Oleh :
Deny Rochman
Jajanan di kantin sekolah sudah tidak sehat, bahkan berbahaya. Kantor
Ketahanan Pangan (KKP) Kota Cirebon merilis sebuah hasil penelitiannya terhadap
13 sekolah. Dari 111 pemeriksaan sampel, ada 39% yang positif mengandung bahan
berbahaya. Dengan kata lain, tingkat keamanan makanan jajanan anak sekolah
hanya di angka 61%. Kebanyakan makanan tidak aman dikonsumsi karena mengandung
boraks, rhodamin B (pewarna tekstil) dan formalin dengan beragam kadarnya.
Hasil penelitian tersebut sangat berbahaya. Berbahaya baik kelangsungan
hidup bagi anaknya, keluarga, dan sekolah bahkan negara. Siswa merupakan aset berharga
yang tak ternilai harganya. Keberadaanya tidak hanya penting bagi keluarganya
tetapi juga bagi bangsa ini. Nasib masa depan keluarga, masyarakat dan bangsa
akan bergantung kondisi kesehatan siswa saat ini. Kesehatan dari sisi jasmani
maupun rohani.
DAMPAK KESEHATAN
Boraks pada makanan akan membawa keburukan bagi kesehatan anak. Bahan kimia
ini jika dikonsumsi terus menerus bahkan kian bertambah banyak akan menimbulkan
gejala akut seperti Muntah-muntah,
diare, konvulsi dan depresi susunan syaraf pusat). Sementara gejala kronis akan
dirasakan seperti nafsu makan menurun, gangguan pencernaan, gangguan susunan
syaraf pusat, bingung dan bodoh. Selain itu akan mengalami anemia, rambut
rontok dan kanker.
Berbahayanya boraks dalam makanan
karena jenis garam natrium ini banyak digunakan di berbagai industri non
pangan, khususnya industri kertas, gelas, pengawet kayu, dan keramik. Boraks
biasa berupa serbuk kristal putih, tidak berbau, mudah larut dalam air, tetapi tidak
dapat larut dalam alkohol. Daya pengawet yang kuat dari boraks berasal dari kandungan asam borat yang sering digunakan
dalam dunia pengobatan dan kosmetika, seperti obat cuci mata (boorwater), obat
kumur, semprot hidung, dan salep luka kecil.
Bahan kimia lainnya dalam kandungan makanan adalah Rhodamin B atau pewarna
tekstil kertas, dan cat (Rhodamin B), methanil yellow, amaranth. Pemakaian ini
sangat berbahaya karena bisa memicu kanker serta merusak ginjal dan hati. Bahan-bahan
ini ditambahkan pada jajanan untuk anak-anak seperti es sirop atau cendol,
minuman ringan seperti limun, kue, gorengan, kerupuk, dan saus sambal.
Sedangkan makanan mengandung formalin sama berbahayanya dengan bahan
kimia di atas. Pasalnya, formalin adalah bahan kimia yang kegunaannya untuk
urusan luar tubuh. Contohnya untuk pembunuh hama, pengawet mayat, bahan
disinfektan dalam industri plastik, busa, dan resin untuk kertas. Di dalam
formalin terkandung sekitar 37 persen formaldehid dalam air. Biasanya
ditambahkan metanol hingga 15 persen sebagai pengawet.
Proses pencampuran bahan kimia tersebut secara perlahan tapi pasti akan
merusak organ tubuh anak. Tidak heran kini banyak penyakit orang dewasa sudah
mulai ditemui kian banyak dialami anak-anak usia sekolah. Daya tahan tubuh anak
melemah. Ini terlihat hampir setiap hari siswa ada saja yang ijin pulang
sekolah karena alasan kondisi kesehatan. Terlebih setiap upacara di sekolah tidak
sedikit siswa yang ijin tidak ikut berbaris lagi-lagi karena alasan kesehatan. Mereka
yang berbaris pun terlihat lemas bahkan pingsan.
SEKOLAH SEHAT
Program kantin sehat dianggap menjadi solusi menciptakan sekolah
sehat. Kedengarannya memang sederhana tetapi dalam realisasinya tidak semudah membalikan
daun pisang. Sama halnya saat pemerintah menggalakan program kantin kejujuran,
agar siswa sejak dini dididik menjadi orang jujur. Kelak ketika berkiprah
dimasyarakat, mengabdi kepada nusa dan bangsa, karakter jujur sudah terbentuk
dan berkerak di hati mereka. Alhasil, makanan minuman habis, termasuk
uang-uangnya juga. Bangkrut!
Kesulitan menciptakan kantin sehat dipengaruhi oleh banyak factor. Pertama,
keberadaan pedagang di sekolah atas dasar sewa penyewa lapak sehingga sebagai
penjual ingin untung. Celakanya sebagian pedagang tidak mengedepankan moral
bisnisnya dengan berjual apapun yang penting enak, nikmat, kenyang dan murah. Jika
mereka menjual barang berkualitas sehat, sudah tentu harga jualnya cukup tinggi
yang akan memberatkan daya beli siswa.
Faktor kedua adalah daya beli siswa yang menghendaki harga murah,
makanan enak, nikmat dan kenyang. Perilaku konsumen tersebut dipahami penjual,
sehingga mereka membeli barang-barang yang murah sekalipun berkualitas sampah.
Ketiga, kegiatan produksi makanan dan minuman jajanan sekolah beredar secara
bebas di pasaran. Belum jelas betul seberapa ketat pengawasan dari pihak
terkait tentang peredaran jajaran anak tersebut sehingga sangat mudah diperoleh
di sekitar kita.
Menciptakan kantin sehat di sekolah harus melibatkan semua pihak. Pihak
sekolah harus memperketat syarat dan ketentuan jenis makanan dan minuman yang
dijual di kantin sekolah. Dinas terkait bekerja sama dengan pihak keamanan
harus berani menertibkan peredaran makanan dan minuman berbahaya bagi
kesehatan. Untuk melakukan hal tersebut tidak sulit apabila dilandasi niat
tulus untuk menyelamatkan masyarakat dan generasi penerus bangsa.
Sekolah tanpa kantin bisa menjadi sebuah pilihan bagi kebijakan
sekolah. Para siswa bisa dibekali jajanan dari rumah oleh kedua orangtuanya
yang lebih sehat dan bersih. Kebijakan tersebut sudah diterapkan di
sekolah-sekolah negara maju, seperti di Australia. Dengan cara tersebut, selain
kesehatan anak terjaga, mereka pun belajarnya lebih focus, daripada sekolah
yang banyak kantin, siswa belajar hanya nunggu waktu istirahat: jajan, jajan,
jajan. (*)
*) Penulis
adalah peserta Pelatihan Guru di Australia tahun 2013