Ojo gumun jk negeri ini sering gaduh. Inilah resiko sebuah negara heterogen (pluralisme). Beda pendapat satu agama saja rame, apalagi sudah berbeda beda agama, suku, ras dan budaya lainnya. Belum.lg dipicu beda pendapatan ($) bikin semua urusan jadi runyam.
Indonesia terasa sangat dipaksakan utk sebagai negara besar. Negara yg membentang wilayahnya dr Sabang sampai Meroke dengan penduduk sekitar 200 juta ini. Sejak awal para the founding father bangsa ini sadar keberagaman sebuah bangsa sangat berpotensi konflik. Ibarat api dalam sekam, kapan pun bisa tersulut dan terbakar.
Jika masa penjajahan bangsa ini relatif bisa disatukan itu karena alasan ikatan emosional, kita punya musuh yg sama, penjajah asing! Sekalipun pada masa itu sdh ada musuh dalam selimut, termasuk selimut tetangga yg menghiasi dinamika perjuangan bangsa. Tapi toh itu bisa diminimalisir dg kekuatan massa yg lebih besar pro pembebasan kolonialisme.
Konflik mulai terasa sejak bangsa ini merasakan awal kemerdekaan. Perebutan pengaruh dan kekuasaan perlahan tampak namun pasti. Berbagai pemberontakan di negeri ini menunjukkan fakta tsb. Perseteruan kelompok Islam, nasionalis sekuler dan non muslim sdh terasa. Istilah dwi tunggal Soekarno Hatta mrp fenomena konflik yg terlihat dipermukaan kala itu.
Mengapa masa Orde Baru bangsa ini tak terasa gaduh? Pontensi konflik di negeri ini blm pernah hilang, hny apinya redup. Penguasa kala itu berhasil mengendalikan simpul2 yg berpotensi konflik. Dengan atas nama stabilitas nasional pembangunan konflik SARA berhasil ditaklukkan. Semua kelompok kepentingan kala itu pilihannya hanya dua: kompromi atau "dihabisi".
Politik stabilitas orde baru tak kemudian menghentikan gerakan radikal dr semua kelompok. Apakah kelompok berbasis agama (Islam maupun non Islam) maupun bermotif politik dan ekonomi (pragmatisme). Mereka semua memilih tiarap atau hengkak dr perpolitikan nasional untuk sesaat.
Runtuhnya orde baru memberikan angin segar kpd kelompok2 kepentingan utk mencari pengaruh dlm pemerintahan. Kelompok Islam termasuk sangat berkepentingan dlm mendominasi kekuasaan negara. Demokrasi representatif katanya, karena bangsa ini mayoritas beragama Islam. Di negara manapun jk satu agama mayoritas maka akan mjd kelompok berkuasa di pemerintahan.
Terlebih pd masa orde baru, umat Islam merasa ditipu secara politis. Hanya sekadar penumpang yg mendorong mobil mogok setelah itu ditinggal. Saat masa perjuangan umat dimanfaatkan utk kemerdekaan setelah itu dicampakan. Maka masa reformasi tokoh2 Islam getol memperjuangkan hak2 politiknya. Sayangnya kekuatan umat terpecah dibanyak partai.
Dari puluhan parpol yg berdiri awal reformasi, tercatat parpol berasaskan dan berbasis Islam lbh dominan. Polarisasi politik tsb justeru pd sisi lain memperlemah kekuatan politik Islam. Maka jangan heran fenomena berikutnya kita sering disuguhkan dg pertengkaran sesama saudara seagama. Perbedaan pendapat itu membuat umat tercerai berai.
Kondisi kekinian, dlm diri umat Islam banyak lahir kader2 berwatak munafik. Mereka Islam tp lebih memihak kepada kaum kafir. Jargon mereka boleh jadi maju tak gentar membela yg bayar. Jumlah kader2 munafik jumlahnya terus bertambah. Kader yg dihasilkan dr byk program unggulan yg mrk susun. Satu diantara program menarik adalah pemberian beasiswa pendidikan, penyusunan kurikulum dsb.
Selama masa refornasi bergulir hingga kini kegaduhan bangsa terus terjadi. Ini menunjukkan ada pertarungan sengit antar kepentingan dipusaran kekuasaan. Kepentingan yg berpihak kpd kebenaran, dan mereka yg berpihak kpd kebatilan. Yg lbh repot lg ribut sesama mereka diranah kemunkaran.
Gerakan sparatis, radikal hingga terorisme mrp reaksi dr aksi yg tak terlihat dipermukaan publik. Media massa pun kian sulit memihak kpd kebenaran bersama selain memilih utk kepentingan kelompok. Yg kasihan rakyat sering tertipu dg beragam pemberitaan media.
Perjuangan belum selesai tp baru akan dimulai. Cepat atau lambat bangsa ini akan merubah wajahnya. Tak lg bangsa original pribumi Indonesia yg mengusung nilai2 ketimuran tp mjd bangsa besar yg terjajah oleh kaum minoritas. Umat Islam pun dipojokkan dg dalih anti NKRI, anti pluralisme dan demokrasi.
Pdhl jika Islam anti NKRI maka sejak dulu bangsa ini akan mjd negara Islam. Jika Islam anti pluralisme maka sejak dulu orang2 non muslim pun tak boleh sedikit pun hidup di Indonesia. Nyatanya semua diberikan kebebasan menikmati kue pembangunan berkat perjuangan kemerdekaan mayoritas pejuang Islam. (*)
Pronggol 7217.02:00