Juni 27, 2020

CARA KELIRU MEMILIH KETUA RW

Oleh: Deny Rochman

Bagaimana cara pemilihan calon ketua RW di kampung Anda? Tiap kali ada ajang pemilihan calon ketua RW selalu cara voting yang dipilih. Nyaris jarang yang ditentukan melalui musyawarah, apalagi aklamasi. 

Tradisi ini hampir terjadi juga pada ajang serupa. Ajang pemilihan pemimpin di masyarakat, lembaga, organisasi di semua level. Seolah voting atau pemungutan suara one man one vote menjadi pilihan yang terbaik. 

Boleh jadi, voting ala demokrasi barat ini bagian bab yang banyak dibaca. Cara ini juga yang menjadi dasar pemilihan umum pemimpin negara, kepala daerah. Atau jabatan politik lainnya, termasuk di level RT RW perkotaan. Walau, pemimpin terakhir ini tak seberuntung pemimpin di level lainnya. 

Yah, jabatan RW untuk fasilitas sangat minim. Makanya jabatan ini dilabeli pengabdian. Prinsip kerjanya, sabar dan ikhlas. Termasuk sabar diomeli warga. Giliran suruh bayar iuran kampung, banyak yang ogah. Kini, para RW pun gigit jari tak mengelola bantuan pemerintah (bawal) tiap tahunnya.

Sekalipun ketua RW adalah jabatan pengabdian tapi toh tiap pemilihan selalu menarik perhatian. Tak kalah seru dengan pemilihan kepala desa di kabupaten. Beberapa kasus ada yang bermain politik uang. Konflik antarpendukung terjadi. Keretakan sosial berlanjut hingga kekuasaan RW diraih. Masyarakat terkotak dalam konflik pasca pil RW.

Potret ini adalah sisi suram demokrasi langsung ala barat: one man, one vote. Parahnya lagi konflik di tingkat warga bagai api dalam sekam. Ia akan meledak kapan pun jika dipicu masalah suksesi ketua RW. Padahal calon ketua RW tiap periodenya itu 3L: lo lagi, lo lagi dan lo lagi. Jarang ada wajah baru.

Ketiadaan wajah baru calon ketua RW atau poros baru karena pola demografi di RW lebih homogen. Sistem sosial di level ini cenderung kekerabatan. Terbentuk karena keluarga besar. Lahir berkembang dan beranak pinak di kampung tersebut. Jika satu orang mengalami gesekan konflik akan melibatkan gerbong keluarga besarnya.

Jika realitas sosial di RT RW seperti itu, masihkah demen dengan sistem pemilihan voting bebas? Kapan dan bagaimana pengurus RW akan fokus membangun kampungnya? Dan ada banyak sisi kekurangan demokrasi langsung di level kampung. Sadar dengan vote effect itu, pemerintah pun mulai mengkaji pemilu serupa.

 Nah ini pertanyaan menarik. Sudah benarkah pemilihan ketua RW selama ini? Benar sesuai ketentuan yuridis formal aturan yang ada. Rasanya ada kekeliruan yang harus mulai diluruskan. Secara hukum formal, sebenarnya pemilihan calon ketua RW cukup melalui musyawarah dengan sesederhana mungkin. Tapi kenapa prakteknya harus pemilu langsung yah?

Terpenting dalam musyawarah itu dihadiri unsur tokoh agama, masyarakat, pemuda, perempuan dan warga lainnya misalnya dari unsur keluarga besar di kampung itu. Jika kemudian dalam musyawarah tersebut tak ada kata sepakat, maka voting terbatas masih bisa ditempuh.  Tanpa harus terjadi benturan sosial berskala besar dan luas antarpendukung. Yang jelas, sistem musyawarah memiliki kelebihan tersendiri.

Sampai di sini dulu tulisan ini. Jika masih ada yang bingung apalagi tidak setuju, menolak ide tulisan ini monggo. Monggo kita belajar lagi, buka lagi aturan-aturan tentang pemilihan ketua RW. Kalau masih belum puas juga, monggo bisa diskusi offline sambil ngopi-ngopi biar ngobrolnya adem. Hehe... (*)

*) Ketua RW 01 Kemakmuran Kel. Pegambiran Kota Cirebon, 22 Agustus 2017 hingga 21 Agustus 2020.