1.
Pengantar
Sesungguhnya tidak ada
alasan bagi guru untuk tidak bisa menulis. Apakah alasan keterbatasan ilmu,
waktu, media, uang atau lainnya yang dianggap menjadi penghambat. Ada beberapa
alasan mengapa guru harus memiliki kemampuan menulis. Pertama, dunia guru adalah dunia literasi : membaca, menulis dan
mengajar. Guru yang mampu menulis dengan baik, maka ia adalah pembaca dan
pendengar yang baik. Guru penulis memiliki keilmuan yang terbarukan (renewable) sehingga tampil sebagai guru
profesional sejati.
Kedua,
adanya tuntutan pengembangan diri guru dalam kemampuan menulis. Mereka
yang yang hendak mengajukan kenaikan
pangkat harus membuat publikasi ilmiah atau karya inovatif. Ketentuan itu
sesuai dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi (PermenPANRB) No. 16 Tahun 2009 tanggal 10 November 2009 tentang
Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
Ketiga,
menulis adalah kemampuan dasar bagi manusia yang ingin hidup “1000 tahun” lagi.
Karena pada hakekatnya manusia adalah makhluk literasi. Satu-satunya makhluk
yang dianugerahi akal dan pikiran sebagai senjata menjalani kehidupan sebagai khalifah fil ard. Akal itu akan berfungsi
dengan baik bahkan bisa power full
manakala kemampuannya terus ditingkatkan dengan membaca dan menulis dalam
mengurai dan menyelesaikan masalah (problem
solving). Pesan ini secara eksplisit dijumpai dalam wahyu pertama surat Al
Alaq yaitu membaca (iqro’) dan
menulis (qolam).
Keempat,
menulis adalah kebiasaan yang menyehatkan jiwa, karena menulis adalah makanan
ruhani. Dengan kata lain kebiasaan menulis akan menciptakan keseimbangan tubuh
manusia, karena manusia tercipta dalam dua dimensi, dimensi ruhani dan jasmani.
Selama ini banyak orang yang memperhatikan makanan kebutuhan jasmani namun
mengabaikan makanan kebutuhan ruhani. Dengan menulis ide dan pemikiran
seseorang akan lebih mudah dipahami dan lebih abadi dalam kenangan.
Kelima,
pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi seperti internet akan
sangat mendukung dalam membangun personal branding guru-guru. Media sosial
misalnya akan dengan mudah menyebarkan informasi dan gagasan yang dimiliki oleh
guru kepada khalayak ramai tidak saja dalam cakupan lokal dan regional tetapi
merambah ke ranah global (internasional). Media sosial bisa dimanfaatkan
sebagai media pembelajaran dan pengembangan kemampuan menulis guru-guru.
Berangkat dari argumentasi
di atas maka setiap guru harus mau belajar dan atau meningkatkan kemampuan
menulisnya. Tulisan artikel untuk keperluan Simposium Guru ini tentang Cara
Mudah dan Menyenangkan Guru Belajar Menulis. Sub judul dalam tulisan ini
mengarah pada bagaimana memanfaatkan media sosial internet dalam pembelajaran
menulis guru. Tujuannya agar up date status, posting foto dan video bahkan
artikel guru di medsos memiliki efek publikasi yang efektif terhadap
peningkatan kualitas guru.
2.
Masalah
Kemampuan guru-guru dalam
menulis masih kurang menggembirakan. Kebiasaan menulis masih sangat sedikit
dilakukan guru-guru. Jangankan untuk menulis artikel, melakukan penelitian atau
menulis buku, membuat postingan yang informatif di media sosial banyak dijumpai
guru-guru masih belum paham. Budaya literasi guru masih pada level budaya
plagiasi (copy paste). Memindahkan karya orang lain dibagikan (share) kepada
yang lainnya.
