November 16, 2011

BULAN PUASA, BULAN ANEH TAPI NYATA


Bulan Ramadhan datang lagi. Semua orang menyakini bulan ini bulan istimewa penuh berkah, bulan pengampunan. Nash Quran dan sabda Nabi pun menegaskan hal itu. Tapi adakah yang istimewa dalam kehidupan kita, selain sesuatu yang pernah kita ulang setiap tahunnya?



Memang bulan puasa, bulan aneh tapi nyata. Semua orang yang mengaku beragama Islam, mulai Islam syariat, Islam hakekat hingga Islam KTP. Mereka yang berpofesi pegawai, karyawan, buruh hingga pedagang menyambut bulan suci Ramadhan dengan penuh suka cita. Termasuk mereka yang dianggap penjahat, koruptor, pada bulan Ramadhan berubah menjadi sosok orang yang taat agama kendati simbolis.

Motifnya macem-macem. Ada yang berharap karena pahala Tuhan, tidak enak dengan mertua, pacar atau tetangga dan teman, sampai motif ekonomi, mencari keuntungan bisnis hingga dapat THR.

Menjelang puasa, orang-orang sibuk ber SMS ria, saling bermaaf-maafan dengan orangtua, sanak saudara, tetangga dan teman. Karena syariat menganjurkan untuk itu jika puasa kita tidak mau sia-sia alias amalannya ditolak.

Belum juga SMS bermaafan dihapus dari HP, orang-orang sudah sibuk memadati pasar-pasar, supermarket dan mall-mall. Apalagi tujuannya selain membeli segala barang yang dianggap sebagai kebutuhan puasa.

Belum juga barang-barang dipakai, orang-orang sudah sibuk bergegas ke masjid-masjid. Mereka berdesakan agar bisa mengikuti sholat tarawih berjamaah. Suasana malam pun begitu khidmat dengan lantunan ayat-ayat Quran tadarusan jamaah yang tersisa usai tarawih.

Secara ekonomi, rasionalisasinya bulan puasa meskinya bulan penghematan pengeluaran keuangan keluarga dan diet badan. Pasalnya pada bulan suci ini jumlah makan normal kita dari tiga kali sehari menjadi dua kali (sahur dan berbuka). Faktanya bulan puasa malah pengeluaran keuangan rumah tangga kian membengkak. Sama membengkaknya naik badan kita usai lebaran tiba. Seolah telah berhasil mengikuti program penggembukan badan. Benar-benar bulan aneh tapi nyata.

Waktu dini hari orang yang biasanya lebih memilih tidur atau kalau pun bangun sibuk nonton bola atau sekadar ngecek status facebook kini harus mau makan tuk sahur. Pagi subuh shaf masjid yang biasanya tidak penuh satu shaf pun pada bulan puasa justeru full.

Sayang.... Pemandangan itu hanya berjalan sesaat. Memasuki pertengahan bulan puasa bahkan minggu kedua kegiatan keagamaan Ramadhan mulai berkurang bahkan nyaris hilang. Tanpa disadari orang-orang perlahan tergoda untuk melangkahkan kakinya ke pusat-pusat perbelanjaan. Tergoda dengan iklan-iklan komersil media massa yang dikemas apik dengan simbol-simbol keagamaan.

Takbiran menggema pada malam lebaran membuat orang suka cita menyambutnya. Sesuatu hal yang berbeda sikap yang ditunjukkan oleh Rosul dan Sahabatnya pada masa itu justeru malah menangis, sedih ditinggalkan bulan Ramadhan. Bahkan ironisnya pada hari lebaran, tidak saja mereka yang berpuasa yang merayakan, umat (yang mengaku) Islam yang tidak berpuasa pun tampil gagah berbusana muslim muslimah.

Jadi apa makna puasa dan lebaran bagi umat Islam saat ini? Hanya orang- orang (yang benar-benar) beriman yang mampu merasakan lezatnya menjalani bulan suci Ramadhan. Wallahualam bishowab.