Februari 04, 2021

TOKO INI TAK PERNAH TUTUP

Tak ada yang bisa menandingi toko ini. Tak kenal cuaca, waktu dan tempat, ia tetap buka. Melayani pelanggannya di mana pun kapan pun.   Mulai bangun sampai tidur lagi, toko ini tetap setia menanti. Sampai pelanggannya bosan sendiri melayani kesetiaan sang pemilik toko. 

Catatan:
DENY ROCHMAN
Pelanggan Baru Toko Tanpa Tidur

Sejak 16 Januari 2021 lalu, saya tanpa sadar menjadi pelanggan toko ini. Di tengah aktifitas rutin, toko ini selalu setia melayani segala kebutuhan konsumennya. Siapa pun dia. Apa pun profesinya. Di mana pun dan kapan pun. Anda boleh tidak percaya, saya pernah dilayani tengah malam pukul 00:00. Waktu di mana orang-orang sudah menarik selimutnya. Sudah berpindah alam mimpi. Transaksi usai saya menuntaskan misi komunitas. Ngoprek halaman redaksi Gelemaca Radar Cirebon tiap Rabu malam.
Hampir dua minggu saya berburu kebutuhan kelengkapan sepeda. Satu kegiatan yang cukup mencuri waktu kesibukan saya sebagai ASN. Frame sepeda jadul konon produk Scott USA. Inilah yang membuat penasaran saya. Penasaran dengan orang-orang yang asyik berburu sepeda jadul, jaman dulu. Menjadi topik obrolan santai ketika gowes, saat sruput kopi atau sekadar leyeh-leyeh di pojok perkantoran. 
Semula, saya ogah membuang waktu berproses ngurusi merakit sepeda. Apalagi mendengar nilai rupiahnya tak sedikit. Sepadan dengan membeli sepeda yang sudah jadi. Tersedia dilapak-lapak toko, tinggal tunjuk. Tinggal pilih. Tinggal bayar. Tak perlu berjam-jam, berhari-hari mencari sparepart sepeda. Dari toko satu ke toko sepeda lainnya. Dari bengkel satu beralih ke bengkel lainnya. Dari forum diskusi kaki lima ini ke forum sepedaan lesehan lainnya. Belum puas, panteng scroll marketplace media sosial atau online shop.
Tapi itulah uniknya. Kegilaan yang irrasional tapi bagi sebagian malah menikmatinya. Seperti halnya orang memancing di sungai, di kolam bahkan di laut. Untuk mendapatkan beberapa ekor ikan harus rela berpisah dengan anak isteri di rumah. Berjam-jam melototi kampul umpan di atas permukaan air. Hembusan angin, sengatan sinar matahari, perut yang lapar tak dirasa. Ada kenikmatan, ada kebahagiaan yang dirasakan mereka, namun tak dirasakan orang lain yang tak hobi mancing. Cukup mereka datang ke pasar, beli kiloan ikan sesuai selera.
Sama gilanya pengusaha muda Azrul Ananda yang mengoleksi hingga 100-an lebih sepeda gowesnya. Kenapa gila? Dengan hobi barunya harus merogoh kocek tabungannya dalam-dalam. Harga satu sepedanya bernilai puluhan bahkan ratusan juta. Mulai merk lokal hingga interlokal dan internasional. Rute gowesnya juga bukan kelas asal gowes. Tidak lagi antar kota antar provinsi seperti bis AKAP, apalagi cuma antara kau dan aku. Gowes mingguan. Tetapi sudah antarnegara, antarbenua di belahan bumi lain. Tak hanya jalan datar dan terjal. Jalan pegunungan tinggi pun ia libas.
Sakaw gowes juga perlahan meraksuki temen-temen Radar Cirebon. Yah jika diurut, kawan-kawan jurnalis ini mungkin salah satunya terpapar virus gowes dari Azrul Ananda. Maklumlah group Radar di mana pun tak lepas campur tangan Abah Dahlan Iskan. Bos koran yang juga orang tua Azrul. Sejak pandemi tiba, personil Radar mulai akrab dunia gowes. Sampai-sampai jadi program resmi kantornya. Gowes sabtuan dengan tema Asal Gowes Cirebon Kanton. Sebuah program mengeksplor  potensi desa-desa di Kab. Cirebon. Liputannya ditayangkan rutin di koran, televisi (RCTV),  facebook, instagram, channel youtube, website hingga blog-blog pribadi.
Sejak virus gowes menjangkiti wong Radar, siang malam, waktu kerja maupun santai topik obrolannya gowes melulu. Sepeda bak isteri kedua yang bisa berebut kasih sayang, uang dan waktu. Mereka tiada hari terus mengup date informasi seputar dunia gowes. Apakah tentang tips gowes, namun seringnya share produk unik, terbaru, termahal, termurah. Koleksi sepedanya pun mulai bertambah. Dari MTB, bergeser ke roadbike, bertambah minion, sepeda jadul dan kini mulai demen dengan sepeda lipat. Menu gowesnya pun hampir tiap hari dilakukan. Sekadar cari keringat sampai cari sarapan.
Syahbana, salah satu pegowes Radar yang koleksinya makin nambah. Ada tujuh sepeda di rumahnya. Dilihat dari model dan jenisnya bukan sepeda ecek-ecek. Mas Direktur Radar ini kelihatannya terinspirasi dari bos besarnya Pak Yanto S Utomo. CEO Radar Cirebon group ini sebelum pandemi sudah hobi bersepeda. Dengan sepeda roadbike bersama pasukan khususnya Pak Yanto menjelajah jalanan lintas kota. 
Salah satu koleksi Syahbana yang mencuri perhatian adalah sepeda federal jadul. Warna putih kombinasi hitam dipermanis dengan stang kumis dan kerajang barang di depannya. Sesekali sepeda ukuran 26 itu ia gowes Sabtuan jika medan jalan datar. Keunikan sepeda teman satu liting masa jurnalis ini membuat saya penasaran. Beberapa kali mencoba mencari info penjualan produk sepeda jadul. Targetnya sepeda federal produk asli Indonesia yang sempat mendunia era 1980-an. Setelah disearching, frame sepeda ini memang bukan sembarangan.
Banyak penghobi gowes berburu sepeda legendaris tersebut. Berburu ke toko online hingga ke kampung-kampung. Bahkan mereka mau membayar mahal frame yang sudah masuk tumpukan barang rongsok. Seperti frame sepeda saya yang diperoleh dari tukang rongsok di sentra Panguragan Kab. Cirebon. Saat tim gowes Radar Cirebon menyambangi Desa Karanganyar pada 16 Januari lalu. Hanya saja bukan federal tapi scott USA. Walaupun sepintas sepeda MTB atau balap masa itu framenya beda-beda tipis. Antar federal, scott, produk Taiwan, China atau Jepang.
Deretan sepeda jadul itu bagi para fansnya disebut harta karun. Fisik framenya kusam namun punya nilai estetika dan rupiah tinggi. Saya pun akhirnya memutuskan membeli frame sepeda scott rongsokan di tepi jalan Panguragan. Itu pun atas rekomendasi Syahbana, yang lebih paham dunia sepeda jadul. Sebelumnya pernah berburu sepeda yang katanya federal di marketplace hingga COD di rumah penjual di Sumber. Namun ternyata sepeda itu hanya berstiker federal. Faktanya sepeda taiwan. Saya urung beli karena ukurannya terlalu minimalis untuk saya, selain alasan bukan federal.
Sejak menjadi konsumen online shop saya menerapkan screening produk dan produsen. Maklum pada masa awal, jual beli onlineshop sempat kurang nyaman. Harus transfer uang dulu terus barang dikirim. Barang diterima kadang tak sesuai ekspektasi informasi awal. Kini dengan pola baru online shop mulai tertarik. Bisa bayar di tempat saat barang sampai. Artinya jika barang tak sesuai bisa saja dikembalikan (kirim ulang). 

