Mei 28, 2016

BERSAHABAT DENGAN KECEMASAN


Oleh :
Deny Rochman

Apakah anda sering mengalami kecemasan atau kehawatiran dalam hidup? Waspadalah anda berarti satu dari banyak orang yang mengalami masalah “kejiwaan”. Kecenderungan masalah ini tampaknya akan menjadi tren masyarakat kita yang akan terus mengganggu alam pikiran manusia. Ujung-ujungnya jika tidak segera diatasi akan merembet kepada gangguan kondisi kesehatan kita.

Fenomena kecemasan sosial tersebut menjadi soroton Rini Hastuti  dalam bukunya berjudul Buku The Worrier’s Guide Book. Buku panduan bagi pencemas ini boleh dibilang sebagai auto kritik sosial, namun sekaligus buku penenang jiwa, jika ada buku lain dikelompokkan sebagai buku pembangun jiwa.  Dalam prolognya, buku tersebut menggambarkan potret manusia modern yang selalu banyak keinginan, namun terburu-buru dalam proses pemenuhannya.

Yah, manusia era digital ini seabreg keinginan yang ingin dipenuhi. Saking banyaknya mereka semakin sulit membedakan mana keinginan, mana kebutuhan. Celakanya, sering kali melakukan pembenaran yang bisa merubah keinginan itu menjadi kebutuhan hidupnya. Suatu sisi sifat buruk manusia demi gengsi, status sosial dan kecintaan berlebihan terhadap kehidupan dunia. Kendati keinginan demi keinginan itu tak pernah habis di satu titik, seperti mengejar banyangan sendiri.


“Mereka yang suka ngeluh tersebut, sebenarnya mereka tidak pernah tahu caranya bersyukur,” ujar Rini Hastuti dalam acara bedah bukunya yang diselenggarakan oleh Komunitas Literasi Masyarakat Cirebon Kota (Gelem Maca) Cirebon Leader’s Reading Challenge di TB Gramedia Cipto, Sabtu (28/5). Bersyukur saya hadir sebagai pembicara pembanding dalam bedah buku yang dihadiri guru-guru se- Kota Cirebon.

Tuhan pun memang sejak awal sudah memaklumi sifat manusia adalah makhluk mengeluh. Sampai ada guyonan soal keluhan manusia tersebut. Kalau Tuhan boleh memilih, Dia mungkin lebih senang kalau manusia itu dalam kondisi sakit daripada sehat. Mengapa? Jika adalam keadaan sakit manusia tidak banyak keinginan daripada saat mereka sehat. Saat sakit permintaan manusia hanya satu, cuma ingin sembuh (sehat). Tapi lihatlah ketika manusia sehat, doa mereka setumpuk permintaan yang dialamatkan kepada Tuhannya.

Keluhan demi keluhan tersebut mereka salurkan melalui beragam cara dan media. Apakah curhat kepada kawannya, seperti kisah Si Nona Tukang Mengeluh dalam buku tersebut. Atau rajin buat status atau komen di media sosial sampai-sampai mengidap adiktif gadget, dimana dan kapan pun tak lepas dari barang ajaib yang disebut smartphone. Kemana ia pergi selalu mengirimkan laporan, OTW ( on the way), seolah ingin memamerkan status sosial dan ekonominya.

Kebiasaan generasi layar sentuh tersebut dianggap penulis sebagai sesuatu hal yang lebay. Malah bagian dari penyakit ketergantungan, sama adiktifnya terhapad ketergantungan narkoba. Disini dianggap perlu rumah sakit ketergantungan sinyal, seperti yang diulas Rini Hastuti dalam beberapa bagian tulisannya pada buku hijau tosca tersebut. Namun jika tidak cermat menggunakan media sosial, maka status, tweet atau komen kita akan menjadi boomerang. Pepatah bilang, mulutmu harimaumu. Nah era digital istilah barunya, jarimu harimaumu, seperti disindir dalam buku tersebut.

Manusia modern selain hidup dalam bergelimang keinginan, juga hidup dalam tekanan target. Harus begini, harus begitu. Tidak jarang pikiran negative merusak pikiran manusia-manusia modern. Tidak hanya kepada sesama manusia, kita tanpa sadar sering berfikir negative kepada Tuhannya. Kalau doa kita belum terkabul, kadang terselip pemikiran jelek kepada Tuhan. Satu kejelekan bertambah satu lagi prasangka membuat denyut nadi jantung dan kerja otak manusia modern kian kencang. Stress, depresi, jantung, diabet dan sejenisnya adalah menyakit yang siap mendekati manusia modern jika tidak mampu move on dengan beragam masalah mental tersebut.

Buku terbitan Elex Media Komputindo (Gramedia Group) memang buku ringan. Ringan dari bobot bukunya, ringan bahasanya, ringan dibacanya, termasuk ringan masalahnya, tetapi dibuat susah dan berat oleh manusia yang mengaku modern. Buku yang bisa menemani kesibukan kita, saat senggang, waktu menanti sesuatu, namun alangkah indahnya jika buku ini dilengkapi gambar atau karikatur relevan dengan topic. Topik Hijrah Yuk akan happy ending jika ditempatkan di halaman belakang sebagai closing topic, bukan diposisikan di awal.  

Nah, jika hidup sesaat ini penuh masalah, so what gitu loh…? Penulis yang juga seorang perencana keuangan ini punya wisdom mengatasi kroditnya melewati persoalan hidup. Walau hidup tanpa cemas tidak indah. Kecemasan adalah bagian dari dinamika hidup menuju kebahagiaan. Di akhir tulisannya, ibu tiga anak asal Klaten tersebut menyarankan agar hidup dijalani sesuai alurnya. Nikmati saja. Manusia boleh berusaha, focus mengejar kebutuhan dan keinginannya. Namun Tuhan yang memutuskan gagal dan berhasilnya usaha manusia. Jika hidup hanya menjalani takdir, mari kita berhenti mengkhawatirkan khawatir. (*)

*) Penulis adalah Penggiat Gerakan Literasi Sekolah di Kota Cirebon.
Seorang Jurnalis Citizen yang tercatat sebagai guru IPS SMP Negeri 4 Kota Cirebon.