Juni 04, 2018

MENANTI SINERGITAS GERAKAN LITERASI WARGA MUHAMMADIYAH

Sahur puasa hari ini, menunya terlalu berbeda. Menu itu memacu kerja otak saya yang sebelumnya bangun agak malas karena telat tidur. Sebuah tulisan ringan berjudul "Menculik Semangat Menulis Ibu-ibu Aisyiyah" karya Mas Kadir. Tulisan itu ia share dan tag di group whatsapp dan facebook.

Share tulisan penulis muda produktif sekaligus provokatif ini memang bukan yang pertama. Setiap kali ia menulis, baik di medsos maupun surat kabar, tak pernah luput tulisannya ia share ke saya. Tak tahu apa alasan khususnya, bisa jadi antara aku dan dia memiliki kesamaan. Paling tidak sama-sama pejantan tangguh yang demen dunia literasi.

Boleh dibilang penulis yang satu ini ahli segala bidang. Bidang yang ia tulis apa saja. Yang penting menjawab kegelisahan moral dan intelektual dia. Tulisannga bernar, tapi kadang nakal dan ga sopan. Namun dari banyak tulisan yang berseliweran, tulisan yang waktu sahur tadi yang dishare saya tergerak untuk ikut bersuara.

Sepintas isi tulisan ini biasa saja. Tulisan yang mengulas tentang kegiatan pelatihan menulis. Hal serupa banyak dialami orang lain. Kendati dilihat judulnya agak horor: MENCULIK SEMANGAT MENULIS IBU-IBU AISYIYAH CIREBON. Imajinasi kita dibuat kriminal jika membaca kata menculik. Tapi itulah jualan penulis agar karyanya bisa dilirik dan dibaca pembaca.

Jika pelatihan menulis dilakukan oleh guru atau mahasiswa itu mah biasa. Apalagi kalau tujuannya biar mudah lulus kuliah atau agar gampang naik pangkat. Tapi melatih menulis bagi ibu-ibu, bahkan ada yang sudah usia lanjut itu bukan perkara mudah. Lebih-lebih selama ini kendala mereka menulis karena alasan waktu ngurusi banyak pekerjaan.

Syamsudin Kadir dalam tulisannya menyebutkan, ada kejutan saat pelatihan 3 Juni lalu. Peserta dari ibu-ibu Aisiyah Kab. Cirebon ada yang menulis menyentuh hati. Judulnya "Persahabatan itu Indah". Ini ditemukan saat sesi praktek menulis sebagai lanjutan sesi materi.

Acara yang diselenggarkaan Pimpinan Daerah Aisyiyah Kabupaten Cirebon menugaskan semua peserta untuk praktek menulis. Mereka menulis dalam bentuk berita, cerita pendek, kisah inspiratif, nasehat hidup, motivasi, pengalaman, dan sebagainya. Tema pelatihan

"Menulis Kreatif Di Era Serba Gratis".


Semangat ibu-ibu Aisiyah memberikah hikmah bagi banyak orang. Pertama, proses belajar tidak mengenal usia. Jika ada kemauan pasti di sana akan tumbuh kemampuan. Tinggal bagaimana membagi waktu menulis. Tinggal bagaimana menstabilkan mood untuk terus menulis, menulis dan menulis. Tidak hanya membara saat pelatihan berjalan, usai itu redup bahkan padam.

Kedua, kebutuhan akan kemampuan menulis tak melulu kaum Adam. Semua manusia adalah memiliki kebutuhan yang sama, karena manusia adalah makhkuk literasi. Karena manusia adalah makhluk berfikir, berakal. Sehingga ketika ada kesempatan maka potensi itu akan berkembang.

Ketiga, melatih kemampuan menulis ibu-ibu Aisiyah mengokohkan citra organisasi. Sebagai bagian organisasi Muhammadiyah, citra Aisyiyah tak bisa lepas dengan budaya intelektual. Budaya literasi yang sudah mentradisi dalam dinamika organisasi Islam ini. Organisasi ini banyak melahirkan ulama yang intelek, intelek yang ulama. Amal usaha pendidikan, alumni dan karyanya bertebaran dimana mana.

Harapan ke depan, pelatihan sejenis tak hanya dilakukan oleh organisasi seperti Aisiyah. Berbagai elemen organisasi di Muhammadiyah, khususnya ortom dan AUM harus ikut ambil bagian dalam mengembangkan kembali khazanah intelektual. Khazanah yang akan mampu membangun peradaban lebih yang lebih baik: masyarakat utama yang di ridhoi Allah Swt.

Harapannya, kemampuan menulis tak hanya good mood masa-masa pelatihan. Tantangan dan perjuangan sesungguhnya adalah mempertahankan mood menulis di segala waktu. Warga Muhammadiyah harus ikut aktif membawa perubahan positif melalui gagasan di banyak media informasi yang beragam dan bahkan gratis seperti di medsos.

Kehadiran beragam medsos yang dicermati sebagai peluang dakwah gerakan dengan segala bentuk variannya. Sungguh memalukan jika berada atau postingan medsos kita hanya dipenuhi karya copas orang lain dari group sebelah. Bukan tak boleh tapi jika kebiasaan akan membunuh matinya kreatifitas ide original karya warga Muhammadiyah yang dikenal kritis namun santun. Semoga.... (*)

Pronggol, 4 Juni 2018


SEMPAT ALOT, 955 SISWA AKHIRNYA NAIK KELAS

Nasib 955 siswa nasibnya akan ditentukan dalam rapat guru. Mereka adalah siswa SMP Negeri 4 Kota Cirebon. Dalam penentuan kenaikan siswa, pihak sekolah hingga menggelar rapat dua kali. Siswa yang dinyatakan naik harus memenuhi kriteria yang sudah ditetapkan.

