Suasana henting terasa saat melepas jenazah Hafidin
Hasanudin, S.IP., M.Pd di pelataran Masjid Al Huda Desa Lemahabang Kabupaten
Cirebon, Jumat (24/6). Perwakilan tokoh masyarakat, Bapak Muhidin, S.Pd yang
juga kawan seperjuangan dakwah memberikan kata-kata pelepasan jenazah. Sebelumnya
para warga, kolega, family dan rekan-rekan almarhumah menyolatkan jenazah
secara bersama-sama usai sholat Jumat.
“Mewakili pihak keluarga, jika Bapak Hafidin mempunyai
kesalahan mohon dimaafkan sebesar-besarnya. Jadikanlah wafatnya Bapak Hafidin
menjadi pelajaran kita semua yang masih hidup, sekalipun beliau tidak lagi bisa
bicara. Sebagai aktifis dakwah sepanjang hidupnya tidak pernah meninggalkan
sholat berjamaah selama di Masjid Al Huda. Dia juga sangat peduli terhadap
masyarakat, rajin menyantuni anak fakir miskin dan anak yatim piatu,” tutur
Muhidin di depan jamaah.
Masa hidupnya, Hafidin seluruh waktu hidupnya dicurahkan
untuk umat. Lama aktif mengajar di SMP dan SMA Muhammadiyah Sindanglaut (kini
Lemahabang). Rajin dalam kegiatan keagamaan di Masjid Al Huda Blok Pejagalan Lemahabang.
Pendakwah di wilayah Cirebon timur. Ujung tombak dalam kegiatan Madrasah al
Huda dan salah satu pioneer pendirian SD Al Irsyad. Terakhir tercatat sebagai
guru di SMK Darul Mukminin Jatinegara dan SMP Muhammadiyah Tanah Abang Jakarta.
Kabar kematiannya membuat banyak pihak terkejut. Selama ini
pria berusia 52 tahun ini dikenal energik, tak pernah mengeluh sakit. Namun pada
Kamis (23/6) malam pukul 22.00 guru Bahasa Indonesia tersebut menghembuskan
nafas terakhirnya di Rumah Sakit Umum Hasan Sadikin Bandung sebelum dilakukan
operasi terhadap penyakit yang dideritanya. Innalillahi wainnailahi rojiuun. Sesungguhnya
kami ini milik Allah dan kepada-Nya kami kembali.
Masyarakat berbondong-bondong mengantarkan jenazah Hafidin
di tempat peristirahatan terakhir di tempat pemakaman blok timpas Lemahabang. Beberapa
mobil rombongan dari SMK Darul Mukminin Jatinegara dan SMP Muhammadiyah Tanah
Abang pun hadir dalam proses pemakaman aktifis dakwah tersebut.
PELITA HIDUP
Kepergian guru sejati tersebut membuat banyak pihak
terkejut. Kabar kematiannya pukul 10.00 malam langsung beredar dari pesan
singkat ponsel, dari mulut ke mulut hingga ke media sosial internet. Semua
pihak tidak percaya kepergiannya begitu cepat, apalagi musim Ramadhan biasanya kesibukan
Hafidin meningkat di kegiatan kegamaan Masjid Al Huda.
“Inalilahi wa ina ilaihi
rojiun... Pa hafidzin... Kaget,bener p hafidzin yg dl kita berjuang bareng di
sdit alirsyad? Air mata ini ga bs di bendung... Insyaallah jannah utk bapak...Allahumaghfirllahu
warhamhu wa fu anhu... Selamat jalan sahabatku, guruku, yang selalu
mengajarkan, dakwah dg kelembutan dg hikmah dan dg contoh,tak pernah lelah
berjuang menuntut dan mengamalkan ilmu, kenangan dahulu dalam satu misi visi
kita saat di SDIT al irsyad tak kan pernah terlupakan, nasehat2mu slalu ku
ingat... Orang baik sepertimu, insyaallah jannah imbalannya...,” tulis
facebooker bernama Mulhayatie dalam statusnya.
Yah, wajar jika banyak orang merasa kehilangan orang baik
seperti Hafidin. Bayangkan saja selama hidupnya kiprahnya dicurahkan untuk
banyak orang. Ia boleh dibilang sebagai
pelita kehidupan. Dimana pun ia berada akan memberikan kemaslahatan bagi
orang-orang di sekitarnya. Sifatnya yang peduli membuat warga gang Gayam
Lemahabang lor ini bisa diterima oleh banyak orang dan dibanyak tempat. Buktinya,
kala harus memilih hidup merantau di Jakarta selepas mengajar di Muhammadiyah Sindanglaut,
Hafidin langsung mengajar di sekolah Jakarta.
“Setahu saya saat merantau ke Jakarta, ia sempat menjadi
pengajar TPA di masjid terdekat kontrakannya. Ia mengontrak sendirian satu
rumah di Jakarta. Setelah itu Pak Hafidin mengajar di SMK Darul Mukminin
Jatinegara, bersamaan mengajar di SMP Muhammadiyah Tanah Abang,” tutur Budi,
guru SMK Darul Mukminin Jakarta saat mengantarkan jenazah di pemakaman.
