Januari 21, 2022

KELAHIRAN YANG TERLUPAKAN

Terlupakan, dilupakan atau pura-pura lupa? Setiap kali datang hari ulang tahun, disikapinya biasa-biasa saja. Tak ada yang istimewa, apalagi berlebihan. Boleh jadi ini karena sejak kecil, tak ada perlakuan khusus dalam keluarga. Setiap kali tanggal dan bulan kelahiran itu berulang. 

Pembiasaan keluarga sejak kecil itu menjadi kebiasaan hingga dewasa mungkin sampai menua. Saat duduk di bangku SD, masa SMP, SMA bahkan selama kuliah. Tanggal kelahiran dilewati begitu saja, bahkan sering kali lupa seiring kesibukan aktifitas. Pernah sekali dikasih kado ultah, sama kaka senior di organisasi mahasiswa extra kampus. Kini ia dosen FE Unsoed. Thanks mba Dr. Dwita Darmawati, S.E, M.Si.

Sisanya yang ngasih kado adalah pacar sendiri, yang kini jadi isteri. Sejak menikah isteri yang sering sibuk mempersipakan perayaan ultah. Padahal yang empunya cuek-cuek aja. Apalagi sejak kepergian ayahanda (Iing Sanusin), perayaan kelahiran tiap tahunnya menyisakan memori duka. Pasalnya bersamaan momen ultah tahun 2003, ayahanda berpulang ke rahmatullah. Setelah pensiun dari PTP VIX PG Karangsuwung berjuang melawan kanker paru yang menggerogotinya.

Malam itu, saya tidur di rumah orang tua. Hari kerja biasa tidur di kamar kontrakan, 15 km dari kampung halaman. Selasa jadwal off kerja sebagai jurnalis. Maka menginap di rumah ortu Senin sore. Isteri sehari sebelumnya pesan bolu ultah. Malam itu ayahanda terlihat gelisah. Saya tetap stay disampingnya. Selepas tahajud di rumah, lalu sholat shubuh di Masjid Al Huda saya kembali ke rumah. Pagi sekitar jam 6 beliau menghembuskan nafas terkahir. Innalillahi wainnaillaihi rojiuun. 

Seiring dengan waktu, perayaan ultah menjadi debatable (khilafiyah). Ada yang menganggap itu meniru kaum Barat (tasabuh), yang kurang diperbolehkan oleh agama Islam. Pada pihak lain, perayaan ultah merasa boleh-boleh saja. Asalkan dirayakan sederhana, tidak berlebihan.   Asalkan diniatkan sebagai wujud rasa syukur atas nikmat Sang Kuasa. Akan lebih bagus jika dirayakan dalam bentuk tasyakuran, doa bersama atau pemberian santunan dan sedekah kepada yang membutuhkan.

Ada pandangan kritis terhadap perayaan ultah. Dari sisi bahasa, tidak ada hari dan tahun yang mengulang. Saat kita lahir 6 Agustus 1990 pada hari Senin Legi bertepatan dengan 14 Muharram 1411 Hijriyah, maka kita tak akan menemukan hari, tahun yang sama pada tahun-tahun berikutnya. Sama halnya saat kita lahir pada tahun 1976 pada Rabu Kliwon, 21 Januari bertempatan 19 Muharram 1396 H. Maka pada tahun 2022, ketemu harinya Jumat Paing, 21 Januari atau 19 Jumadil Akhir 1443 H.

Pandangan minor juga dialamatkan kepada umat Islam yang merayakan ultah dengan pesta-pesta berlebihan, apalagi sampai memabukan. Ultah pada hakekatnya umur kita berkurang. Jatah waktu hidup kita di muka bumi kian menipis. Namun batas kematian kita makin mendekat. Kondisi itu segyogianya manusia harus melakukan muhasabah. Refleksi diri, bertambahnya usia, berkurangnya waktu tinggal di bumi menjadi bahan evaluasi. Berapa banyak dosa atau pahala yang sudah terhimpun sebelum ajal menjemputnya.

Mereka yang bertambah usia mulai 40 tahun, Islam mengajarkan agar perbanyak rasa syukur dan bertaubat. Lebih banyak mempersiapkan bekal untuk kehidupan babak baru di akherat. Umur 40-an adalah usia kematangan. Matang secara berfikir, mental, emosional. Atau matang dalam kemapanan karir. Mulai usia ini juga karakter seseorang sudah sulit berubah. Pada usia ini kondisi kesehatan tubuh perlahan menurun. Makin bertambah usia, makin banyak dikeluhkan. Satu persatu organ tubuh kita daya fungsinya mengurangi.

Sudah saatnya menyikapi tanggal lahir kita dengan penuh makna. Boleh dirayakan untuk tujuan muhasabah. Sebagai momen untuk menambah amalan sholeh. Untuk memperbaiki kualitas hidup yang tersisa. Untuk meningkatkan iman dan taqwa. Agar kelak, ketika ada tamu tak diundang. Datang menjemput kita, menuju kehidupan abadi maka kita sudah cukup bekal untuk membeli tiket masuk ke surga. Aamiin...(*)

Januari 20, 2022

15% Serti untuk Profesionalisme

Penulis:
Deny Rochman, S.Sos., M.Pd.I
Analis Kurikulum dan Pembelajaran Dinas Pendidikan Kota Cirebon

Jangan pernah berhenti belajar, apalagi jika Anda seorang pengajar. Pesan ini sering terdengar dalam berbagai kesempatan acara. Dalam berbagai tulisan. Ini menunjukkan betapa pentingnya belajar sepanjang hayat bagi manusia, lebih-lebih bagi yang berprofesi sebagai guru . Belajar, belajar dan belajar adalah sebuah proses membentuk manusia menjadi manusia beradab, sehingga bisa menciptakan peradaban. Melalui belajar, manusia mampu bertahan dan melangsungkan kehidupannya di muka bumi. Kendati berbagai ujian hidup menerpanya.

