelah penanganan pertama di Rumah Sakit Tiar UMC tidak berhasil karena ketiadaan mesin cuci darah. Di RS pertama ini ibunda divonis gagal ginjal akut.

Kami sekeluarga mulai merasa cemas atas kondisi kesehatan Mimi. Karena sejak masuk ke RS Waled pada Minggu sore, kondisinya belum membaik. Keluarga sudah siap jika situasi terburuk pun terjadi. Kondisi ini mulai terasa pasca cuci darah yang kedua, pada Kamis 21 Desember 2023. Sebelum dan sesudahnya ibu masih tak sadarkan diri. 
Mendengar kabar dari Dede, adik ke-7 yang setia menunggu di RS di group WA semua anak-anaknya mulai bergerak ke RS. Baik anak pertama di Sumedang, anak kedua di Bogor, anak ketiga di Bandung, anak keenam di Bekasi sudah sampai di RS Waled.

Termasuk sedulur yang ada di Cirebon sudah mulai merapat. Saya dan adik bungsu Dewi, sudah janjian Jumat pagi akan otw ke RS. Namun sayangnya kami berdua baru sempat otw setelah sholat Jumat. Karena paginya harus menjemput isteri, acara  Bunda PAUD di Hotel Grage Sankan Kuningan. Dilanjut mengambil buku raport anak barep di SMK Farmasi.
Kami memilih jalur cepat tol Kanci - Ciledug. Daripada pilihan jalur biasa: via Sindanglaut - Waled atau via Babakan dan Pabedilan. Dua akses jalur biasa diinfokan kondisinya cukup parah disejumlah titik. Selain waktu tempuhnya lebih lama dari jalan tol. Via tol menempuh jarak 37 Km dengan waktu normal 47 menit.

Tiba di RS waktu ashar. Adik bungsu langsung menuju ruang ICU. Sementara aku singgah di masjid rumah sakit untuk sholat. Kondisi ibu masih tak sadarkan diri. Nafasnya berat, tersengal-sengal. Adik bungsu terlihat membaca yassin. Sehari sebelumnya adik pengais bungsu, Dudi melakukan hal yang sama dan saudara lainnya silih berganti.
Menurut petugas nakes, kondisi ibu sumiah belum banyak perubahan. Apalagi pasca cuci darah kedua respon tubuhnya makin buruk. Kondisi berbeda pasca cuci darah kedua. Tubuh ibu tidak merespon lagi. Bahkan tangan dan kakinya tetap bengkak. 

Berbeda pada saat cuci darah pertama Senin 18 Desember 2023. Kendati prosesnya hanya berjalan 2,5 dari 3 jam, namun efektif pada tubuh ibu. Kadar racunnya menurun, bahkan kadar gula diabetnya normal. Subhanullah....
Kondisi berbalik pasca cuci darah kedua. Layar monitor di kamar ICU menunjukkan deyut nadinya cepat diangka 150, suhu badannya panas di angka 40. Nafasnya terus tersengal-sengal. Matanya masih terpejam. Sesekali mengeluarkan dahak. Aksi nakes mencoba memacu respon ibu namun tetap tak sadarkan diri.

Seorang nakes menjelaskan, racun dalam tubuh ibu sudah menyebar. Racun akibat ginjal yang tidak berfungsi lagi. Mereka bilang kategori gagal ginjal stadium akhir. Cuci darah jalan satu-satunya tidak mampu mengatasi. Langkah terakhir akan memacu jantuh langsung ke paru-paru.
Keluarga pasrah dengan segala kondisi. Apalagi nakes menggambarkan, denyut nadi yang cepat akan melemahkan kerja jantung ibu. Jaringan otak ada sumbatan karena stroke setelah di CT Scan pada Rabu 20 Desember. Urine tak keluar. Racun menumpuk. Sebelumnya kadar kalium ibu yang masih tinggi bisa menghentikan detak jantung kapan pun. Astagfirullah....

Mendengar kabar medis itu kami semua hanya pasrah. Pilihannya satu, semoga ibu bisa husnul khotimah. Mengakhiri hidup di dunia dengan kebaikan. Doa-doa untuk ibu terus berdatangan. Tidak hanya dari sedulur sekandung tetapi saudara, tetangga, teman, rekan kerja semua mendoakan yang terbaik untuk ibu. 

"Ya Allah... jika ini waktunya ibunda kami harus pulang memenuhi panggilan-Mu. Menyudahi masa hidup di dunia maka mudahkanlah, lancarkanlah."

"Jangan Engkau persulit ya Allah, jangan Engkau sakiti ya Allah. Engkau Maha Kuasa, Maha Besar, tak ada kuasa makhluk Mu yang menghalangi takdir Mu. Laa haula wa laa quwwata illa billah. Tiada daya dan kekuatan selain dari Allah SWT."
Kalimat doa-doa itu terus kami panjatkan kepada Sang Kuasa Jagat Alam. Dipanjatkan saat dan usai sholat. Diselipkan dalam doa usai membaca surat Yassin, Ar Rad, dan Al Kahfi di ruang ICU malam itu. Surat pilihan hasil googling. Selain surat sapu jagat Annas Al Alaq, Al Ikhlas.

Setiap kali dibacakan ayat-ayat suci, terlihat air mata meleleh dipipinya. Entah apa yang dirasakan. Boleh jadi beliau sedang menahan sakit amat atau merindukan 9 anaknya berkumpul. Pada saat ditetesi mulutnya dengan air yang disucikan dengan doa, mulutnya keluar cairan kuning.

Usai sholat Isya, langit RS Waled diguyur hujan. Tidak lama. Aku bergegas kembali ke ruang ICU. Melanjutkan tadarus membaca surat pilihan. Pada surat Al Kahfi, aku terhenti walau baru separoh ayat. Jarum jam menunjukkan angka 9 malam. 
Aku pamitan karena harus mengantar adik pulang. Besok kembali aktifitas kedinasan sebagai ASN Pemda Kota Cirebon. Ditelinga ibu aku pamitan lirih. Besok aku janji akan kembali ke rumah sakit. Ibu kembali oleh adik ke-7 seorang diri.

Mobil Si Black baru saja keluar dari parkiran sekitar 1 km. Mendadak bunyi ponsel adik di samping duduk. Diujung telp adik ke-7 minta kita kembali ke RS. Jantung Ibu dikabarkan berhenti mendadak. Ini yang sudah diprediksi oleh nakes kepada aku.
Sekitar pukul 21.10 ibunda Sumiah wafat dalam usia 76 tahun. Setelah berjuang melawan sakit 16 tahun. Bolak balik masuk RS, termasuk dua kali saat masa covid 19. Namun sakit kali ini begitu dahsyat dirasa hingga menjemput ajalnya. Innalillahi wainnailahi rojiuun. Semoga engkau damai di alam sana. Tidak merasa sakit kembali. (Bersambung)