Juli 20, 2018

MELAWAN TEROR PPDB

Miris dan menakutkan menghadapi momen penerimaan siswa baru tiba tahun ini. Kendati masalah tekanan kelompok tertentu bukan yang pertama terjadi. Tahun-tahun PPDB SMP Negeri Kota Cirebon selalu diwarnai aksi teror kepada sekolah-sekolah dan Dinas Pendidikan. Namun tahun ini terasa begitu mencekam.

Hampir setiap hari ada isu gelombang tsunami PPDB jilid 2. Walau kabar itu berubah menjadi berita hoax. Isu pertemuan demi pertemuan di berbagai tempat terus berkembang liar. Kiriman amplop nama-nama calon siswa baru titipan berseliweran. Ada yang mengaku dari kelompok tertentu. Ada juga yang menyebut-nyebut dari anggota dewan atau lainnya.

Kondisi Kota Cirebon yang tengah mengalami vacum of power pasca pilwalkot tak membuat tekanan politik surut. Dinas Pendidikan selalu pasang kuda-kuda. Para kepala sekolah negeri mengurangi tidurnya. Silih berganti kedatangan tamu, bunyi hapenya tak pernah berhenti. Guru-guru pun ikut cemas.

Tahun ini benar-benar tahun pertempuran. Pertempuran mengamankan perwali. Perjuangan mengamankan seluruh sekolah negeri, dan mungkin juga sekolah swasta. Para siswa dan guru-guru pun dipastikan harus didanai uang negara. Sekolah siswa didanai oleh BOS. Mereka bisa tercatat ikut Ujian Nasional. Tunjangan profesi sertifikasi guru tak bermasalah.

PPDB tahun ini menjadi sorotan publik. Bahkan pantauan pemerintah pusat dalam hal ini Kemdikbud. Kota ini tahun lalu pernah mengalami persoalan serius tentang PPDB. Jumlah siswa baru melebihi daya tampung sekolah. Akibatnya sisa siswa lebihi kuota terancam tak didanai oleh BOS. Tak bisa ikut ujian nasional.

Tahun ini aturan tetap sama. Setiap rombel kelas tak lebih dari 32 anak. Setiap sekolah tak lebih dari total 33 kelas. Fakta yang berkembang, masa tahun pelajaran sudah berjalan, gerakan para pejuang siswa baru belum terlihat mereda. Satu demi satu siswa yang sudah terdaftar diberbagai sekolah pilihan kedua mulai ditarik. Menumpuk dibeberapa sekolah favorit.

Pergerakan siswa titipan terus berjalan. Siswa "floating mass" ini terus ditawarkan ke sekolah-sekolah favorit. Kendati anak tersebut sudah diterima bahkan sudah mengikuti masa orientasi sekolah pilihan kedua. Keadaan ini bisa memicu ketidakharmonisan antarsekolah. Sekolah favorit dan belum favorit.

Kepala sekolah "kelas dua" merasa didzolimi karena siswa barunya dibajak. Jumlahnya terus menyusut, berujung menyusutnya jumlah dana BOS yang akan diterima. Sementara biaya operasional mereka sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Sama mendanai tenaga honorer dan kebutuhan sekolah lainnya. Guru-guru negeri pun tetap harus mengajar jumlah siswa yang sama agar tunjungan sertifikasi tetap cair.

Kepala sekolah di sekolah favorit katanya juga tak kalah pusingnya. Penuh sesaknya jumlah siswa baru tak membawa berkah bagi sekolahnya. Malah sudah terbayang musibah yang akan menghampiri mereka. Rombel akan melebihi 32 anak, overload lebih dari 33 kelas. Anak-anak tak semua didanai BOS. Nasib mereka belum pasti bisa ikut UN.

Keadaan itu akan menghambat proses percairan sertifikasi guru. Tambah repot kepala sekolah akan kena sanksi. Data dapodik tak mau menerima input data siswa baru tahun ini. Kesalahan tahun lalu terulang. Tampaknya sistem akan sulit memaafkan. Proses pendidikan di Kota Cirebon menjadi rumit.

Siapa yang harus bertanggung jawab? Kita semua. Yah kita semua warga Kota Cirebon yang masih peduli akan masa depan kota ini ingin lebih baik. Yang masih berharap generasi emas masa depan anak-anak kota ini. Kondisi PPDB ini jangan terus memburuk hingga jebolnya PPDB jilid 2.

Semangat Dinas Pendidikan mengamankan perwali PPDB harus mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Kekuatan politik guru melalui organisasi PGRI, Igora, himpunan guru honorer, persatuan sekolah-sekolah swasta dan lainnya. Kekuatan masyarakat melalui Dewan Pendidikan, Ormas, komite sekolah, ikatan alumni, para akademisi kampus dan lainnya.

Peran pers dan LSM profesional, jajaran aparat sangat penegak hukum sangat strategis dalam ikut mengamankan PPDB sesuai aturan. Tugas mereka harus ikut mengungkap peristiwa dibalik berita. Ikut mengendalikan kelompok-kelompok yang akan merusak jalannya PPDB.

Kemana dan dimana mereka sekarang? Perjuangan menyelamatkan PPDB bukan hanya urusan Disdik atau kepala sekolah. Ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Menyangkut masa depan bangsa dan negara. Jika sejak proses penanaman benih sumber daya manusia sudah carut marut, bagaimana hasil panen SDM nanti? Mereka semua harus merapatkan barisan. #SavePPDB. (*)