Ada tantangan berat dalam mendidik anak di era digital ini. Keluarga tidak lagi menjadi variabel tunggal sebagai primary agents of socialization yang membentuk kepribadian anak. Kehadiran gadget dengan media sosialnya perlahan namun pasti mulai hadir menjadi bagian terpenting dalam proses sosialisasi anak. Gadget seolah menjadi "agama baru" yang bermakna sebagai way of life, pedoman dan petunjuk hidup manusia.
Ledakan teknologi komunikasi dan informasi tersebut patut diwaspadai. Di era digital ini setiap manusia tidak bisa menghindar dari pergaulan terbuka. Pergaulan yang memutus batas agama, negara dan budaya di dalam masyarakat. Kewaspadaan ini karena pengguna internet dari tahun ke tahun mengalami tren kenaikan yang signifikan.
Pada tahun 2016 ini, survai yang dilakukan APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) menyebutkan, pengguna internet di Indonesia mencapai 132,7 juta, separoh lebih dari jumlah penduduk. Dibandingkan pada tahun 2014 sebesar 88,1 juta pengguna. Terjadi kenaikkan sebesar 44,6 juta dalam kurun waktu 2 tahun (2014 – 2016). Para pengguna internet banyak menggunakan media akses melalui smartphone (67,8%).
Angka pengguna tersebut, pengguna internet usia 10-24 tahun memang relatif kecil 18,4 %. Namun kecilnya jumlah pengguna tidak kemudian efek negatif medsos tidak perlu diwaspadai. Kondisi psikis yang masih labih, membuat anak usia ini masih rentan terhadap pengaruh negatif dari medsos. Termasuk pengaruh orangtua mereka, yang berdasarkan survai jumlah pengguna internet mencapai separoh lebih dari total pengguna internet. (sumber: http://isparmo.web.id2016/11/21/data-statistik-pengguna-internet-indonesia-2016).
Ekses yang terjadi banyak anak tumbuh dan berkembang mengalami keterkejutan psikologis. Fase perkembangan fisik dan psikis mereka tidak seiring dan selaras dengan norma dan agama. Diusia belia mereka sudah mengenal tontotan yang tidak menjadi tuntutan dan perilaku merusak diri lainnya. Potret ini terjadi tidaknya dialami keluarga sibuk. Tetapi jug keluarga yang ibunya memilih bekerja sebagai ibu rumah tangga.
MENDEKATI ANAK
Generasi baru, pola asuh baru. Kegemaran anak-anak menggunakan sosial media melalui smartphonenya Orangtua harus cepat, tepat dan cermat memahami generasi baru tersebut jika tidak mau terjadi problem yang akan mendera keluarganya. Orangtua harus mendekati anak-anaknya dengan segala cara ditengah kesibukan aktifitasnya. Mendekati dalam konteks fisik, maupun dalam konteks psikis.
Untuk menyikapi pendidikan generasi baru era digital, maka orangtua mau tidak mau harus mengerti dan bisa memahami dunia sosial media online. Jalinlah pertemanan online dengan anak kita, namun tidak perlu rewel dan kepo ikut mengomentari status anak atau membuat status sendiri menyindir anaknya. Dengan cara ini, kita akan tahu tema dan masalah yang menjadi obrolan anak kita dengan teman-temannya.
Melalui online, orangtua pun perlahan akan tahu siapa saja teman-teman dekat, jauh atau teman online anaknya. Termasuk mulai mengenal latar belakang dan identitas keluarga masing-masing teman bermain anaknya. Bila perlu menjalin silaturahim kopi darat dengan orangtua mereka untuk menguatkan pengawasan terhadap anak-anaknya.
Sebagai orangtua, jangan sering nibrung obrolon online anaknya. Apalagi kepo mengomentari permasalahan yang menjadi trending topik anak muda. Carilah waktu off line yang tepat untuk memberikan teguran dan nasehat dalam suasana yang santai dan happy. Kontrol emosi orangtua agar anak tidak lari menjauh lalu memblokir pertemanan dengan anaknya yang berakibat hilangnya kontrol orangtua terhadap aktifitas anaknya.
Namun orangtua boleh memberikan komentar pujian jika anak memposting sesuatu yang membanggakan keluarga sehingga temen-temen onlinenya punya pandangan positif terhadap keluarganya.
Sekalipun anak diberikan kebebasan oleh orangtua dalam beronline ria, namun kebebasan yang terbatas. Batasi anak dalam penggunaan gadget, misalnya pada saat waktu belajar, waktu tidur, waktu berkumpul bersama keluarga atau kegiatan lainnya jauh tak perlu gangguan gadget. Saat tidur, jauhkan smartphone dari kamar anak. Selain menghindari radiasi sinyal, juga agar tidur tidak tergoda buka sosial media.
Upayakan smartphone anak disetting dengan historis pemakaian akses. Tujuannya agar saat HP jauh dari anak orangtua bisa melihat rekam jejak situs-situs yang diakses anaknya dalam seharian. Apakah situs berbahaya bagi anak atau situs membahagiakan bagi orangtua. Mintalah jasa pedagang HP untuk menyeting histori akses jika orangtua belum memahami detail operasi smartphone anaknya. Termasuk mendeteksi mobilitas anaknya dalam aktifitas seharian jika itu diperlukan.
Orangtua yang hobi medsos bisa membuat tulisan-tulisan membangun jiwa. Tulisan tersebut dishare kepada anaknya agar bisa memahami nilai-nilai karakter dalam tulisan tersebut. Nilai tersebut penting bagi anak yang masih terus belajar tentang ilmu kehidupan. Bagi orangtua yang tak familiar dengan medsos pemantuan bisa melalui sesama anak lainnya atau keluarga besarnya.
Generasi baru harus diimbangi dengan pola asuh baru. Dengan memahami kesenangan anak orang tua tetap bisa melakukan pendidikan dan pengajaran sebagai guru kehidupan. Karena pada hahekatnya hidup adalah belajar sepnjang hajat. Anak yang lahir perlu ilmu kehidupan, maka orangtua adalah guru pertama dan utama yang membentuk dan mengarahkan kepribadian anak-anaknya. Sebagai guru kehidupan, orangtua jangan pernah bosan untuk belajar memperkaya pengetahuan tentang pendidikan anak. (*)
*) Deny Rochman, penulis adalah alumni Program Magister Psikologi Pendidikan Islam IAIN Syekh Nurjati Cirebon