Menulis memang masih
dianggap sebagai ketrampilan yang sulit dilakukan. Dalam kegiatan berbahasa, menulis
merupakan keterampilan bahasa yang dianggap paling sulit dari empat
keterampilan berbahasa lainnya seperti menyimak, membaca dan berbicara. Menulis
sulit karena merupakan kegiatan yang produktif dan ekspresif, penguasaan berbagai
unsur kebahasaan, seperti tata
bahasa, kosa kata, gaya bahasa, ejaan dan sebagainya.
Padahal menulis di era
digital sekarang relatif lebih mudah daripada masa sebelumnya. Namun nyatanya
perkembangan media sosial internet tidak berbanding lurus dengan peningkatan
kemampuan menulis guru. Berbagai persoalan menulis di kalangan guru melahirkan
beberapa pertanyaan yang mesti dijawab. Beberapa pertanyaan tersebut antara
lain :
- Apa yang menjadi
problem bagi guru menulis ?
- Bagaimana
melatih keterampilan menulis guru ?
- Bagaimana cara
mudah dan menyenangkan guru belajar menulis ?
- Apa manfaat
media sosial untuk menulis ?
3.
Pembahasan dan Solusi
- Hambatan
Menulis
Dalam kegiatan menulis banyak guru mengaku mengalami
kendala. Kendala itu seperti kesulitan menuangkan ide dalam bentuk tulisan. Guru
merasa khawatir tulisannya tidak bagus ketika dibaca orang lain. Atau tulisannya
salah data, menyinggung perasaan pihak lain sehingga berurusan dengan ranah
hukum. Merasa tidak cukup banyak waktu untuk menulis. Tidak mau menulis karena
bukan berprofesi sebagai penulis. Harus mulai darimana menulis dan sebagainya.
n Belum menemukan ide tulisan.
Ide sebagai bahan tulisan itu banyak dijumpai dan
berserakan di sekitar kita. Ide tulisan itu sering bersumber dari realitas
sosial yang muncul, sekalipun ada penulis sumber bahannya dari imajinasi khayalannya.
Dalam tradisi penulisan jurnalistik misalnya, ide penulisan berita itu bisa
dari peristiwa yang terjadi, kejadian lanjutan, kegiatan yang teragenda
(terencana), atau fenomena / tren yang terjadi seperti trending topic (Ashadi
Siregar, 1998). Sedangkan untuk ide menulis artikel, selain bisa terinspirasi
model penulisan jurnalistik juga bisa menanggapi tulisan karya orang lain atau
bisa bersifat kritis, deskripsi maupun problem solving.
Penulisan dari ide peristiwa yang terjadi misalnya
menulis kegiatan pembukaan turnamen volly oleh bupati. Lain waktu bisa menulis
berita lanjutaan tentang jalannya turnamen berikut hasilnya. Menulis tentang
fenomena misalnya tentang maraknya geng motor dikalangan anak sekolah.
Sedangkan menulis yang teragenda (terencana) seperti menulis tentang hari-hari
besar nasional relevansinya dengan masa kini.
n Kesulitan menuangkan ide dalam bentuk
tulisan.
Menulis sebenarnya itu sebenarnya mudah, semudah orang
bicara. Menulis pada hakekatnya adalah mengkomunikasikan pikiran kita kepada
orang lain. Keinginan itu ada yang disampaikan
secara lisan (bicara), ada juga dengan cara menulis. Dengan lisan atau tulisan
memiliki kesamaan irama dalam penyampaiannya.
Irama dalam bicara terdengar dari naik turunnya nada suara
(intonasi) bahasa yang digunakan pembicara. Sama halnya dalam menulis, tanda
baca seperti titik, koma, tanda seru, tanda tanya dan sebagainya merupakan
simbol irama dalam bentuk tulisan. Jika bicara berhenti dan lanjut, menggunakan
simbol titik dan koma. Apabila tetap mengalami kesulitan menulis, rekamlah apa
yang kita diskusikan. Lalu tuliskan kembali hasil rekaman tersebut.
n Khawatir
tulisannya tidak bagus ketika dibaca orang lain.
