Desember 21, 2015

PENILAIAN SISWA TETAP RIBET ?


Apa kabar kurtilas? Sejak sempat terhenti sejenak secara nasional implementasi kurikulum 2013, kini produk pemerintahan Sby mulai kembali diterapkan. Kabarnya bergati "baju" menjadi kurikulum nasional. Alasan dihentikan ada revisi thd aspek assesment pembelajaran yg dinilai ribet dan menyulitkan guru.
Nah dlm bbrp bulan terakhir kurikulum tsb mulai dijalankan kembali. Berbagai kegiatan utk penyempurnaan dan pemantapan implementasi kebijakan pendidikan ini dilakukan. Alhasil pada 2017 rencananya seluruh sekolah di Indonesia akan menerapkan yg katanya bernama kurikulum nasional (kurnas).


Saya berkesempatan mengikuti pelatihan imbas kurtilas wajah baru di kota Cirebon selama dua hari, Sabtu-Minggu (21-22/11), di SMPN1 kota Cirebon. Dalam waktu bersamaan dan ditepat berbeda, yakni SMPN7Cirebon digelar acara yg sama. Pesertanya, selain dr sembilan guru sekolah piloting jg sekolah imbas, termasuk SMPN4 kota Cirebon, yg sblmnya bukan skolah pilot. Pelaksanaan dibuat dua rayon di sekolah induk piloting.

Dimanakah letak perbedaan assesment pembelajaran kurikulum revisi dr sblmnya? Maklum... sejak kurtilas digulirkan sy trmasuk orang yg blm beruntung. Belum pernah diikutkan pelatihan, seminar, workshop atau sejenisnya ttg kurtilas. Justeru konsep, filosofi dan paradigma kurtilas sy peroleh di Australia. Saat mengikuti short course tiga pekan di Adelaide.

Penjelasan dari uraian nara sumber pelatihan hari pertama dari pengawas menunjukkan, jika metode penilaian pebelajaran kurnas tak ubahnya seperti kurtilas awal. Selain guru dituntut utk mlakukan penilaian angka indeks, juga hrs disertai deskripsi panjang thd tiga aspek kompetensi siswa: sikap, pengetahuan dan ketrampilan. Nilai tsb hrs dilaporkan dlm buku raport secara tertulis manual tangan.

Pengawas mengaku belum tahu ada aturan yg membolehkan atau mungkin melarang penggunaan aplikasi komputer utk penilaian raport siswa resmi. Terlebih pemerintah sdh mencetak byk buku raport utk sekolah-sekolah. Sekalipun memang kolom pd raport cukup terbatas, khususnya dlm menilai deskripsi hasil belajar siswa.

Namun diyakini dengan sistem komputerisasi penilaian kurtilas relatif lebih mudah drpd dengan sistem manual. Saya sempat mengusulkan jika konsep baru kurtilas dlm pelaporan hasil belajar siswa cukup dengan aplikasi komputer dg bentuk raport sementara (print out) seperti Kartu Hasil Studi selama kuliah. Dengan cara ini akan lebih cepat dan tepat diberikan kpd orangtua dan siswa.

Nilai raport permanen dlm buku raport keluaran pemerintah diberikan kpd siswa manakala siswa itu pindah sekolah atau lulus sekolah. Rasanya cara ini scr substansi tdk menyalahi prinsip2 penilaian pembelajaran. Tapi tidak tahu apakah bertentangan atau berlawanan dengan kepentingan lain dilingkaran pemegang kebijakan.

Jikapun sistem kurtilas segera diterapkan, saya berharap dinas memberikan ruang waktu yg cukup kpd pihak sekolah antara waktu ujian semester dengan tenggang waktu pembagian raport. Ini mengingat banyaknya kolom dan jenis penilaian yg hrs dikerjakan oleh guru dan wali kelas. Jadi tidak perlu mendikte secara teknis kpd pihak sekolah jika pelaksanaan ujian tdk boleh maju atau mundur tanpa alasan yg substantif.

Apabila kurtilas dan kurnas tak memberikan perubahan substansi thd pola assesment pembelajaran, lalu mengapa kebijakan era SBY tsb harus terhenti? Apa yg dilakukan tim kurikulum era Jokowi thd kurikulum baru tsb? Jika kemudian guru tetap dibuat mabok dg ribetnya penilaian ala kurtilas berwajah baru, katanya. Bagaimana pendapat anda? Adakah yg bisa memberikan pencerahan terkait masalah ini? (*)