Untuk tidak terjebak dunia online shop maka sebagai pembeli kita wajib memiliki trik. Pertama, tetapkan dari awal kebutuhan yang kita cari. Ingat yah, kebutuhan bukan keinginan. Jika tidak kita akan terseret arus konsumtif. Karena pasar online menjajakan banyak jenis dan fungsi produk. Seringkali semula hanya beli dua produk malah keranjangnya sampai penuh produk lainnya. 

Kedua, cari barang sesuai harga dan kualitas yang dicari. Banyaknya produk, penjual dan reseller membuat harga bersaing. Satu produk yang sama, harga ditawarkan berbeda-beda. Termasuk berbeda toko online berbeda juga harganya. Jika pembeli mau hemat, jangan malas untuk berkunjung ke banyak pasar online. Ada Lazada, Shopee, Bukalapak, Tokopedia, Blibli serta berbagai media sosial, web dan blog onlineshop lainnya. Google menjadi referensi dan pintu masuk awal bagi mereka yang belum terkoneksi dengan aplikasi shopping.

Ketiga, pelajari kualitas produk dan produsen. Caranya, membaca deskripsi produk, melihat berbagai testimoni pembeli sebelumnya. Apakah puas, kecewa atau bahkan marah dengan pelayanan atau produk yang tak sesuai harapan. Bagi pembeli marketplace facebook, pelajari profil penjual. Apakah dia pemakai atau pemain (penjual). Ini bisa dilihat riwayat produk yang ditawarkan. Semakin banyak sebelumnya ia menawarkan produk, maka dipastikan ia adalah pemain (penjual). Sebaliknya  demikian. Lebih baik jika ada kawan atau saudara kita sudah pernah beli dan memakai produknya.

