Desember 14, 2015

DWI FUNGSI GURU, SIAPA TAKUT ?

Mau kemana jeh arah pendidikan kita ini? Semakin hari semakin pengap rasanya mjd bagian dr dunia belajar daerah. Setiap saat kita hny disuguhi drama politik kepentingan antara satu pihak dengan pihak lain. Pihak di internal maupun eksternal pendidikan.

Semua sistem berjalan apa adanya, ala kadarnya. Bahkan terkesan diacak-acak oleh mereka yg cerdas scr politik busuk tp tumpul dr sisi idealisme dan moralitas. Lihatlah bagaimana pola ppdb berjalan. Pola seleksi kepala sekolah dilalui. Mekanisme dan penghargaan guru berprestasi atau berbagai program pendidikan lainnya? 


Manajemen pendidikan yg dilaksanakan, dr level dinas hingga sekolah. Nyaris tak ada political will menuju pendidikan bermutu. Motifnya mengkrucut pd satu tujuan: duit, duit, duit. Duit bagai BBM yg wajib ada utk menggerakan roda pendidikan. Duit seolah agama yg bisa menyelamatkan mereka. Duit dianggap doping dan candu yg mmbahagiakan.

Virus ini menjalar ke semua persendian dunia pendidikan kita. Tidak terkecuali guru. Yah guru. Sekalipun jumlahnya banyak namun guru tak berdaya secara politik. Mereka terkooptasi oleh kekuasaan mjd sub sistem yg lemah. PGRI mjd harapan organisasi profesi pd akhirnya hny mampu sbg kendaraan politik.
Kepala sekolah pun kehilangan jenis kelaminnya. Walau di guru yg diberikan tugas tambahan. Tapi nyatanya mereka sering ngerjain guru dg segala kebijakan aneh di sekolah. Loyalitas mereka tetap kpd kepentingan kpd pemegang kebijakan utk mjd hamba bermazhab status quo. Aturan pun diplintair sana sini agar ketentuan periodenisasi jabatan kepsek jd BJ, beli jelas.

Dimana keperkasaan guru ? Jumlahnya yg ribuan hny jd jamaah yg taqlid buta. Yes men saja. Jangankan mnghadapi para elit, mengatasi masalah siswa saja kini tunduk pasrah. Nilai hrs ditentukan sesuai KKM, yg kian ga jelas standarisasi dan prosedur hitungannya. Kang penting priben carae siswa manek. Neko neko dg siswa kudu siap ngadapi penguasa, LSM, wartawan sampe politisi bermental preman.

"Mendukung program wajar dikdas. Dg cara apalagi guru bantu siswanya selain dg nilai," ungkap petinggi pendidikan meyakinkan para guru2 yg kian galau dan repot mengamankan sertifikasinya.

Sertifikasi kini mjd alat pressure efektif bagi guru2 yg berniat menunjukkan keperkasaanya. Memainkan perannya sbg "waliullah" menjaga nilai dan norma adiluhung. Guru memilih tiarap mnghadapi arogansi kekuasaan. Diam aman, atau melawan menderita. Guru pun pasrah tak berdaya melihat dagelan dan sandiwara politik pendidikan.

Zona politik pendidikan mjd sesuatu yg menakutkan bagi guru2. Sehingga utk berdiri tegak bersikap thd ketidakadilan yg menimpa mereka saja tdk berani. Apalagi hrs teriak membela mereka kaum tertindas. Guru itu bukan berpolitik, tp tugasnya mengajar dan mendidikan. Demikian sering dikatakan mereka yg awam akan ilmu politik. 

Guru2 lupa bahwa mengajar mendidik juga perlu berpolitik. Mempengaruhi orang lain (baca: siswa) jg bagian dr seni berpolitik di kelas. Belum lagi dlm mengambil keputusan nilai, naik atau tidak, mengusulkan program kegiatan kpd kepala sekolah mrp bagian kecil dr seni berpolitik. Bahkan tdk sadar kita terjebak pd konflik sesama guru itu bagian dr politik.