Untuk menghasilkan sebuah tulisan yang baik membutuhkan
proses waktu dan latihan yang tidak sebentar. Menurut Aristoteles dalam buku
Hernowo (2001), sebuah keunggulan itu bukan sesuatu yang dikerjakan sekali
jadi. Tetapi sesuatu dilakukan karena berulang-ulang. Menulis itu adalah sebuah
keterampilan layaknya seseorang belajar mengemudi. Semakin sering dilatih,
semakin sering mendapatkan hambatan, maka ia semakin pintar, pandai dan mahir.
Menulis itu ibarat seorang koki masakan. Sama halnya
dengan menulis, satu penulis dengan penulis lainnya memiliki karakter tulisan
yang berbeda. Menurut Hernowo karakter tulisan itu meliputi gaya khas penulisan
yang dimiliki seseorang yang muncul ketika sering menulis.
Setiap orang memiliki keunikan menulis maka jangan pernah
takut mendapat kritikan atas tulisan kita. Sebaliknya kiritikan itu menunjukan
tulisan kita dibaca orang. Dengan adanya kritik akan mendorong energi kita
untuk memperbaiki tulisan tersebut. Kita malah harus sedih jika tidak ada orang
yang mengkritik atau memuji tulisan kita. “Orang yang membaca dengan baik, akan
mendapat menulis dengan baik,” ungkap Stephen Krashen dalam bukunya The Power of Reading Insight from The
Reseach (Hernowo, 2001).
n Khawatir menyinggung pihak lain
Tema menulis itu banyak ragam dan bentuknya. Jika ingin
menulis aman, tidak menimbulkan masalah maka menulislah tema yang tidak
bersentuhan dengan masalah orang lain. Kalau pun kita harus menulis bernada
kritik atau protes, maka perkuat dengan alasan agumentatif didukung fakta dan
data.
n Tidak
ada waktu menulis
Seringkali waktu terpenjara oleh rezim
waktu. Padahal waktu itu tergantung bagaimana kita mengelolanya. Ada dua cara
yang bisa kita lakukan untuk menulis: pertama,
jadwalkan waktu menulis secara khusus setiap harinya. Kedua, menulislah setiap saat ketika ada sesuatu yang perlu
ditulis. Cara kedua sangat bisa dilakukan, apalagi dengan perkembangnya media
sosial internet sehingga bisa menulis kapan pun dan dimana pun. Jangan biasakan
menunda kegiatan menulis sehingga akhirnya lupa.
n Tidak menulis karena bukan berprofesi penulis
Menulis adalah kemampuan dasar dan kebutuhan manusia
apapun profesinya. Kegiatan menulis itu untuk mengikat makna dan ilmu agar
lebih lama diingat daripada hanya membaca dan bicara. Semakin kita banyak
menulis maka semakin sering kita akan membaca buku. Ingat, salah satu keuntungan
menulis adalah menyehatkan jiwa dan ruhani kita.
n Harus mulai darimana menulis dan
sebagainya.
Kegiatan menulis memiliki pola tersendiri. Pola tersebut
biasanya dari latar belakang masalah, permasalahan, pembahasan dan solusi,
penutup dan saran. Untuk keperluan menulis harus disiapkan bahannya, misalnya
dengan observasi, riset literatur dan dokumentasi atau wawancara. Setelah itu mulailah
menulis dengan ketersediaan bahan yang ada.
b. Menumbuhkan Kebiasaan Menulis
Hernowo (2001) dalam bukunya Mengikat Makna mengakui
bahwa menulis bagi pemula memang bukan pekerjaan yang mudah. Menurutnya,
menulis gagasan tidak semudah orang berbicara, tetapi diperlukan kaidah ketat,
logika, diksi dan gaya bahasa yang mudah dipahami oleh pembaca. Disinilah
perlunya proses belajar dan latihan sehingga melahirkan keunggulan. Mengutip
pendapatnya Aristoteles Hernowo menambahkan, sebuah keunggulan tercipta karena
dilakukan berulang-ulang.