Jika ia pemakai, biasanya tawaran harganya bisa dinego habis. Rata-rata mereka jual butuh atau barangnya sudah jarang dan tidak pernah dipakai. Berbeda dengan pemain. Jual beli mereka dilandasi dengan prinsip ekonomi. Kalau pun berani dilepas harga murah biasanya karena cuci gudang, cukup balik modal. Namun tidak ada yang salah dalam perspektif jual beli. Asalkan cocok, sepakat, saling menguntungkan. Tidak tipu-tipu, apalagi memaksa. Seperti saat penawaran ada yang menulis: jangan nawar sadis. Atau wartawan minggir, dan sebagainya. Jika jual beli  tak jadi, penjual menyampaikan sumpah serapah.

Layanan online shop belakangan ini makin menggoda. Pelaku usaha digital berani bayar ditempat barang yang mereka beli. Memberikan deskripsi produk secara detail. Membuka layananan chat dan jaminan garansi. Hal yang tak lazim biasa dilakukan pada masa awal menjamurnya bisnis ini. Pembeli harus transfer seharga barang plus ongkir. Ini yang membuat tak sedikit orang malas membeli online. Belum lagi barang yang dibeli tak sesuai harapan. Kalau pun ada garansi atau tukar barang (komplain), pembeli online malas untuk mengurusnya.

Perubahan juga nampak pada layanan bisnis facebook. Medsos market leader digital ini tak mau kalah saing dengan web onlineshop seperti lazada, bukalapak, shopee, tokopedia atau kelas dunia sepeti alibaba dan lainnya. Fitur markeplace fb selarang lebih mudah dan komplit dalam satu menu layar. Saya pun sempat mencoba kekuatan sale marketplace. Menjual sepeda gunung milik pribadi sejak 2019 lalu. Dalam hitungan detik, sepeda merk Genio Soulbeat Elite Sepeda MTB - Hitam [26 Inch] langsung diserbu pembeli. 

Saya kewalahan melayani berbagai pertanyaan japri dari pembeli. Dalam satu hari sedikitnya ada 100 pembeli tertarik dengan sepeda satu pabrikan dengan United. Tentu saja ada yang menawar serius tak sedikit juga asal. Harga sepeda net Rp 1 juta sampai ada pembeli yang nawar Rp400 ribu. Tak sampai dua hari sepeda kenangan itu dipinang dengan harga penawaran oleh seorang pelajar dari pesisir Kota Cirebon. 

Sepeda hitam gagah itu terpaksa dilepas agar ada yang bisa melanjutkan merawatnya. Di bagasi rumah sering kehujanan dan kepanasan karena ruangnya terbatas. Menyusul jumlah penghuninya terus bertambah. Selain ada motor Yamaha Mio juga ada sepeda MTB "United" dan sepeda lipat Police Element. Belum lagi calon penghuni baru, si merah Scott USA yang tengah dalam proses kelahirannya, di rakit. Frame Scott oleh-oleh gowes Radar Cirebon di daerah Paguragan Kab. Cirebon. Daerah sentra barang bekas rongsok segala macam kebutuhan. 

Proses kelahiran si merah terbilang cepat. Hanya selang dua hari, frame basic warna biru itu langsung berubah warna merah. Kang Damiri, awak Radar Cirebon yang membantu proses barang mentah setengah jadi. Sang repainer adalah Bayong, yang menjadi buah bibir kaum asal gowes radar. Pekerjaan finishing, diserahkan sang maestro mekanik, Agus Liar. Bengkel sepeda yang bermarkas di Toko Agung, samping toko kues Ruby. Dalam waktu 4 jam, si merah sudah siap mengaspal jalanan Cirebon.

Gara-gara si merah ini dalam sepekan waktu saya tersita. Berburu sparepart untuk kesempurnaan produk asal Amerika tersebut. Di sela kegiatan mantengi marketplace dan web online shop. Berharap menemukan barang baru atau secound yang layak pakai. Kendati akhirnya saya menyerah. Tak bisa waktunya diperdaya oleh online shop. Terlebih mata ini lama-lama di layar ponsel bercucur air mata. Sedih belum dapat juga, dan kelelahan. Kini nasib si scott mulai membaik. Sudah menjalani tes drive kiloan meter bersamaa pujaan hati, mantan pacar. Yah scoot merah ini khusus disiapkan buat mboke bocah yang mulai demen gowes. (*)