Desember 21, 2015

SEKOLAH MUHAMMADIYAH TERACAM BANGKRUT ?

Kondisi sekolah-sekolah Muhammadiyah terancam mengalami kebangkrutan. Tren kebijakan pendidikan nasional yang membebaskan biaya sekolah, makin banyaknya sekolah-sekolah negeri dam swasta baru. Belum lagi kebijakan politisasi PPDB membuat ancaman bagi menurunnya jumlah siswa sekolah Muhammadiyah, termasuk di Cirebon. Hal ini akan menjadi ancaman serius bagi kelangsungan dakwah Muhammadiyah.

“Selama ini kan yang menjadi ujung tombak dakwah Muhammadiyah adalah Majelis Dikdasmen (Pendidikan Dasar dan Menengah, red) melalui sekolah-sekolahnya. Sumber dana persyarikatan itu ya dari sekolah. Nah dengan kebijakan sekolah gratis akan berpengaruh kepada masa depan sekolah-sekolah Muhammadiyah,” ungkap Ketua PDM Kab. Cirebon Drs. Ahmad Dahlan, M.Ag dalam memberikan pengarahan kepada pengurus Majelis Dikdasmen dalam pertemuan rotasi pengurus di sekretariat PDM, Senin (3/2).

Dibawah kepemimpinannya Ahmad Dahlan mengakui menghadapi tantangan besar dalam memperbaiki Muhammadiyah. Terlebih abad ke-2 Muhammadiyah merupakan barometer dinamika masa depan dakwah Muhammadiyah. Jika pengurus berhasil menjawab beragam persoalan sosial agama saat ini maka ke depan Muhammadiyah akan tetap eksis.

“Muhammadiyah abad ke-2 ini akan menentukan masa depan organisasi kita. Jika sekarang bagus maka ke depan akan bagus, begitu juga sebaliknya. Nah ini baru dilihat dari sistem organisasi dan manajemen. Belum dilihat dari sisi keberhasilan dakwah. Dalam abad ke-2 ini ada visi Muhammadiyah, membebaskan, memberdayakan dan memajukan kehidupan. Membebaskan feodalisme, fanatisme, kemiskinan, kebodohan dan Islam formalitas yang membelengu,” ungkap pria yang akrab dipanggil Lalan ini.

Lalan menegaskan, pengurus memiliki tugas mewujudkan visi Muhammadiyah abad ke-2 tersebut. Pertanyaannya bagaimana mengentaskan kemiskinan, kebodohan dan berbagai masalah lainnya. Menurut dosen IAIN ini, alat untuk mengatasi masalah tersebut adalah memberdayakan amal usaha. Sayangnya, banyak majelis di Muhammadiyah baru Majelis Dikdasmen yang bisa memberikan kontribusi terhadap gerak organisasi Muhammadiyah.

Nah, untuk keluar dari dera masalah bangsa di atas, kepemimpinan PDM masa Lalan akan dilakukan pemberdayaan secara masif. “Semua majelis, diluar Dikdasmen harus diberdayakan. Kita akan membuat pola baru yang dikelompokkan dalam tugas per divisi. Divisi A adalah Majelis Dikdasmen,  selanjutnya divisi B adalah majelis lain, divisi C adalah perguruan tinggi dan lembaga profit  masuk devisi D,” urai putera mantan ketua PDM periode awal Muhammadiyah Zaenal Masduki ini.

Jadi, semua majelis harus bergerak, berkarya dan berproduksi. Jika semua majelis memiliki amal usaha, maka kelak sekolah Muhammadiyah harus tetap beroperasi walaupun jumlah siswanya terus menurun. Lalu darimana gaji guru dan karyawan? Ahmad Dahlan menyatakan, antar amal usaha akan saling mensubsidi.  Pemetaan sumber daya manusia dan potensi kemitraan warga Muhammadiyah pun terus dilakukan oleh pihak PDM.

“Itulah mengapa PDM meluncurkan Simkatmuh. Itu semua untuk mengamankan masa depan keuangan dan menggali aset Muhammadiyah secara terpadu.  Karena potensi aset Muhammadiyah Kab. Cirebon mencapai Rp. 260 miliar. Jika dikelola dengan baik maka nasib pimpinan, guru dan karyawan Muhammadiyah tingkat kesejahteraannya akan lebih baik. Dulu, gaji guru Muhammadiyah lebih besar daripada guru negeri. Tapi mengapa sekarang malah sebaliknya?” tanya Lalan heran dengan amal usaha yang masih setengah hati atau malah enggan mentaati kebijakan PDM.

Maka, ke depan pihaknya berharap perlu didesain program untuk memberdayakan guru-guru dan karyawan Muhammadiyah agar bisa mendapatkan uang. Program tersebut misalnya menulis buku atau membuat karya yang punya nilai jual. “Jadi mari kita bertahan hidup di Muhammadiyah. Kalau kurang mencukupi, ayo buat program misalnya menulis buku dan sebagainya. Justeru mereka yang pindah kerja karena sekolah Muhammadiyah gajinya tidak cukup, maka manusia jenis ini tidak berperadaban,” tandas Lalan. (denyrochman)