Tugas guru lbh luas adalah membela yg benar, bukan maju tak gentar membela yg bayar. Saat sistem mengalami distorsi maka guru pny kwajiban ikut meluruskan. Tentu dg cakupan dan caranya masing-masing. Sadarkah kita bahwa kemerdekaan bangsa ini diraih berkat para guru. Yah para guru yg turun gunung membenahi nasib bangsa atas cengkraman penjajah.

Tercatat tokoh bangsa yg pernah jadi guru. Ada Ir Soekarno, M. Hatta, Ki Hajar, KH Ahmad Dahlan, KH Wahid Hasyim dan banyak lagi. Karena memang guru adalah profesi tertua sepanjang peradaban manusia sejak manusia itu ada. Pendeknya, perjuangan politik adalah untuk memperjuangkan kepentingan pribadi atau kelompok demi kemakmuran dan kesejahteraan.

Boleh jadi guru2 masa kini nasibnya lebih baik daripada guru tempo dulu. Program sertifikasi hrs jujur diakui telah byk membantu bikin tebal dompet guru2. Walau guru sering lupa kl sdh menghadapi sulitnya sistem kurtilas. Tapi selalu tak lupa kl mengecek rekening bank tiap kali triwulan dana serti cair.

Apakah dana serti turun dari langit? Tidak! Serti adalah buah dr perjuangan politik para tokoh pendidikan yg rajin mengusulkan dan membela nasib guru. Namun kita mengabaikan, tidak tahu atau pura2 tak tahu pengorbanan dan resiko perjuangan tsb. Tanpa perjuangan politik mustahil nasib guru semanis sekarang. Lihat saja nasib UN yg sempat dibatalkan krn ada gugatan dr warga di MK. Nyatanya UN tetap dilaksanakan krn berkat lobi politik, sekalipun kita bertanya siapa yg diuntungkan.

Sudah cape blm bacanya saudara? Jika anda saja cape membaca tulisan kegaluan saya, apalagi sy yg menulisnya. Otot tangan ini sampe kedut2 kecapean. Tanpa sadar semuanya mengalir hingga merangkai ratusan kata. Gak percaya? Silahkan hitung sendiri. Tapi sy buat enjoy buat tulisan ini, drpd bengong nunggu anak les tiga tempat: madrasah, les inggris dan les matematika, mending corat coret nulis di fb. Makasih yg sdh baca.

Akhir kata, jika nasib guru tetap ingin cemerlang di masa depan, guru2 hrs memperjuangkan nasib mereka. Jika bukan kita siapa lagi, jika tdk sekarang kapan lg. Krn hakekatnya hidup ini adalah memperjuangkan nasib. Mari guru hrs mau berperang sbg dwi fungsi. Tugas utama sbg pendidik dan mengajar. Tugas lainnya sbg pejuang meningkatkan taraf hidup bergaji standar internasional. 

Guru hrs mau berproses dlm simpul2 afiliasi politik. Melalui organisasi profesi seperti PGRI, guru hrs mjd leader. Melalui ormas, ada yg mjd wartawan dg jurnal, majalah pendidikan. Menjadi pengusaha bimbel, toko buku dan alat tulis, percetakan dll. Guru hrs bisa mjd wakasek, kepala sekolah bahkan kadisdik, kabid, kasi agar tahu kebutuhan dan pengembangan dunia pendidikan. Jng biarkan disdik diurus oleh orang2 yg ga ngerti pendidikan.

Apakah cara ini dibenarkan? Tentu sbg guru profesional sejati terbitan eropa hal tsb tdk dibenarkan. Tp jika pake teori orang2 Indonesia itu yg dianjurkan. Duh smakin menulis ttg pendidikan bangsa ini smakin pengap. Beruntung sy masih bisa bangkit. Yah bangkit dr tempat duduk saya, krn anakku sdh selesai dr les matematikanya tepat pukul 17.00. Balik dikit mang, keburu ujan wis mendung tebel, nanti ga bisa buka puasa ning umah. Wassalam.... see you later!

Cirebon, 14 Desember 2015