Belajar bagi seorang guru adalah kebutuhan primer, pokok. Tidak boleh berhenti setelah sekolah, setelah kuliah atau setelah pelatihan, workshop dan sejenisnya. Karena guru adalah pengajar sekaligus pendidikan, penguasaan dan upgrade ilmu adalah sebuah keniscayaan. Tanpa itu guru tak mungkin bertugas secara profesional. Salah satu syarat profesionalisme adalah berkompeten ilmu di bidangnya. Dan ilmu di dunia pendidikan terus bergerak dinamis, berinovasi dan berkreasi. Terlebih di era globalisasi teknologi informasi komunikasi sekarang ini. Ilmu dan informasi datang begitu deras mengalir dari segala penjuru.
Perubahan jaman berdampak pada perubahan paradigma dan kebutuhan sumber daya manusia (SDM). Guru-guru mau tak mau harus sigap, adaptif dan responsif terhadap perubahan tersebut. Bagaimana guru-guru yang lahir di era "kolonial". Guru-guru yang masuk generasi X (lahir 1965-1980), harus mengajar dan mendidik anak-anak generasi Z bahkan sudah masuk ke generasi Gen Alpha. Generasi yang lahir tahun
2012 dan akan berlanjut setidaknya hingga tahun 2025. Generasi baru ini lahir dan dibesarkan dengan hiruk pikuk teknologi modern.

Perubahan cepat tersebut jika tak disikapi serius oleh guru-guru maka akan terjadi kesenjangan pola pikir dan sikap. Perbedaan ini cepat atau lambat akan banyak melahirkan masalah-masalah baru, karena guru dan siswa memiliki perbedaan sudut pandang dalam sisi-sisi kehidupan. Nah disinilah perlu dan pentingnya guru berliterasi. Harus mau dan mampu mengupgrade kompetensinya.  Namun tetap menjaga integritas moralnya agar kompetensi kepribadiannya tetap di jalan yang benar. 
Tentu tidak semuanya cuma-cuma upaya guru dalam menigkatkan kompetensi dan profesionalismenya. . Untuk itu, guru pintar harus tahu cara meningkatkan profesionalisme guru. Cara meningkatkan profesionalisme guru dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya adalah mengikuti pelatihan, lokakarya, seminar, workshop atau sejenisnya yang bisa mendukung kualitas pembelajaran. Dengan tunjangan profesi (sertifikasi) yang diperoleh, guru bisa menggugurkan kewajiban dan menyalurkan anggaran peningkatan dan pengembangan kompetensi guru dengan benar.

Direktur Pembinaan Guru Pendidikan Dasar Dra Poppy Dewi Puspitawati, MA pada 9 Mei 2017 pernah mengatakan kepada guru-guru Indonesia agar dana sertifikasi yang diterima 15% bisa dialokasikan untuk peningkatan profesionalismenya. Pentingnya peningkatan kompetensi tersebut mengingat tantangan guru-guru ke depan semakin berat dalam menyambut bonus demografi Indonesi di era global. Hal itu disampaikan direktur kepada 260 guru SD dan SMP se- Indonesia dalam Seminar Nasional bertema Membangun Profesionlisme Guru Pendidikan Dasar dalam Era Global di Jakarta Pusat. 

Di era transisi new normal pandemi ini, guru-guru di wilayah Cirebon mulai lagi rutinitas mengajar. Setelah hampir dua tahun bergelut dunia learning online. Setelah sempat mengalami learning loss. Memulai aktifitas sekolah, guru-guru harus siap beradaptasi dan melanjutkan program dan kebijakan pendidikan nasional. Ada guru dan sekolah penggerak, Asesmen Nasional/AKM, literasi, numerasi dan karakter. Ada juga kebijakan baru kurikulum prototipe dan lainnya. Ini tentu menjadi tantangan guru-guru profesional.

Upaya percepat adaptasi pembaruan dunia pendidikan, awal tahun 2022 ini komunitas literasi Gelemaca menawarkan kegiatan untuk meningkatkan dan mengembangkan kompetensi guru. Lokakarya literasi pada 2-3 Februari ini sangat baik untuk diikuti guru-guru. Acara dua hari itu konon akan membahas seputar kebijakan nasional literasi, numerasi, ANBK/AKM. Juga menyinggung perihal guru dan sekolah penggerak. Tak lupa guru-guru akan dibekali materi pembuatan video pembelajaran. Narasumber ada dari Kemendikbud Ristek dan juga kepala sekolah guru berprestasi. Materi yang dibutuhkan guru-guru masa kini. (*)

Sumber: Radar Cirebon, 20 Januari 2022 (halaman Gelemaca)