Mau kemana jeh arah pendidikan
kita ini? Semakin hari semakin pengap rasanya mjd bagian dr dunia
belajar daerah. Setiap saat kita hny disuguhi drama politik kepentingan
antara satu pihak dengan pihak lain. Pihak di internal maupun eksternal
pendidikan.
Semua sistem berjalan apa adanya, ala kadarnya.
Bahkan terkesan diacak-acak oleh mereka yg cerdas scr politik busuk tp
tumpul dr sisi idealisme dan moralitas. Lihatlah bagaimana pola ppdb
berjalan. Pola seleksi kepala sekolah dilalui. Mekanisme dan penghargaan
guru berprestasi atau berbagai program pendidikan lainnya?
Manajemen pendidikan yg dilaksanakan, dr level dinas hingga sekolah.
Nyaris tak ada political will menuju pendidikan bermutu. Motifnya
mengkrucut pd satu tujuan: duit, duit, duit. Duit bagai BBM yg wajib ada
utk menggerakan roda pendidikan. Duit seolah agama yg bisa
menyelamatkan mereka. Duit dianggap doping dan candu yg mmbahagiakan.
Virus ini menjalar ke semua persendian dunia pendidikan kita. Tidak
terkecuali guru. Yah guru. Sekalipun jumlahnya banyak namun guru tak
berdaya secara politik. Mereka terkooptasi oleh kekuasaan mjd sub sistem
yg lemah. PGRI mjd harapan organisasi profesi pd akhirnya hny mampu sbg
kendaraan politik.
Kepala sekolah pun kehilangan jenis
kelaminnya. Walau di guru yg diberikan tugas tambahan. Tapi nyatanya
mereka sering ngerjain guru dg segala kebijakan aneh di sekolah.
Loyalitas mereka tetap kpd kepentingan kpd pemegang kebijakan utk mjd
hamba bermazhab status quo. Aturan pun diplintair sana sini agar
ketentuan periodenisasi jabatan kepsek jd BJ, beli jelas.
Dimana
keperkasaan guru ? Jumlahnya yg ribuan hny jd jamaah yg taqlid buta. Yes
men saja. Jangankan mnghadapi para elit, mengatasi masalah siswa saja
kini tunduk pasrah. Nilai hrs ditentukan sesuai KKM, yg kian ga jelas
standarisasi dan prosedur hitungannya. Kang penting priben carae siswa
manek. Neko neko dg siswa kudu siap ngadapi penguasa, LSM, wartawan
sampe politisi bermental preman.
"Mendukung program wajar dikdas.
Dg cara apalagi guru bantu siswanya selain dg nilai," ungkap petinggi
pendidikan meyakinkan para guru2 yg kian galau dan repot mengamankan
sertifikasinya.
Sertifikasi kini mjd alat pressure efektif bagi
guru2 yg berniat menunjukkan keperkasaanya. Memainkan perannya sbg
"waliullah" menjaga nilai dan norma adiluhung. Guru memilih tiarap
mnghadapi arogansi kekuasaan. Diam aman, atau melawan menderita. Guru
pun pasrah tak berdaya melihat dagelan dan sandiwara politik pendidikan.
Zona politik pendidikan mjd sesuatu yg menakutkan bagi guru2. Sehingga
utk berdiri tegak bersikap thd ketidakadilan yg menimpa mereka saja tdk
berani. Apalagi hrs teriak membela mereka kaum tertindas. Guru itu bukan
berpolitik, tp tugasnya mengajar dan mendidikan. Demikian sering
dikatakan mereka yg awam akan ilmu politik.
Guru2 lupa bahwa
mengajar mendidik juga perlu berpolitik. Mempengaruhi orang lain (baca:
siswa) jg bagian dr seni berpolitik di kelas. Belum lagi dlm mengambil
keputusan nilai, naik atau tidak, mengusulkan program kegiatan kpd
kepala sekolah mrp bagian kecil dr seni berpolitik. Bahkan tdk sadar
kita terjebak pd konflik sesama guru itu bagian dr politik.