Bagi siswa SMP Muhammadiyah Sindanglaut awal tahun 1990-an
akan merasakan kehangatan beliau dalam mengajar siswa siswinya. Tidak hanya
memberikan ilmu sekolah, tetapi juga perhatian dan kepeduliannya membimbing,
membina dan melatih kemampuan agama anak didiknya, khususnya masalah perbaikan
akhlak, kemampuan baca tulis al Quran dan ibadah sholat. Seringkali menjadi
teman curhat para siswa yang tengah dilanda galau masalah remaja.
Selain mengajar di SMPM, Hafidin sore hari mengajar di Madrasah
Al Huda. Para siswa didiknya sering diajak pengajian malam ahad di Masjid Al
Huda hingga menginap dan keesokan harinya pulang. Materi pengajiannya
sederhana: menterjemahkan bacaan Al Qur’an per kata. Anak-anak didiknya disuruh
untuk mengulang arti kata tanpa harus melihat terjemahan.
Banyak cara yang ia lakukan dalam mendekatkan dengan anak
didiknya. Selain berolahraga bersama, mengaji, pendampingan khusus hingga
konseling kunjungan ke rumah orangtua siswa.
INTROVERT
Dibalik sikap perangai dan energiknya ada sebagian orang
menilai kepribadian Hafidin seorang tertutup (introvert), khususnya masalah
privaasi hidupnya. Hal ini dirasakan oleh guru-guru di Jakarta. Selama menjadi guru
di Jakarta Hafidin tidak banyak bicara tentang perjalanan hidup dan latar
belakang keluarganya.
“Kita kesulitan informasi saat dapat kabar Pak Hafidin
meninggal dunia. Untuk sampai ke lokasi rumah duka, kami harus bertanya-tanya
mulai dari kantor kecamatan hingga kantor desa. Selama ini kami tidak tahu
alamat di Cirebon dimana, keluarganya siapa, punya istri dan anak berapa. Data
yang ada di sekolah adalah alamat dia yang ada di Jakarta, karena dia sudah
punya KTP Jakarta,” ujar Budi, guru dari Jakarta.
Tertutupnya sifat Hafidin diakui juga oleh keluarganya. Menurut
Hadi, kakak ketiganya Hafidin sejak kecil memang tertutup tentang aktifitas
yang ia lakukan. Kebiasaan ini tumbuh dan berkembang hingga ia dewasa. “Jika
ada keluarga yang nanya lagi ada kegiatan apa, pasti tidak mau terbuka. Dia
hanya mengatakan nanti saja kalau sudah berhasil dan sukses baru akan cerita,”
ucap Hadi menjelaskan watak adik bungsunya tersebut.
Sifat tertutupnya tersebut membuat penyakit yang diderita
Hafidin tidak banyak keluarga yang tahu. Menurut pengakuan kakak ketiganya
Hadi, pihak keluarga baru tahu penyakit yang dideritanya setelah sudah parah. Sebelumnya
setiap kali ditanya selalu menjawab tidak ada masalah dan sudah sehat sehingga
terus beraktifitas kembali. Watak Hafidin tersebut petanda yang bersangkutan tidak ingin penyakitnya itu menjadi penghalang kegiatan dakwahnya.
Di akhir hidupnya, Hafidin belum sempat kembali beristri apalagi memiliki anak. Pernikahan pertama yang pernah ia lalui belum berjalan seindah dalam bayangannya. Keinginan untuk menaik haji dari rencana sawah yang ia miliki belum tuntas terlaksana.
Anak penutup dari delapan saudara (lima perempuan dan tiga laki-laki) ini termasuk "gila sekolah". Dalam keterbatasan ekonominya ia mampu membiayai sendiri kuliahnya dari gajinya sebagai sekolah swasta kecil. Pendidikan dasarnya ditempuh di desanya hingga SMK Negeri Sindanglaut.
Merasa dananya tidak cukup, ia tetap bertekad ingin kuliah. Konsentrasi Bahasa Indonesia ia pilih sbg jurusan kuliahnya di D3 Universitas Terbuka (UT). Tak puas sampe disitu, Hafidin ini memuaskan diri ilmunya dengan melanjutkan kuliah S1. Jurusan Ilmu Politik yang ia ambil.
Usianya tak muda lg ia tetap haus akan ilmu dunia. Saat mengajar di Jakarta Hafidin mampu menyelesaikan kuliah S2 Bahasa Indonesia di Universitas Muhammadiyah Prof Hamka di Limo Jakarta. Dari delapan saudara Hafidin satu-satunya anak yang berkesempatan kuliah.
Sifat tertutupnya Hafidin belakangan diketahui, penyakit yang dideritanya adalah kelenjar
getah bening. Gara-gara penyakit ini leher Hafidin membengkak, menjalar ke
tangan dan kakinya menjadi sakit. Alasan inilah sehingga keluarga memutuskan
Hafidin dirawat di rumah sakit di Bandung, padahal sebelumnya anak bungsu ini
lebih suka berobat herbalis atau pengobatan alternative.
Sekitar dua pekan di rumah sakit kadar gula tubuhnya masih tinggi membuat operasi kelenjar belum bisa dilaksanakan oleh tim medis,
hingga akhirnya ajal lebih dulu menjemputnya. Selamat jalan guru ku. Semoga dimasukkan ke dalam orang-orang ahli surge.
Aamiin...
Cirebon, 25 Juni 2016 Pukul 00.09
Cirebon, 25 Juni 2016 Pukul 00.09