Perihal gangguan yang menghambat keterampilan menulis
sejumlah pihak menilai karena budaya menulis tidak dikembangkan sejak usia
dini. Masyarakat Indonesia seringkali akrab dengan budaya dongeng (cerita)
sejak kecil. Jangan heran masyarakat kita lebih suka ngerumpi atau menonton
daripada membaca disela waktu luangnya. Pemandangan itu sering terliat tidak
saja di rumah tetapi juga di tempat-tempat umum, seperti pasar, mall, di angkutan
umum bahkan perpustakaan.
Untuk bisa menulis, guru harus mencoba menorehkan
tulisannya. Tulisan merangkai kata demi kata menjadi kalimat kemudian menjadi
paragraf lalu berubah menjadi wacana. Ismail Maharamin, penulis buku Menulis
Secara Populer (2001) mengingatkan kepada mereka yang mau belajar menulis.
Menulis itu tidak bisa hanya belajar dari teori bagaimana menulis, tetapi harus
didukung latihan-latihan yang rutin.
Untuk menumbuhkan budaya menulis guru-guru ada banyak
cara yang bisa dilakukan. Cara-cara tersebut pada prinsipnya seluruh kegiatan
yang dilakukan guru harus berbasis pada kemampuan menulis. Seperti :
1. Pembuatan
administrasi pembelajaran, soal, LKS, atau diktat karya sendiri.
2. Membuat
laporan desiminasi secara tertulis guru yang ditugaskan mengikuti kegiatan
ilmiah atau sejenisnya.
3. Guru
melaporkan hasil supervisi KBM kepala sekolah atau pengawas.
4. Setiap
guru menyampaikan aspirasi untuk kemajuan sekolah secara tertulis kepada pihak
terkait. Penyampaian lisan dalam rapat hanya perwakilan guru.
5. Bagi
guru ijin tidak mengajar disampaikan dalam bentuk surat tertulis.
6. Diadakan
lomba menulis bagi guru bertema tentang pendidikan.
7. Menggalakan
penelitian tindakan kelas.
8. Guru
memiliki media sosial lainnya untuk mencatat ide dan kegiatan mereka.
9. Mengikuti
kegiatan komunitas menulis dan lomb-lomba kepenulisan.
10. Memberikan
apresiasi kepada guru penulis LKS, surat kabar atau buku.
11. Karya
ilmiah menjadi syarat wajib setiap perlombaan guru.
- Melatih
Menulis Berita
Cara mudah untuk menulis adalah dengan berlatih menulis
berita. Mengapa harus berita? Pertama,
menulis berita lebih mudah daripada menulis artikel, essay apalagi penelitian
dengankaidah-kaidah penulisan ilmiah. Teknik penulisan sangat sederhana dengan
rumusan 5 W 1 H yaitu What, Who, Where, When, Why dan How. Saat kita menulis
kegiatan, cara mudah cukup menjawab pertanyaan apa kegiatannya (what), siapa
orang yang terlibat di dalam peristiwa tersebut (who), dimana kejadiannya
(where), kapan terjadinya (when), mengapa hal itu terjadi (why) dan bagaimana
proses kegiatan itu berlangsung (how).
Kedua,
bahan data, fakta dan informasi dikumpulkan relatif lebih mudah dan murah
diperoleh. Bahkan hanya dengan pengamatan observasi (melihat, mendengar dan
merasakan) seseorang biasa menghasilkan sebuah tulisan faktual. Menurut Ashadi
Siregar (1998), berita ditulis sebagai rekonstruksi tertulis apa yang terjadi,
seluk beluk peristiwa yang telah, sedang dan akan terjadi melalui apa yang
dilihat, didengar dan dialami seseorang atau sekelompok orang.
