September 19, 2013

QUO VADIS PENDIDIKAN BUDI PEKERTI


Oleh :
Deny Rochman, S.Sos.,M.Pd.I[2]


A.   PENDAHULUAN
Salah satu problem krusial pendidikan nasional adalah krisis pendidikan budi pekerti. Persoalan ini begitu terasa dampaknya ditengah masyarakat bangsa ini yang sebelumnya dikenal santun kini berubah menjadi anarkhis, akrab dengan kekerasan dan kebencian. Potret sosial bangsa ini perlahan tapi pasti dirasakan pula di lingkungan pendidikan seperti sekolah. Menyontek menjadi kebiasaan buruk yang sulit hilang. Siswa mulai tidak hormat kepada guru. Kekerasan antar-pelajar semakin meningkat. Bahkan praktek korupsi merembes hingga ke sekolah-sekolah.

Tentu semua pihak perihatin dengan wajah sekolah masa kini. Sebuah institusi yang diharapkan sebagai pewaris dan mempertahankan nilai-nilai dan norma mulia bangsa kepada generasi penerus. Sekolah ibarat barometer sosial masyarakat. Jika moral sekolah sudah mulai rusak, bagaimana dengan moral masyarakat yang sulit dikendalikan secara sistematis dan terorganisir. Jika kondisi amoral ini terus berlanjut maka akan mengancam eksistensi negara Indonesia sebagai sebuah bangsa.

Pemerintah sadar betul pentingnya pendidikan budi pekerti diajarkan bagi anak didik di sekolah. Lihat saja tujuan pendidikan nasional yang tertuang di dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003. Disebutkan dalam pasal 3 bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Sayangnya arah kebijakan pendidikan nasional tersebut dalam implementasinya seperti jauh panggang dari api. Kebijakan pendidikan karakter yang dielu-elukan oleh petinggi negara dan pejabat pendidikan sebagai solusi ancaman kerusakan moral belum memberikan angin segar perubahan positif. Malahan dalam proses belajar mengajar nilai-nilai budi pekerti tanpa sadar mulai diabaikan dalam mempengaruhi kebijakan kenaikan kelas siswa. Apakah siswa cerdas akademik tetap naik sekalipun anak tersebut berbudi buruk?

Belum lagi persoalan konflik nilai dan moral dalam kasus kebocoran dan praktek curang pelaksanaan ujian nasional. Secara tidak langsung memberikan pemahaman kepada anak didik terhadap upaya menghalalkan segala cara untuk meluluskan. Sekalipun ini bersifat kasuistik namun potret buram pendidikan ini dijumpai faktanya di lapangan.

B.   URGENSI BUDI PEKERTI
Pendidikan budi pekerti merupakan ruh dari proses pendidikan. Tanpa pendidikan moral ini peserta didik tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang kering spirit hidup: dari mana, untuk apa dan mau kemana hidup ini. Orientasi mereka belajar adalah untuk bekerja, mencari harta. Sisi kemanusiaan dan moral kerap diabaikan dalam kegiatan sehari-hari sehingga kerap menimbulkan gesekan konflik dengan sesama. Padahal kecerdasan interpersonal dan intrapersonal ikut mendukung dalam kesuksesan hidup seseorang.

Thomas Lickona, seorang professor Corland University Amerika Serikat menyebutkan 10 tanda jaman ancaman kebangkrutan sebuah bangsa. Sepuluh tanda-tanda tersebut adalah (1) meningkatnya kekerasan remaja; (2) penggunaan kata-kata yang buruk; (3) pengaruh peer group yang kuat dalam tindakan kekerasan; (4) meningkatnya perilaku merusak diri; (5) kaburnya pedoman moral (anomali); (6) rendahnya rasa hormat kepada orangtua dan guru; (7) menurunnya etos kerja; (8) rendahnya tanggung jawab individu dan warga negara; (9) membudayanya ketidakjujuran; (10) adanya saling curiga dan kebencian.

