Desember 21, 2015

HARUS BERTAHAN DALAM PERBEDAAN DI NEGERI ORANG

*) Catatan perjalanan training management for west java teachers di Adelaide Australia (Part-5)

Tanggal 24 Nopember 2013 merupakan hari minggu pertama guru-guru peserta training berada di negeri Kowala. Sebagai orang baru tentu harus beradaptasi dengan lingkungan sekitar, lebih utama dengan keluarga yang mereka tempati atau house family (HF). Bagaimana proses menjalani perkenalan dengan para HF ?

“How do you do? How are you ? I am Anna... I am Johari.” Itulah salah satu perkenalan awal peserta group 6 ketika bertemu dengan para HF nya di Bandara Adelaide. Mereka yang dijemput oleh HF langsung meluncur ke rumah tempat tinggal. Sepanjang perjalanan dari Bandara ke rumah HF sejauh mata memandang kota Adelaide merupakan kota sepi dari hiruk pikuk penduduknya. Tak terlihat banyak kendaraan, apalagi motor. Ruas jalan besar kosong dengan papan reklame baliho ukuran besar.

Sejak awal kedatangan di Bandara Adelaide, suasana berbeda begitu terasa. Cuaca yang dingin, berangin, perbedaan waktu jam dan tentu saja bahasa yang berbeda dengan orang-orang Indonesia. Perbedaan itu makin kental saat guru-guru singgah di rumah HF. Konstruksi dan model bangunan rumah yang hampir sama seperti terlihat di jalan-jalan di kota Adelaide.

Makanan pun sangat berbeda. Makanan pokok para bule ini bukan nasi, sekalipun peserta training sesekali menyantap hidangan nasi, sengaja disiapkan oleh HF. Menu pokok warga Adelaide tidak jauh dari kentang, roti, daging disamping ada keju, susu, sayuran dan buah segar (salad) dan makanan lainnya yang biasa dihidangkan oleh keluarga eropa. Bagi guru yang lambat menyesuaikan menu makanan, biasanya akan mengalami masalah pencernaan. Minimal agak sulit untuk buang air besar (BAB).

Anjing menjadi hewan peliharaan bagi banyak keluarga di Adelaide. Maka sebelum awal pemberangkatan, peserta guru Jawa Barat menuliskan aplikasi house family hal-hal yang diharapkan untuk tinggal bersama keluarga di Australia. Sayangnya, sekalipun peserta tak menghendaki ada HF yang punya dog, tapi toh sangat sulit keinginan itu terpenuhi karena rata-rata memiliki.  Yah, masalah anjing memang bukan soal takut atau tidak. Tetapi masalah najis air liur endusan hewan bertaring ini. Lebih-lebih bagi mereka yang pernah trauma berurusan dengan anjing. Repot.  

Faktor perbedaan cuaca cukup mempengaruhi stamina tubuh para guru-guru. Di Adelaide jika siang terasa panas menyengat, kering dan berangin namun tetap sejuk. Untuk keamanan kulit peserta harus melindungi diri dengan jaket, kacamata hitam antri ultraviolet (uv) dan jeli sunblock. Jika malam mulai tiba cuaca terasa dingin sekali hingga tubuh menggigil. Apalagi belakangan ini cuaca di daerah bukit dan lautan ini terasa extreem. Kadang hujan, panas, dingin dan hangat.

Perubahan cuaca ekstrem tersebut membuat sesekali peserta yang ngedrop kondisi staminanya. Gejala yang pernah menimpa peserta seperti batuk, flu, sakit kepala, sakit gigi, masalah pencernaan, mudah ngantuk, mata sakit memerah dan berair, kulit memerah dan sejenisnya. Kondisi ini memang guru-guru harus berjuang melewati perbedaan ini. Termasuk tertib lalu lintas dalam naik turun publik transportation, menyebrang jalan dan sebagainya.

Keluarga Adelaide sangat memperhatikan kebersihan rumah termasuk toilet. Hal pertama diberitahukan kepada guru selain kamar yang ditempati adalah cara pemakaian kamar mandi dan WC. Rata-rata di Adelaide setiap keluarga memiliki satu ruang kamar mandi bersama toilet. Kamar mandi kaca, westapel dan toliet duduk. Semua kondisi kamar mandi seisinya harus dalam kondisi kering. Setelah mandi harus dilap, dikeringkan tanpa sisa air.