Ketiga,
sumber penulisan berita lebih menarik perhatian karena lebih dekat baik secara
emosional, lokasi maupun jenis peristiwa yang terjadi. Ketertarikan awal
merupakan modal utama orang untuk menuliskan laporan berita. Dengan cara ini
maka akan melatih kepekaan dan membiasakan menulis bagi guru.
n Jenis Berita
Dalam menulis karya jurnalistik ada banyak jenis berita
yang bisa dilaporkan. Jenis berita tersebut antara lain : Berita Langsung (Straight News), Berita Ringan (Soft News), Berita Kisah (Feature), dan Laporan Mendalam (Indepth Report). Untuk tahap awal
menumbuhkan budaya menulis di kalangan guru teknik menulis berita langsung (straight news) sangat cocok diterapkan.
Berita langsung yaitu pelaporan kejadian yang perlu disampaikan segera sehingga
sifatnya informatif hanya menjawab rumusan 5W 1H.
n
Rumusan Berita
Dalam menuliskan rumusan teras berita (lead) berita langsung mengunakan teknik
piramida terbalik. Hal-hal yang sangat penting, ringkasan informasi berada di
teras berita diparagraf awal setelah judul berita. Perhatikan bagan dibawah ini
:
Bagan
1.
Pola
Penulisan Berita Piramida Terbalik
Dengan pola penulisan ini data, lead berita memuat intisari informasi yang menarik dari seluruh isi
tulisan. Hal-hal detail terkait isi
berita seperti kutipan wawancara ditempatkan di body dan penutup berita.
Ada kaidah-kaidah dasar yang akan memudahkan penulis
berita pemula yakni sudut teras berita dengan penekanan pada jenis kegiatannya
(what) dan teras berita dengan penekanan
pada manusia terlibat dalam kegiatan tersebut (who). Pola rumusan teras berita
tersebut yaitu :
a. Teras
berita unsur WHO (siapa)
- Who,
what, when, where
-
Who, wahat, when
- Who,
what, where
b. Teras
berita unsur WHAT (apa)
- What, who, where, when
- What, who, where
-
What, who, when.
Contoh
peristiwa :
Dinas
Pendidikan Jawa Barat mengirimkan undangan tertulis kepada guru-guru dari SD
dan SMP, juga pengawas dan pustakawan di wilayah kerjanya. Mereka berjumlah 29
orang diminta untuk mengikuti kegiatan Focus Group Discussion (FGD). Kegiatan
tersebut berlangsung selama tiga hari,
20-22 Juli 2016 bertempat di Bandung. Tujuan kegiatan tersebut adalah melakukan
persiapan para nara sumber untuk kegiatan pelatihan sekolah perintis literasi
yang akan dimulai tanggal 27 Juli hingga 18 Agustus 2016. Surat tersebut
ditandatangani langsung oleh kepala dinas dan stempel basah.
Pola
Rumusan :
What = kegiatan Focus Group Discussion (FGD)
Who = Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat,
Guru, pustakawan,
pengawas
Where = Bandung
When = 20-22 Juli 2016
Why = Persiapan nara sumber untuk pelatihan
sekolah perintis literasi
How = (unsur ini ditulis tentang proses
jalannya kegiatan berlangsung)
Contoh
penulisan teras berita dengan unsur WHO dengan rumusan who, what, when, where :
Sebanyak 29 orang peserta mengikuti kegiatan Focus Group
Who what
Discussion (FGD) literasi selama
tiga hari 20-22 Juli 2016 di Bandung
when where
Contoh
penulisan berita unsur WHAT dengan pola rumusan What, who, where, when :
Kegiatan Focus Group Discussion (FGD)
Literasi Dinas Pendidikan Jawa
What
Barat diikuti sebanyak 29 peserta. Kegiatan yang diikuti oleh guru SD dan
who
SMP, pengawas dan pustakawan
tersebut bertempat di Bandung
where
selama tiga hari, 20-22 Juli 2016.
