PANITIA TERJEBAK FORMALITAS
MEMBELENGGU
Pelaksanaan Musyda PDM kab. Cirebon ke-2 sempat dibuat memanas oleh salah
satu peserta pada tahap pemilihan calon formatur Sabtu malam. Suganda,
musyawirin utusan PCM Babakan sebelum pemilihan berlangsung mengusulkan agar
seluruh calon formatur pimpinan untuk bisa hadir mengikuti jalannya pemilihan.
Namun usulan tersebut dianulir oleh forum karena alasannya tata tertib
pemilihan sudah diketok palu dalam sidang pleno sebelumnya.
Protes salah satu musyawirin tersebut, merupakan satu dari banyak catatan
yang perlu menjadi bahan evaluasi untuk pembenahan pelaksanaan Musyda periode
berikutnya. Jika evaluasi itu menyangkut kebijakan panitia local maka perbaikan
itu harus dilakukan dari sisi kebijakan PDM setempat. Namun jika sisi kelemahan
itu ada pada AD/ART Muhammadiyah, maka perbaikan itu ada di ranah Pimpinan
Pusat melalui ajang Muktamar Muhammadiyah.
Upaya evaluasi dan perbaikan tersebut masih dalam konteks bermuhammadiyah
berkemajuan, tidak terjebak dalam formalitas yang membelenggu, sesuai spirit
yang diusung organisasi Islam selama ini. Beberapa catatan selama Musyda PDM
Kab. Cirebon tahun 2016 ini antara lain :
- Kepanitiaan
Pertama, dari sisi kepanitiaan memiliki jumlah personil hampir 100 orang
dari beragam unsur, mulai pengurus PDM, staf pembantu majelis, ortom dan dari
kalangan amal usaha, baik pimpinan, maupun dosen, guru dan karyawan. Jumlah
kepanitiaan yang banyak tersebut cukup membuat repot koordinasi lintas seksi,
terbukti dalam setiap rapat yang digelar tingkat kehadiran panitia kisaran
diangka 30 persen.
Akibat kurangnya koordinasi di level seksi-seksi boleh jadi disebabkan
dalam proses penunjukkan kepanitiaan belum melalui proses konfirmasi kepada
nama-nama yang tercantum (main tunjuk). Kondisi ini membuat nama panitia yang
bersangkutan bisa tidak tahu kalau dia menjadi panitia atau dia tidak bersedia
dengan beragam alasan. Factor ini tentu saja akan berdampak pada kinerja
kepanitiaan secara keseluruhan. Dari rapat ke rapat, agenda pembahasan kegiatan
Musyda tidak langsung mengkrucut dan terarah kepada satu kesepakatan agenda.
Hingga rapat terakhir di SMK Muhammadiyah Budi Tresna Watu Belah masih
terlihat persiapan kepanitiaan belum 100% fix. Diperparah lagi koordinasi
lintas seksi di kepanitiaan belum berjalan sesuai yang diharapkan. Satu seksi
dengan seksi lainnya belum memahami secara detail sinkronisasi kepanitia
masing-masing seksi. Sebuah kerja yang mengkhawatirkan dalam kegiatan besar
tingkat sekabupaten.
Koordinasi yang belum klik tersebut berdampak pada kinerja teknis panitia
di lapangan. Saat pelaksanaan pawai ta’aruf misalnya, kegiatan yang dijadwalkan
pukul 07.30 sudah dimulai namun hingga pukul 08.00 seluruh peserta belum juga
dilepas oleh panitia. Penyebabnya adalah, masih ada peserta pawai khususnya
sekolah-sekolah yang jauh seperti Lemabahang, Gebang dan Ciledug belum hadir.
Penyebab lainnya, pasukan marching band dari SMA Muhammadiyah Kedawung terlambat
datang. Mereka masih dalam perjalanan mengawal rombongan guru dan karyawan
setempat yang konvoi naik motor dari komplek Tuparev ke Stadion Rangga Jati
Sumber. Padahal pasukan marching ini merupakan pasukan inti dalam mengawal
pawai taa’tuf.
Dari sisi keamanan, personil yang bertanggung jawab yakni ortom Tapak
Suci dan Hizbul Wathan hingga rapat terakhir panitia belum mendapatkan denah
tertulis lokasi dan agenda kegiatan rangkaian musda. Hal ini cukup menyulitkan
petugas dalam mengurai pembagian tugas di masing-masing titik rawan keamanan.
Seksi konsumsi untuk makan minum peserta Musyda pun sempat keteteran.
Paling tidak terjadi pada Jumat malam snack yang disiapkan untuk siswa atraksi
yang tengah gladik resik kabarnya ada pihak yang mengambil tanpa koordinasi.
Belum lagi makan malam yang disiapkan panitia tidak bisa dimanfaatkan oleh
peserta karena sejak sebelum magrib acara sidang sudah ditutup dan banyak
peserta memilih pulang ke rumah daripada memilih menginap di UMC.
Keadaan yang cukup panic bagi panitia konsumsi adalah saat usai acara
pembukaan Musyda. Diluar prediksi persediaan makan minum dari RM Echo tidak
berbanding dengan jumlah peserta yang makan. Akibatnya banyak peserta yang
kehabisan santap siang dan memilih pulang atau beli diluar. Diduga penyebabnya,
mereka yang makan tidak saja hanya peserta musda tetapi juga undangan yang
hadir upacara pembukaan.