Pendapat guru besar tersebut sungguh membuat miris banyak orang tentang nasib masa depan bangsa Indonesia yang diambang keterpurukan moral. Betapa dahsyatnya kekuatan moral dalam kehidupan ini hingga Alloh Swt menegaskan bahwa manusia yang terbaik diantara banyak manusia adalah yang paling bertakwa, yang paling baik akhlaknya (Al Hujurat 13). Maka itu Rosul pun diutus kepada manusia satu diantara misinya adalah memperbaiki moral manusia.

Pentingnya budi pekerti kemudian menjadi perhatian banyak tokoh dan ilmuwan. Tokoh spiritual pergerakan India Mahatma Gandhi mengatakan, kelahiran dan menjalankan ritual fisik tidak dapat menentukan derajat baik atau buruk seseorang. Kualitas karakterlah satu-satunya faktor penentu derajat seseorang.  Tokoh lainnya yaitu Theodore Roosevelt, Presiden Amerika Serikat ke-26 menegaskan, mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman marabahaya kepada masyarakat.

Kemuliaan akhlak menjadi kata kunci kesempurnaan manusia (insan kamil). Tanpa akhlak manusia berperilaku tak ubahnya seperti hewan bahkan lebih sesat. Dalam QS Al A’raf 7 : 179, Allah menjelaskan : “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai”.

Tanpa akhlak manusia bagaikan robot bisa bergerak tapi tak punya akal dan hati. Manusia dalam penciptaannya merupakan makhluk yang terdiri dari dua dimensi: jasmani dan ruhani. Jasmani yang tersusun dari tanah liat jika tanpa ruh bagaikan benda mati seperti pahatan patung. Manusia kemudian bisa beraktifitas karena Tuhan memberikan ruh kepada tubuh manusia. Ruh inilah yang kekal abadi hingga kelak dimintai pertanggung jawaban dihadapan Tuhan Semesta Alam.

Jasmani sesuai sifatnya dari tanah maka manusia cenderung suka kepada materi, hal berbeda dengan ruhani yang lebih cenderung kepada immateri dan berpihak kepada kebenaran dan akherat. Maka menjadi manusia sehat, keduanya harus mampu dikendalikan oleh akal dan hati dibawah naungan cahaya robbi. Jika nafsu tidak bisa dikendalikan oleh akal dan pikiran maka manusia itu akan sakit. Sebaliknya jika akal dan hati bisa mengendalikan nafsu maka manusia akan sehat. Itu karena tubuh yang sehat berawal dari jiwa yang kuat.

Akhlak, budi pekerti atau moral merupakan wilayah kerja ranah ruhani. Asupan gizi ruhani akan membuat budi pekerti seseorang semakin baik. Asupan dimaksud adalah kegiatan keruhanian antara lain menjalankan ibadah sesuai keyakinan kebenaran agamanya masing-masing. Mengapa harus agama? Agama sejak awal dilahirkan sebagai pedoman hidup manusia untuk kesuksesan hidup dunia dan akherat.  

C.   PEWARISAN KURIKULUM
Upaya memperbaikan kualitas moral bangsa ini terus dilakukan oleh pemerintah. Pendidikan menjadi target utama media internalisasi nilai-nilai budi pekerti bangsa Indonesia. Melalui kurikulum nasional diterapkan berbagai pola pendidikan budi pekerti, mulai berdiri sendiri, terintegrasi hingga pembiasaan dalam kultur siswa di sekolah. Dengan materi pelajaran khusus pada Pendidikan Budi Pekerti atau dengan pelajaran lain yang linier seperti agama dan pendidikanmoral pancasila pada masa lalu.

Pada kurikulum baru mulai tahun 2013, Pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) punya kebijakan baru tentang kurikulum budi pekerti. Pelajaran agama menjadi sandaran dalam menyampaikan nilai-nilai budi pekerti di kelas. Ada beberapa bab dalam buku agama yang secara khusus membahas budi pekerti. Satu kondisi yang pernah terjadi pada kurikulum 1975. Padahal pada kurikulum KBK atau KTSP, pendidikan budi pekerti atau karakter secara nasional hanya disampaikan secara terintegrasi dengan seluruh mata pelajaran.