when
Pemilihan pola penulisan dari awalan what atau who terletak
pada nilai berita suatu peristiwa bergantung daya tarik bagi pembaca jika
berita itu ditulis. Dengan kata lain, menulis berita tidak hanya dari sisi
kegiatan saja (unsur what), tetapi juga dari pernyataan, ide dan pikiran dari
orang yang menyampaikannya (unsur who). Tentunya pernyataan yang disampaikan
mengandung unsur ketertarikan, unik, inspiratif, bahkan hingga provokatif.
n Nilai Berita
Ada banyak peristiwa di seputar kita, namun tidak semua
kejadian layak diberitakan. Layak tidaknya sebuah peristiwa diberitakan ada
pertimbangan nilai berita. Paling tidak ada 10 hal yang bisa menjadi
pertimbangan apakah peristiwa itu layak diberitakan atau tidak.
Bagan
2.
Faktor
Yang Mempengaruhi Nilai Berita
Banyaknya peristiwa yang terjadi di dunia ini tak selalu
menarik untuk diberitakan kepada khalayak. Nilai yang menjadi ukuran apakah
sebuah perisitiwa layak diberitakan atau tidak. Buku Vademekum Wartawan (2000)
terbitan Kepustakaan Populer Gramedia atau buku karya Ashadi Siregar (1998)
terbitan Kanisius adalah dua diantara buku yang membahas nilai berita.
Kelayakan peristiwa memiliki nilai berita dilihat dari
seberapa besarkah kejadian itu melibatkan banyak orang (magnitude). Seberapa pentingkah orang-orang yang ada di dalamnya
untuk diberitakan (significance).
Berita harus segera dilaporkan agar aktual (actuality/timeliness).
Sebuah berita semakin dekat dengan pembaca semakin penting dikabarkan. Dekat
baik secara geografis, sosiologis maupun psikologis (proximity), dan siapakah tokoh yang terlibat di dalam peristiwa
tersebut (prominence).
Parameter lainnya adalah seberapa besar efek berita
tersebut bagi masyarakat (impact).
Apakah peristiwa tersebut mengandung pertikaian atau tidak (conflict). Atau menarik dan menyentuh
sisi kemanusiaan (human Interest).
Mengandung unsur unik atau tidak lazim, bisa juga ada kaitannya dengan seks (sex)
d. Pemanfaatkan Media Sosial
Bagaimana memanfaatkan media sosial untuk belajar
menulis? Banyak ragam media sosial yang bisa kita temui diinternet. Media yang
akrab di masyarakat Indonesia adalah facebook, twitter atau blog. Sejak awal
dilahirkan media sosial berfungsi
sebagai media komunikasi, informasi dan interaksi masyarakat dunia maya. Medsos
akan sangat membantu dalam peningkatan kompetensi guru dalam dunia menulis
secara “gratis”. Maka pastikan guru-guru memiliki perangkat media sosial
seperti facebook, twitter, blogger, email.
Kekuatan dahsyat medsos mestinya bisa dimanfaatkan dengan
baik oleh guru-guru. Maka agar postingan status dan tulisan kita, foto dan
video yang diunggah lebih menarik, informatif dan memiliki efek publikasi maka harus
dilengkapi sebuah tulisan yang informatif. Jika memungkinkan tulisan yang unik,
menarik, inspiratif, mencerahkan atau menggerakkan. Jangan hanya membuat
tulisan, foto atau mengunggah video yang menimbulkan banyak makna. Coba
perhatikan contoh kasus medsos facebook dibawah ini:
Gambar
1. Contoh status facebooker
(foto:dokumen
pribadi)
Seorang facebooker menulis status singkat: Ngantuk. Tentu
tidak ada yang salah dengan tulisan tersebut, namun belum informatif apalagi
menarik hingga menjadi inspiratif dan mencerahkan bagi pembacanya. Jika
ditambahkan lebih panjang rasanya akan lebih menarik. Misalnya, “Hati-hati
kalau habis makan mengantuk. Segera periksa gula darah Anda! Boleh jadi ini
indikasi awal gejala diabet.” Atau bisa juga ditulis: “Bahaya. Pagi-pagi sudah
ngantuk. Bikin mengganggu aktifitas hari ini. Yuk olahraga ringan dulu.” Dan
seterusnya.
