Juli 03, 2023

GURUKU MALANG, GURUKU SAYANG

Tanpa sadar, seringkali kita lupa. Lupa siapa saja yang bisa dan atau pernah membuat hidup kita sukses. Seolah, kesuksesan kita an sich hanya diraih dari jerih payah keringat kita. Jikalau pun ingat, hanya terhenti atas kuasa Allah dan doa orang tua.

Padahal kesuksesan kita bukan hanya variabel itu. Siapakah mereka? Banyak berderet nama-nama jika kita urut satu persatu. Sejak awal dalam kandungan, lahir tumbuh kembang hingga pada titik sekarang ini. 

Paling tidak, rasa syukur dan terima kasih wajib dan harus disampaikan kepada Allah Swt. Jika tidak, bisa kualat. Orang tua kita yang kedua. Ketiga guru-guru kita. Guru sejak PAUD/TK dan SD, guru SMP SMA (sederajat), masa kuliah. 
Guru-guru ini adalah deretan orang-orang yang harus dimuliakan. Karena sejatinya mereka adalah orang-orang pilihan yang diturunkan dimuka bumi. 

Guru mulia adalah guru berilmu, beramal dan berakhlak. Ini syarat mutlak guru. Siswa pintar, karena dididik dan diajar guru pintar. Siswa berakhlak, karena dididik dan diajar guru pintar. 

Jadi tak ada tempat dan bukan tempatnya jika ada orang mengaku guru namun tak berilmu, tak mau beramal dan tidak bermoral baik. Tak punya rasa sayang, hormat dan mengayomi. Beturur sopan, berlaku santun. 

Begitu beratkah tugas guru? Off course ! Sudah dibilang guru itu manusia pilihan. Tak sebarang orang bisa menjadi dan mengklaim dia guru. Maka sebelum menjalani profesi guru, ia harus melewati kawah candradimuka.

Sebuah kawah yang akan menempa, menguji dan memberi tantangan kepada mereka calon guru. Lembaga pendidikan menjadi lembaga yang paling bertanggung jawab terhadap kualitas guru-guru. 

Bukan hanya tertuju pada perguruan tinggi, tetapi mulai pendidikan usia dini, dasar, dan menengah. Ini artinya cita-cita guru harus mulai terdeteksi sejak dini. Sehingga embrio guru ini sudah dikawal sejak awal. Diperlakukan berbeda dengan anak-anak lainnya. Repotkan?

Yah paling tidak, kawah yang paling mungkin dan mudah disiapkan adalah perguruan tinggi pendidikan. Mahasiswa kampus ini harga mati harus berbeda prototipenya harus berbeda dengan mahasiswa kampus atau fakultas lain. 

Konon, bagi mahasiswa keguruan itu kehadiran di dalam ruang kelas kuliah sangat diperhatikan. Itu bagus. Tapi juga sikap dan perilakunya selama kuliah juga harus terpantau, baik di dalam maupun diluar kampus. 

Grand desaint ini menegaskan, kampus keguruan idealnya harus terpisah mandiri, tidak menyatu dari kampus atau fakultas berbeda. Tujuan agar lebih fokus menempa. Tujuannya biar tak ada godaan menuntut ilmu. Seperti kampus-kampus militer, pondok pesantren.

Masa seleksi calon guru di sekolah menjadi tahap krusial. Ketua yayasan, kepala sekolah atau dinas pendidikan, badan kepegawaian harus memiliki standarisasi kualitas guru ideal. Kriteria dan materi seleksinya berbeda dengan calon pegawai lainnya. 

Seperti di sekolah-sekolah yayasan, mereka punya standar ideal calon guru. Sesuai kebutuhan mereka dalam mengajar dan mendidik anak-anaknya. Biasanya selain kompeten dan linier keilmuannya juga berkepribadian baik, penyayang anak. 

Bagi sekolah berlabel agama, ada yang menerapkan bagi guru pria tidak merokok. Semua guru dan pegawai jika waktu sholat wajib tiba semua sholat berjamaah di masjid. 

Ada banyak kriteria standarisasi kualitas guru. Itu semata-mata untuk memagari marwah dunia pendidikan dalam mencetak anak bangsa berilmu, beramal dan berakhlak. Memang merepotkan untuk sebuah hasil yang memuaskan.

Beratnya tugas guru, maka perlakuannya juga berbeda. Berbeda lebih baik kesejahteraanya, berbeda dalam ketentuan libur dan cuti. Berbeda pengawasannya. Juga berbeda dalam hubungan sosial dengan dunia mereka.

Jika ada yang gagal paham dengan dunia guru. Ada beberapa kemungkinan. Ia berada pada lingkungan dimana guru-gurunya asal menjalankan tugas. Atau dia bukan anak guru, tidak bertetangga dengan guru. Bisa jadi selama sekolah atau kuliah tidak dekat dengan guru. Atau melihat sebagian gurunya tak ubahnya pegawai lainnya. 
Wallahu'alam bishowab.

Pronggol, 4 Juli 2023 l 03:10