Orang-orang Australia dikenal sangat hemat dalam energi. Baik listrik, air maupun urusan keuangan. Walaupun tidak kemudian mereka pelit. Urusan listrik saja, misalnya, ruang yang tidak dipakai harus dimatikan. Maka wajar kalau malam seluruh ruangan termasuk ruang tempat tidur harus padam. Bahkan sebagian rumah tidak memiliki lampu penerang luar. Jangan heran melintas diperumahan Kota Adeliade di waktu malam terasa di kota tak berpenghuni. Sepi. Sunyi. Gelap.

Bagi orang bule di negara Kangoroo ini berkumpul dengan keluarga merupakan keutamaan. Mereka sadar betul pentingnya keluarga dalam hidup mereka. Ketika di Indonesia, banyak keluarga bercerai berai karena alasan sepele, seperti berbagi warisan. Pentingnya keluarga bagi warga Adelaide membuat mereka menyempatkan waktu untuk berkumpul dengan anggota keluarga.

Waktu makan misalnya menjadi tempat untuk berkumpul. Di kota ini saat makan ditentukan waktunya. Misalnya makan pagi jam 07.00, makan siang pukul 13.00 dan makan malam pukul 19.00. Pada hari kerja mereka berkumpul untuk makan pagi (breakfast) dan makan malam (dinner).  Kecuali pada hari libur (holiday) waktu makan mereka lengkap tiga kali sehari.

Saat week end tiba mereka selalu menyempatkan untuk holiday bersama. Berkunjung ke tempat wisata, rumah sanak family, barbeque atau sekedar berkumpul di rumah mengadakan acara keluarga. Itu semua dilakukan karena mereka sangat jarang berkumpul dengan keluarga kecuali pada hari libur karena kesibukan bekerja. Maka hari Sabtu Minggu di Adeliade seluruh aktifitas rata-rata libur termasuk sekolah. Maka jalan-jalan raya pada week end terlihat kosong.

Dalam hubungan sosial, warga Adelaide cukup protektif. Orang-orang yang baru dikenal tidak mudah mereka membuka diri tentang privasi keluarganya. Namun mereka tetap ramah dan santun dalam bergaul. Setiap bertemu, hendak dan sudah melakukan sesuatu yang bersentuhan dengan orang lain, pasti akan mengucapkan : good morning, good day, afternoon, good nigh, excusme, sorry, thank you. Seperti saat naik turun bus umum atau kereta trem selalu menyapa supir, sehingga profesi ini terasa dihargai oleh penumpang.

Mereka sangat efesien dalam memanfaatkan waktu. Jika tidak perlu sekali lebih memilih tinggal di rumah. Maka wajar tidak ditemui, mereka berkumpul di teras rumah tetangga, atau di pos kampling sekedar ngerumpi, ngobrol seperti pemandangan di Indonesia. Mereka akan berkumpul jika ada acara keluarga, sekolah atau kantor mereka.

Proteksi keluarga ini juga terlihat dalam pemanfaatan media sosial seperti facebook atau twitter. Sekalipun mereka menggunakan, tetapi untuk keperluan teman terbatas yang dikenal dan jauh jaraknya. Foto-foto mereka termasuk kegiatan sehari-hari sedikit sekali dipublish di media sosial. Mereka lebih suka berkomunikasi dengan email untuk keperluan komunikasi dengan teman, kantor dan sekolah.

Keluarga Australia rata-rata memiliki anak sedikit, 1-2 anak bahkan tidak sedikit yang tidak memiliki keuturunan. Banyak alasan mulai karena kesibukan kerja sehingga repot jika punya anak, banyak anak akan banyak pengeluaran, hingga bisa jadi karena problem kesehatan. Hal ini berpengaruh kepada jumlah penduduk di Australia dibandingkan di Indonesia. Pemeintah setempat pun pernah punya kebijakan keluarga yang memiliki anak akan diberikan bonus. (bersambung)