Isi status facebook juga bisa berupa ide dan gagasan
kita, atau menulis kegiatan yang kita lihat, dengar atau lakukan dengan
pendekatan jurnalistik menulis berita langsung (5W 1H) seperti pembahasan di
atas. Lebih sempurna lagi jika postingan status kita dilengkapi video atau foto
yang relevan sehingga lebih tampil berkualitas. Perhatikan foto facebook
dibawah ini :
Gambar 2. Contoh foto facebook orang
sedang membaca
(foto:dokumen
pribadi)
Apa yang anda pikirkan dengan gambar FB di atas? Berbeda
orang akan memiliki pendapat yang berbeda. Pendapat samanya adalah ibu dalam
foto tersebut sedang membaca. Tetapi membaca apa, dimana dengan siapa dalam
acara apa hanya ibu dan pemosting foto yang tahu. Sama halnya dengan status, foto
atau video juga bisa diberikan keterangan tulisan yang informatif. Baik tulisan
dalam bentuk berita atau tulisan dalam bentuk gagasan, seperti contoh kasus status
di atas. Keterangan teks dalam bentuk berita misalnya : Guru-guru di Jawa Barat mengikuti kegiatan workshop literasi di Lembang
Kab. Bandung selama tiga hari, Senin-Rabu (8-10/8).
Selain bermain teks, foto dan video di wilayah facebook
atau twitter, guru juga bisa memanfaatkan media blog secara gratis. Keuntungan
blog media ini bersifat personal dengan alamat web khusus, sehingga tulisan
yang kita posting tetap bisa diakses dengan mudah jika suatu ketika diperlukan
lagi. Karakternya seperti itu maka blog ini tidak bisa otomatis secara massif
dibaca banyak orang seperti facebook, jika tidak diakses secara langsung ke
alamat portal blognya, seperti tampilan blog dibawah ini :
Gambar
3. Contoh blog sederhana media menulis guru
Media blog di atas masih terlihat sederhana yang bisa
didesain sesuai selera masing-masing blogger. Yang menarik pembuatan dan
postingan tulisan, foto atau video di blog tidak dikenakan biaya apapun alias
gratis. Secara teknis bagaimana pembuatan dan cara pemakaiannya, baik blog,
facebook dan twitter bisa dipelajari secara terpisah dalam buku-buku atau blog
tutoril yang banyak ditemui di mesin pencarian seperti google.
Kekuatan media sosial memberikan efek personal dan sosial
ketika media tersebut bisa dibaca oleh banyak orang. Efek propaganda ini sangat
terasa karena seringnya banyak orang membaca (Nurudin, 2001). Namun mengingat
media informasi internet sangat banyak, cukup sulit tulisan kita dibaca banyak
orang jika tidak dilakukan strategi pemasaran medsos atau blog kita. Ada
beberapa tips agar tulisan online kita bisa memungkinkan dibaca banyak orang :
1. Pastikan
akun media sosial kita didaftarkan dan bisa ditemukan di mesin pencarian
seperti google sehingga memudahkan pembaca online menemukan.
2. Seringlah
menulis, lebih bagus fokus dalam bidang-bidang tertentu. Buatlah tulisan yang
menarik walau tidak perlu panjang dan lebar. Atur spasi dan paragraf yang
pendek dan berjarak agar pembaca mudah membacanya.
