Profesi guru dinilai masih rentan dalam peningkatan profesionalitasnya.
Hal itu karena sebagai p
rofesi, pekerjaan guru masih relatif muda dibandingkan profesi-profesi lainnya di Indonesia. Tantangan guru kedepan adalah memperbaiki mentalitas, talenta, kemampuan akademik termasuk profesionalisme organisasi profesi. Profesionalisme menjadi kunci kemajuan pendidikan Indonesia.
rofesi, pekerjaan guru masih relatif muda dibandingkan profesi-profesi lainnya di Indonesia. Tantangan guru kedepan adalah memperbaiki mentalitas, talenta, kemampuan akademik termasuk profesionalisme organisasi profesi. Profesionalisme menjadi kunci kemajuan pendidikan Indonesia.
“Pekerjaan guru sebagai profesi masih relatif muda daripada
profesi dokter, lawyers, akuntan atau tentara. Karena guru sebagai profesi baru
diakui sejak undang-undang guru tahun 2005 ditetapkan,” tutur Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir
Effendy dihadapan 2000 guru dan tenaga kependidikan hebat, peserta lomba dan peraih
penghargaan dari Kemdikbud dalam rangka puncak Peringatan Hari Guru Nasional tahun 2016 di gedung SICC - Sentul International Convention
Center Bogor, Sabtu (26/11).
Menurut Muhadjir, problem peningkatan kualitas guru perlu kerja
keras dan butuh waktu yang panjang dalam pencapaiannya, apalagi pemerintah
sudah memfasilitasi program sertifikasi. Maka pihaknya berharap agar mentalitas dan
kinerja guru diperbaiki, termasuk organisasi profesi guru harus dikelola dengan
baik.
“Saya minta organisasi guru harus kompak. Silahkan kelola
dengan baik organisasi itu oleh guru. Pihak lain tidak boleh mengatur
organisasi guru, termasuk membuat kode etik guru. Jangan sampai karena prestasi
pendidikan kurang bagus, kewenangan guru diambil alih oleh pihak lain. Mestinya
kualitas gurunya yang terus perlu ditingkatkan,” paparnya yang mengaku
mengelola guru Indonesia dengan jumlah 3 juta orang tidaklah mudah.
Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang ini
mengatakan, ada tiga ciri pekerjaan itu sebuah profesi. Pertama, pekerjaan itu hanya
bisa dilakukan oleh orang ahli, terampil dan berpendidikan dalam jangka waktu
panjang. Kedua, harus memiliki social responsibility sebagai panggilan jiwa. Ketiga,
harus memiliki asosiasi profesi dalam meningkatkan profesionalitasnya.
Pihaknya menambahkan sekalipun guru kini sebagai profesi, tapi
kenyataannya profesi guru masih berbeda dengan profesi dokter, lawyers, akuntan
atau tentara. Sekalipun ada orang yang pinter mengobati orang atau pinter menembak,
namun jika tanpa mengikuti pendidikan formal mereka tidak akan pernah jadi
dokter atau tentara walaupun nyawa yang menjadi taruhan.
“Pekerjaan guru seolah siapapun saja bisa menjadi guru. Saya
perihatin pernah baca baca koran ada tukang kebun sekolah yang mengajar di kelas
karena gurunya tidak ada di tempat. Tapi tukang kebun ini tidak disebut guru
gadungan, kemudian dilaporkan. Malah dia bisa dianggap sebagai pahlawan karena
gurunya tidak hadir,” tutur pria yang desertasi doktoralnya mengambil kajian profesionalisme
militer.
“Guru itu harus punya sense of exclusive, korps profesi
sesama guru dan spesialisasi seperti dokter dan militer. Di militer punya
ikatan korps yang kuat jika ada kawan satu korpnya perlu dibantu. Begitu juga
dengan dunia kedokteran memiliki korps sesama profesi sebagai dokter. Jadi mereka
yang jadi guru waktu hidupnya dan mencintainya hanya untuk pekerjaanya,” ungkapnya yang menambahkan berbagai organisasi
profesi guru lebih kepada spesialisasi bidannya namun tetap menginduk kepada
satu federasi organisasi guru. (denyrochman)