Disatu sisi kebijakan Pemerintah dinilai sebuah kemunduran, tetapi dilain pihak sebuah evaluasi yang progresif terhadap kurikulum Pendidikan Budi Pekerti. Jika melihat penjelasan di atas bahwa pembinaan akhlak terkait erat dengan pendidikan agama, maka kebijakan pemerintah menyatukan materi budi pekerti dengan agama merupakan keputusan yang tepat. Hanya problemnya jangan sampai terjadi “kemandulan” budi pekerti pada era 1970-an yang berujung pada penarikan kurikulum budi pekerti.

Kelahiran budi pekerti dengan wajah baru di tahun 2013 akan berdampak sistemik terhadap kelangsungan hidup kurikulum muatan lokal Pendidikan Budi Pekerti versi Kota Cirebon. Pola pembelajaran budi pekerti di kota wali ini berbeda dengan pola kebijakan pendidikan nasional. Model pembelajarannya disampaikan secara mandiri di kelas (KBM), dengan materi terpisah seperti umumnya pada pelajaran kurikulum nasional. Pendekatan pembelajarannya pun dengan metode game edukatif. Sebuah metode permainan yang mengantarkan pemahaman siswa terhadap nilai-nilai budi pekerti.

Perbedaan lain terletak pada isi kurikulum budi pekerti Kota Cirebon. Materi dari kelas tujuh hingga sembilan itu sebagian tersusun dengan tema-tema umum yang sedang berkembang di masyarakat. Seperti masalah flu burung, HIV AIDS, demokrasi dan sebagainya. Belakangan ini konsep budi pekerti seperti ini akan direvisi oleh tim MGMP Budi Pekerti Kota Cirebon, digantikan dengan konsep yang lebih relevan dengan nilai-nilai budi pekerti berbasis agama. Sayang, kelahiran kurikulum 2013 memaksa pendidikan budi pekerti kota Cirebon harus layu sebelum berkembang.

Penerapan kurikulum budi pekerti 2013 di Kota Cirebon seyogyanya tidak kemudian membuang habis warisan kurikulum budi pekerti muatan lokal kota ini. Ada beberapa hal yang bisa dilanjutkan untuk diaplikasikan dalam pembelajaran di kelas. Pertama, pendekatan game edukatif masih relevan diterapkan karena akan membuat makna nilai budi pekerti terasa ringan dipahami oleh siswa. Kedua, teknik penilaian gabungan atas evaluasi keberhasilan budi pekerti siswa masih diperlukan. Penilaian gabungan maksudnya, nilai budi pekerti selain disampaikan dalam KBM, juga disampaikan dalam pelajaran lain, dalam kegiatan siswa lainnya seperti ekskul. Termasuk pembiasaan sehari-hari anak didik di sekolah seperti piket kebersihan, ibadah dan sebagainya.

Pendekatan terintegrasi tersebut boleh disebut manajemen sekolah berbasis budi pekerti. Artinya berbagai program dan kegiatan sekolah harus bermuara kepada implementasi nilai-nilai budi pekerti. Jika budi pekerti melulu menjadi tanggung jawab pendidikan agama, maka tak ubahnya budi pekerti masa lalu yang hanya berujung pada kegagalan kurikulum. Semoga!

Cirebon, 10 September 2013


[1] Disampaikan dalam Pelantihan Budi Pekerti untuk guru SMP se-Kota Cirebon di Hotel Intan, 11-12 September 2013
[2] Pemateri adalah Sekretaris MGMP Budi Pekerti SMP Kota Cirebon. Guru SMP Negeri 4 Kota Cirebon. Magister Psikologi Pendidikan Islam IAIN Syekh Nurjati Cirebon.