3. Buatlah
topik tulisan, foto atau video yang menarik khalayak. Misalnya menulis tentang
isu-isu yang lagi trending topic. Gunakan bahasa tulisan yang menyihir (hypno-writing) sehingga pandangan
pembaca tidak bergeser dari tulisan anda.
4. Pastikan
postingan kita di share ke group-group media sosial lainnya. Bila memungkinkan
sebarkan dalam group milis yang diikuti. Cari waktu membuat postingan dan
mengeshare karya kita pada jam-jam banyak orang sedang santai online, misalnya
bada shubuh, sore hari, jam istirahat atau hari libur.
5. Kesimpulan dan Harapan
Belajar menulis itu ternyata mudah dan menyenangkan.
Mudah karena dengan memulai menulis berita kebiasaan guru untuk menulis terus
dan terus dilakukan. Mudah dalam mencari bahan tulisan, hanya dengan metode
observasi (melihat, mendengar dan mencatat) guru bisa menghasilkan karya
tulisan faktual. Menulis berita akan merangsang saraf otak guru untuk tergerak
menulis, untuk peka dengan lingkungannya dan menumbuhkan budaya literasi.
Menulis itu menyenangkan jika dilakukan dengan kegemaran.
Kegemaran guru-guru memanfaatkan teknologi android, memakai media sosial dalam
kehidupannya sehari-hari. Setiap saat, dimana saja, apa saja, kapan pun dan
oleh siapa pun. Dengan memanfaatkan media sosial untuk menulis, memposting foto
dan mengunggah video maka hidup terasa indah dan abadi. Indah dan abadi karena
rekam jejak kehidupan guru akan terekam secara rapih. Berbagai kendala menulis
yang dihadapi guru-guru akan perlahan luntur.
Teruslah belajar menulis karena ketrampilan menulis yang
baik butuh pekerjaan yang berulang-ulang kali dilakukan. Belajar dari teori,
belajar dari pengalaman penulis hebat, belajar dari kesalahan tulisan sendiri atas
kritik orang lain. Apapun kegiatan kita, tuliskan agar panca indera kita
terbiasa untuk terus menulis. Sempatkan untuk selalu membaca dan mengikuti
komunitas menulis.
Kebiasaan menulis memiliki efek dahsyat bagi kehidupan
penulis sendiri. Baik efek kesehatan jiwa, emosional, sosial hingga kesehatan
finansial. Tulisan-tulisan yang beredar luar akan meningkatkan populeritas
penulis hingga bisa menghasilkan uang dari tulisan online maupun buku-buku
hasil kumpulan tulisan yang sudah tersusun.
Akselerasi kemampuan menulis bagi guru perlu dukungan
sistem. Program dan kegiatan pemerintah dan sekolah bisa memungkinkan tetap
fokus dalam pengembangan budaya literasi guru. Tetap konsisten dengan
persyaratan guru dalam publikasi ilmiah tidak perlu digantikan dalam bentuk
persyaratan apapun. Seringnya even lomba menulis di kalangan guru akan membantu
percepatan budaya literasi di kalangan pendidik. (*)
Daftar Pustaka
________,
2000, Buku Vademekum Wartawan, Reportase
Dasar, Jakarta : Kepustakaan Populer Gramedia
Ashadi
Siregar dkk, 1998, Bagaimana Meliput dan
Menulis Berita untuk Media Massa, Yogyakarta : Kanisius-LP3Y.
Hernowo,
2001, Mengikat Makna: Kiat-kiat Ampuh
untuk Melejitkan Kemauan Plus Kemampuan Membaca dan Menulis Buku, cet. 2, Bandung: Kaifa.
Ismail
Marahimim, Menulis Secara Populer,
Pustaka Jaya, Cet.3, Jakarta.
Nurudin,
2001, Komunikasi Propaganda, Bandung
: Rosdakarya.