November 26, 2016

PROFESI GURU MASIH RENTAN

Profesi guru dinilai masih rentan dalam peningkatan profesionalitasnya. Hal itu karena sebagai p
rofesi, pekerjaan guru masih relatif muda dibandingkan profesi-profesi lainnya di Indonesia. Tantangan guru kedepan adalah memperbaiki mentalitas, talenta, kemampuan akademik termasuk profesionalisme organisasi profesi. Profesionalisme menjadi kunci kemajuan pendidikan Indonesia.

“Pekerjaan guru sebagai profesi masih relatif muda daripada profesi dokter, lawyers, akuntan atau tentara. Karena guru sebagai profesi baru diakui sejak undang-undang guru tahun 2005 ditetapkan,” tutur  Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dihadapan 2000 guru dan tenaga kependidikan hebat, peserta lomba dan peraih penghargaan dari Kemdikbud dalam rangka puncak Peringatan Hari Guru Nasional tahun 2016 di gedung SICC - Sentul International Convention Center Bogor, Sabtu (26/11). 


Menurut Muhadjir, problem peningkatan kualitas guru perlu kerja keras dan butuh waktu yang panjang dalam pencapaiannya, apalagi pemerintah sudah memfasilitasi program sertifikasi.  Maka pihaknya berharap agar mentalitas dan kinerja guru diperbaiki, termasuk organisasi profesi guru harus dikelola dengan baik.

“Saya minta organisasi guru harus kompak. Silahkan kelola dengan baik organisasi itu oleh guru. Pihak lain tidak boleh mengatur organisasi guru, termasuk membuat kode etik guru. Jangan sampai karena prestasi pendidikan kurang bagus, kewenangan guru diambil alih oleh pihak lain. Mestinya kualitas gurunya yang terus perlu ditingkatkan,” paparnya yang mengaku mengelola guru Indonesia dengan jumlah 3 juta orang tidaklah mudah.

Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang ini mengatakan, ada tiga ciri pekerjaan itu sebuah profesi. Pertama, pekerjaan itu hanya bisa dilakukan oleh orang ahli, terampil dan berpendidikan dalam jangka waktu panjang. Kedua, harus memiliki social responsibility sebagai panggilan jiwa. Ketiga, harus memiliki asosiasi profesi dalam meningkatkan profesionalitasnya.

Pihaknya menambahkan sekalipun guru kini sebagai profesi, tapi kenyataannya profesi guru masih berbeda dengan profesi dokter, lawyers, akuntan atau tentara. Sekalipun ada orang yang pinter mengobati orang atau pinter menembak, namun jika tanpa mengikuti pendidikan formal mereka tidak akan pernah jadi dokter atau tentara walaupun nyawa yang menjadi taruhan.

“Pekerjaan guru seolah siapapun saja bisa menjadi guru. Saya perihatin pernah baca baca koran ada tukang kebun sekolah yang mengajar di kelas karena gurunya tidak ada di tempat. Tapi tukang kebun ini tidak disebut guru gadungan, kemudian dilaporkan. Malah dia bisa dianggap sebagai pahlawan karena gurunya tidak hadir,” tutur pria yang desertasi doktoralnya mengambil kajian profesionalisme militer.

Menjadi guru, tambahnya,  harus punya tanggung jawab sosial karena ini merupakan panggilan jiwa. Jika kemudian guru mendapatkan bayaran itu semata karena bentuk penghargaan. Kalau guru selalu menuntut perbaikan upah maka apa bedanya guru dengan buruh pabrik. Maka depan, sebagai guru harus punya spesialisasi seperti guru IPA, guru IPS, matematika dan sebagainya seperti dikenal dalam dunia kedokteran dan militer.

“Guru itu harus punya sense of exclusive, korps profesi sesama guru dan spesialisasi seperti dokter dan militer. Di militer punya ikatan korps yang kuat jika ada kawan satu korpnya perlu dibantu. Begitu juga dengan dunia kedokteran memiliki korps sesama profesi sebagai dokter. Jadi mereka yang jadi guru waktu hidupnya dan mencintainya hanya untuk pekerjaanya,”  ungkapnya yang menambahkan berbagai organisasi profesi guru lebih kepada spesialisasi bidannya namun tetap menginduk kepada satu federasi organisasi guru.  (denyrochman)