Dua rapat yang digelar adalah pada hari Sabtu 2 Juni 2018. Rapat finalisasi kenaikan kelas dilakukan pada sidang pleno pada hari Senin 4 Juni 2018. Sebelumnya, sebagai puncak proses kegiatan belajar para siswa mereka harus mengikuti evaluasi berupa ujian kenaikan kelas yang dilaksanakan dalam satu pekan, 21 - 26 Mei 2018.

Wakasek Kurikulum Wahyono menjelaskan kriteria siswa yang dinyatakan naik kelas. Pertama, siswa menyelesaikan KBM 2 semester. Kedua, deskripsi sikap baik dengan kriteria sikap spiritual dan sosial baik, tingkat kehadiran 75%. Ketiga, tidak memiliki nilai dua mapel dibawah standar KKM.

"Syarat keempat untuk mapel PAI, PKn dan Bahasa Indonesia minimal baik. Selanjutnya nilai ekstrakurikuler pendidikan Pramuka minimal baik," tutur Wahyono mendampingi Kepala Sekolah Hj Sumiyati, S.Pd., M.Si di depan rapat dewan guru, Senin (4/6).

Pada rapat pra kenaikan pada Sabtu 2 Juni berjalan sedikit alot. Diketahui ada siswa yang masih menjadi catatan untuk dinaikan. Namun dengan berbagai pertimbangan, siswa tersebut akhirnya diberi kesempatan belajar ke jenjang berikutnya. Sehingga total jumlah siswa sebanyak 955 anak kelas 7 dan 8 ditetapkan naik semua.

"Dari jumlah siswa yang ada di kelas 7 dan 8 dinyatakan semuanya naik kelas," tandas Kepala Sekolah Hj Sumiyati, S.Pd., M.Si di depan dewan guru. Pada kesempatan itu kepala sekolah pebisnis ini menyampaikan terima kasih kepada guru-guru yang sudah bekerja dengan baik dalam proses pendidikan dan pengajaran. Pihaknya berharap ke depan agar lebih baik lagi.

Dalam kesempatan itu, kepala sekolah pertama perempuan di SMP 4 ini menyampaikan informasi kegiatan. Menurutnya pada 6-7 Juni sekolah akan mengadakan program Mabita (malam bina iman dan takwa). Acara bermalam tersebut sekaligus penutupan kegiatan penguatan pendidikan karakter pesantren kilat. Diakhir rapat pihak sekolah membuka saran pencalonan wakasek dan bendahara. (*)

PETUGAS TPS BISA DIPIDANA

Jangan sepelekan kerja petugas tempat pengutan suara (TPS) pada pilkada Jawa Barat dan Kota Cirebon. Kelompok Penyelenggara Pengutan Suara (KPPS) tersebut punya strategis dalam ikut menentukan proses pemungutan dan perhitungan rekapitulasi suara. Jika tak sesuai aturan mereka bisa diancam pidana. 

"KPPS sebagai penyelenggara pemilu punya peran strategis. Sebagai penyelenggara harus bertugas sesuai aturan perundang-undangan. Jika petugas KPPS tak memiliki integritas dan netralitas, jika terbukti bersalah melanggar aturan bisa diberikan sanksi pidana," tandas Komisioner KPU Kota Cirebon DR Sanusi, SH MH, Minggu (3/6).

Sanusi membacakan sambutan tertulis ketua KPU Kota Cirebon Emrizal Hamdani di depan ratusan ketua KPPS se- Kecamatan Lemahwungkuk. Seluruh anggota KPPS yang diwakili ketuanya dilantik dan diambil sumpahnya dibawah kita suci agama. KPPS yang hadir dari empat kelurahan yaitu Pegambiran,  Lemahwungkuk, Panjunan dan Kasepuhan.

Hadir dalam prosesi pelantikan dan pengambilan sumpah unsur dari Panitia Pemilihan Kecamatan Lemahwukuk, Panitia Pemungutan Suara lima kelurahan, camat setempat, kapolsek dan unsur undangan lainnya. Prosesi pelantikan dilakukan secara bergilir oleh PPS masing-masing.

Menurut Sanusi, prosesi pelantikan dan pengambilan sumpah dilaksanakan secara serentak di 5 kecamatan, 22 kelurahan dan 579 TPS se- Kota Cirebon. Pihaknya berharap, agar KPPS bisa menjalankan tugas dan kewajibannya dengan baik dan penuh rasa tanggung jawab. Perlu koordinasi dan komunikasi dengan sejumlah pihak dalam bertugas.

"Kerja KPPS perlu bersungguh-sungguh, cermat, teliti, jujur, adil dan konsisten terhadap data yang diperoleh dari pemungutan dan rekapitulasi suara. Data ini sangat penting untuk menentukan jumlah akhir perolehan masing-masing pasangan calon, baik paslon gubernur Jabar maupun paslon walikota Cirebon," ungkapnya mengingatkan KPPS.

Jika KPPS tak bekerja profesional maka akan mencederai demokrasi. Pihaknya berharap perlunya integritas dan netralitas dalam menjalankan tugas KPPS agar pelaksanaan pilkada di Kota Cirebon bisa berjalan sukses tanpa ekses. (PaDE)