Kurangnya koordinasi lintas panitia, berdampak pada tingkat kehadiran
peserta musda yang tidak serius mengikuti. Hal sangat terasa saat dua acara
besar, Launching Islamic Mind pada Selasa 19 April dan Pembukaan Musyda Sabtu
23 April 2016. Di dua acara tersebut kepadatan peserta di dalam ruang hall
berkurang. Masing-masing peserta hilir mudik keluar masuk gedung tidak ada yang
mengontrol atau menghalangi sehingga kursi banyak yang kosong.
Buruknya kualitas suara sound system di tempat sidang utama convention
hall membuat jalannya sidang, khususnya saat sidang pertama membahas tata
tertib musyda dan pemilihan calon formatur. Akibatnya banyak pasal-pasal
penting yang harus dicermati tidak bisa disikapi dari awal. Suara pimpinan
sidang tidak bisa didengar dengan baik oleh peserta musyawirin.
Protes salah satu peserta tentang kehadiran calon formatur salah satunya
efek dari buruknya kualitas suara sound system. Beruntung sidang berikutnya
dialihkan ke ruang kelas SMKM Budi Tresna. Buruknya kualitas suara sound tersebut
disebabkan karena kekuatan suara sound tidak seimbang dengan kondisi gedung
hall yang besar dan banyak celah lubang di atap gedung sehingga suaranya
menggema.
- Agenda Kegiatan
Beberapa pembenahan juga harus dilakukan dalam merumuskan dan merancang
agenda kegiatan. Misalnya agenda launching produk Islamic Mind pada Selasa 19
April 2016 yang terlihat kurang maksimal. Memang perumusan launching ini tidak
dibahas terbuka dalam rapat panitia musda. Karena kebijakan PDM membentuk tim
kecil dalam menggarap persiapan launching.
Namun sayangnya, hingga rapat terakhir panitia konsep produk sendiri
belum diketahui panitia musda. Koreksi penyempurnaan malah masih disampaikan
oleh Arif, salah satu anggota Majelis Tarjih yang diminta melakukan koreksi
terhadap konten dari aplikasi berbasis android tersebut. Padahal melaunching
produk sama halnya seperti melahirkan seorang anak. Membutuhkan persiapan yang
matang dalam proses produksi dan perluncurannya, karena itu akan berdampak pada
kesehatan produk jangka panjang.
Jadwal kegiatan yang dipadatkan berdampak pada kualitas acara yang
terkesan asal jalan, asal selesai. Misalnya dalam penyampaian pandangan umum
dan tanggapan cabang dan ortom dalam menanggapi laporan pertanggung jawaban
pengurus lama. Waktu yang diberikan lima menit terasa sangat sangat kurang
untuk menilai LPJ pengurus selama lima tahun. Seakan satu tahun membutuhkan
satu menit dalam menilai sehingga proses evaluasi tidak maksimal.
Dalam menyampaikan pandangan umum mestinya cabang dan ortom sudah
menerima buku LPJ beberapa hari sebelumnya untuk dipelajari. Paling tidak sehari
sebelum musda sudah bisa diterima peserta. Sehingga pandangan umum yang
disampaikan bisa mengupas point point penting dan sistematis terhadap LPJ yang
ada.
Jadwal kegiatan yang tidak menyatu, antara launching aplikasi dan musda
berpengaruh kepada animo warga Muhammadiyah untuk mengikutinya. Guru dan
karyawan yang tersebar di AUM dengan dua acara berbeda waktu cukup menguras
anggaran sekolah yang hingga banyak dikeluhnya untuk biaya akomodasi dan
transportasi dalam dua hari tersebut.
Terlebih pada pelaksanaan Musda, jumlah kursi kosong terlihat banyak di
dalam gedung pembukaan. Padahal pagi harinya jumlah warga Muhammadiyah yang
mengikuti pawai ta’aruf jumlahnya berjibun. Bisa jadi karena alasan lelah,
panas dan ngantuk mereka memilih tidak masuk ke dalam gedung untuk mengikuti
acara pembukaan musda.
Kekosongan peserta musda, diperburuk lagi dengan ketiadaan panitia dalam
melakukan penjagaan pintu keluar masuk, sehingga peserta seenaknya keluar pada saat
kegiatan masih berlangsung. Diperparah dengan susunan acara sambutan dari
berbagai pihak yang berjalan lama sehingga membuat jenuh peserta dan undangan.
Kekosongan peserta tersebut berdampak kurang meriahnya acara hiburan diujung
pembukaan. Ada tari topeng dan atraksi pencak silat Tapak Suci berlangsung dengan
sepi penonton, kendati sudah menghabiskan tidak sedikit uang dalam proses
latihannya.
Pemadatan acara yang seyogyanya sampai hari Ahad, berdampak kepada
pelaksanaan Bazar dan pameran. Jadwal Musda seyogyanya mulai Sabtu Ahad siang,
bisa dipadatkan seharian dari Sabtu siang hingga acara penutupan Ahad dini hari
pukul 01.00. Padahal keesokan harinya masih ada jadwal Bazar dan sebagian
peserta belum tahu jika Ahad pagi acara Musda sudah selesai.
Hal yang mengherankan dalam acara pembukaan ketiadaan bupati Cirebon sebagai
pejabat daerah. Hal itu terjadi untuk ketiga kalinya setelah sebelumnya di
undang hadir dalam ketika PDM audiensi jelang Muktamar di Makasar, peluncuran Islamic
Mind dan terakhir pembukaan Musda. Belum jelas betul penyebab ketidakhadiran
bupati, apakah memang berbenturan dengan acara lain atau apakah tidak mau hadir
di acara Muhammadiyah. Atau mungkin panitia yang tidak menyampaikan undangan
untuk bupati tidak tepat cara dan waktunya. (*)
....Bersambung: KABINET PERIODE SINTESA