Desember 27, 2023

BERAWAL LUKA KAKI, BERAKHIR DIMAKAMKAN

*Catatan Akhir Perjalanan Hidup Ibunda Sumioh (part-2)
Semula tak menyangka, ibunda akan tutup usia diujung tahun 2023. Hari-hari ibu biasa dijalani secara rutin. Bangun pagi duduk di kursi roda, terus ke depan televisi sambil minum madu pahit. Setelah dimandiin pagi lalu sarapan pagi. Sisanya banyak menonton televisi, sesekali ngobrol dan duduk diteras. Hampir aktivitas ibu harus dibantu dan didorong.

Jadwal makan masih rutin sehari tiga kali. Selain makanan cemilan yang disiapkan dimeja depan tivi. Cemilan favorit, selain pisang, yaitu remgginang. Cemilan lainnya macam-macam. Kendati sudah lama dikursi roda karena pengapuran kaki, namun urusan sholat masih dilakoni. Walau orang di rumah kudu sering bebersih karena ibu kadang pipis dan pups di tempat.

Pada malam hari jam 9 atau jam 10 ibu mulai mau masuk ke kamar untuk istirahat. Tidak lupa selalu membawa baby oil, teman setia saat badan gatal-gatal melanda. Rasa gatal menjadi cici kadar gula dalam tubuh ibu. Menurut dokter rawat jalan, jika kadar diabet naik maka badan akan gatal-gatal. Penyakit yang mendera sejak 16 tahun lalu.
Pada hari Jumat sore 15 Desember, ibunda dibawa ke rumah Sindanglaut. Dititipkan pada adik ke-7, dan pada Seninnya akan aku jemput lagi ke kota. Ini karena selama dua hari, Sabtu Minggu aku dan keluarga ada acara di Purwokerto. Hari Sabtu undangan jambore kader Puskesmas Kesunean. Hari minggu arisan keluarga besar Purwokerto.

Saat dibawa ke Sindanglaut, kaki ibu mengalami luka terbuka. Luka akibat garukan karena gatal diabet. Garukan ini memang hal biasa. Jika gatalnya kambuh hebat, tak hanya dengan tangan tetapi bisa digaruk dengan sisir bahkan pisau. "Nggak kerasa kalau pakai tangan," jawab ibu jika ditanya. Malah belakangan kakinya suka disiram air panas karena ga kuat gatal. 

Rasa gatal itu datang dan pergi. Sejak rutin minum madu pahit, dan pola makan yang terkendali, kondisi kesehatan ibunda relatif terkendali. Pernah ngedrop masuk rumah sakit terakhir pada masa covid-19 pertama tahun 2020. Dua kali dalam bulan berbeda. Biasanya habis pulang ke Sindanglaut. Karena disana pola makannya tidak terkendali.
Aku merasakan bagaimana ketatnya prokes saat pasien di rawat di RS. Selain harus jaga jarak, wajib pakai masker juga pernah akan menjalani swab. Karena aku keluarga tunggal yang setiap hari menggu ibu selama dirawat. Namun fase itu dilalui happy ending. Sejak itu ibu tak lagi bolak balik ke RS.

Saat kegiatan di luar kota, aku terus memantau kondisi kesehatan ibu di rumah Sindanglaut. Termasuk menyiapkan obat-obatan dan cemilan untuk penanganan sementara hingga aku balik mudik lagi ke Cirebon. Sayangnya, pada Sabtu sore ibu dipaksakan dilarikan ke Rumah Sakit Tiar UMC. Sekitar 5 km dari rumah keluarga. Alasannya karena ibu sudah tidak mau makan dengan cara apapun.

Di kamar hotel, aku dan keluarga mencoba untuk bertahan hingga acara selesai. Namun tengah malam mendapat kabar, bahwa hasil pemeriksaan tim medis RS Tiar UMC jika ibu mengalami gagal ginjal. Racun dalam tubuhnya sudah menyebar. Sehingga tindakan cuci darah mendesak dilakukan. Sayangnya rumah sakit tersebut belum ada mesin cuci darah.

Keputusan pindah rumah sakit segera diambil. Melalui sambungan telepon dengan pihak RS ibu diupayakan dirujuk ke RS lain yang lebih lengkap. Pukul 02.00 akhirnya kami memutuskan pulang lebih cepat ke Cirebon. Mengingat belum mendapatkan rumah sakit rujukan.

Menjelang siang hari, setelah tiba di rumah kota waktu shubuh aku bergegas ke RS Tiar UMC. Setelah berdiskusi dengan dokter jaga, kami ambil resiko pulang paksa. Kemudian ibu dibawa ke UGD rumah sakit baru. Semula ke RS Ciremai. Selain mudah dalam memonitoring karena dekat rumah, juga disana ada kawan yang diharapkan bisa bantu.

Rencana itu berubah. Adik ipar yang bertugas di farmasi RSUD Waled menawarkan agar ibu mertua dibawa ke rumah sakitnya. Harapannya akan lebih cepat tindakan cuci darah karena emergensi. Tanpa berfikir panjang, ibu akhirnya dilarikan ke RSUD Waled dengan mobil Siaga Desa Lemahabang Kulon. 

Sejak dibawa dari RS UMC kondisi kesehatan ibu masih tidak bagus. Ia belum bisa diajak bicara. Sesekali terlihat merintis kesakitan karena kaki lukanya bengkak. Hanya bahasa isyarat mata dan kepala setiap diajak komunikasi. 

Setelah penanganan di ruang UGD Waled, ibu langsung masuk ke ruang ICU. Selama di ruangan ini ibu banyak tak sadarkan diri. Ada secercah harapan pasca cuci darah pertama. Kondisi fisiknya mulai tampak fresh. Semua organ yang bermasalah ada perbaikan walaupun belum maksimal. Bahkan sehari sebelum cuci darah kedua, pengakuan adik ibu bisa bicara.

Sayangnya kondisi itu tak bertahan lama. Ibu kembali tak sadarkan diri hingga cuci darah kedua. Hingga selesainya tak ada tanda-tanda perubahan. Hingga tidurnya dilantuni ayat-ayat suci al Qur'an. Hingga luka kakinya akhirnya berakhir dimakamkan di TPU Tabet Desa Lemahabang Kulon Kec. Lemahabang Kab. Cirebon (bersambung part-3)

Foto: saat dirawat masa covid-19 tahun 2020 di RS Pelabuhan Cirebon.