Tugas
guru lbh luas adalah membela yg benar, bukan maju tak gentar membela yg
bayar. Saat sistem mengalami distorsi maka guru pny kwajiban ikut
meluruskan. Tentu dg cakupan dan caranya masing-masing. Sadarkah kita
bahwa kemerdekaan bangsa ini diraih berkat para guru. Yah para guru yg
turun gunung membenahi nasib bangsa atas cengkraman penjajah.
Tercatat tokoh bangsa yg pernah jadi guru. Ada Ir Soekarno, M. Hatta, Ki
Hajar, KH Ahmad Dahlan, KH Wahid Hasyim dan banyak lagi. Karena memang
guru adalah profesi tertua sepanjang peradaban manusia sejak manusia itu
ada. Pendeknya, perjuangan politik adalah untuk memperjuangkan
kepentingan pribadi atau kelompok demi kemakmuran dan kesejahteraan.
Boleh jadi guru2 masa kini nasibnya lebih baik daripada guru tempo
dulu. Program sertifikasi hrs jujur diakui telah byk membantu bikin
tebal dompet guru2. Walau guru sering lupa kl sdh menghadapi sulitnya
sistem kurtilas. Tapi selalu tak lupa kl mengecek rekening bank tiap
kali triwulan dana serti cair.
Apakah dana serti turun dari
langit? Tidak! Serti adalah buah dr perjuangan politik para tokoh
pendidikan yg rajin mengusulkan dan membela nasib guru. Namun kita
mengabaikan, tidak tahu atau pura2 tak tahu pengorbanan dan resiko
perjuangan tsb. Tanpa perjuangan politik mustahil nasib guru semanis
sekarang. Lihat saja nasib UN yg sempat dibatalkan krn ada gugatan dr
warga di MK. Nyatanya UN tetap dilaksanakan krn berkat lobi politik,
sekalipun kita bertanya siapa yg diuntungkan.
Sudah cape blm
bacanya saudara? Jika anda saja cape membaca tulisan kegaluan saya,
apalagi sy yg menulisnya. Otot tangan ini sampe kedut2 kecapean. Tanpa
sadar semuanya mengalir hingga merangkai ratusan kata. Gak percaya?
Silahkan hitung sendiri. Tapi sy buat enjoy buat tulisan ini, drpd
bengong nunggu anak les tiga tempat: madrasah, les inggris dan les
matematika, mending corat coret nulis di fb. Makasih yg sdh baca.
Akhir kata, jika nasib guru tetap ingin cemerlang di masa depan, guru2
hrs memperjuangkan nasib mereka. Jika bukan kita siapa lagi, jika tdk
sekarang kapan lg. Krn hakekatnya hidup ini adalah memperjuangkan nasib.
Mari guru hrs mau berperang sbg dwi fungsi. Tugas utama sbg pendidik
dan mengajar. Tugas lainnya sbg pejuang meningkatkan taraf hidup bergaji
standar internasional.
Guru hrs mau berproses dlm simpul2
afiliasi politik. Melalui organisasi profesi seperti PGRI, guru hrs mjd
leader. Melalui ormas, ada yg mjd wartawan dg jurnal, majalah
pendidikan. Menjadi pengusaha bimbel, toko buku dan alat tulis,
percetakan dll. Guru hrs bisa mjd wakasek, kepala sekolah bahkan
kadisdik, kabid, kasi agar tahu kebutuhan dan pengembangan dunia
pendidikan. Jng biarkan disdik diurus oleh orang2 yg ga ngerti
pendidikan.
Apakah cara ini dibenarkan? Tentu sbg guru
profesional sejati terbitan eropa hal tsb tdk dibenarkan. Tp jika pake
teori orang2 Indonesia itu yg dianjurkan. Duh smakin menulis ttg
pendidikan bangsa ini smakin pengap. Beruntung sy masih bisa bangkit.
Yah bangkit dr tempat duduk saya, krn anakku sdh selesai dr les
matematikanya tepat pukul 17.00. Balik dikit mang, keburu ujan wis
mendung tebel, nanti ga bisa buka puasa ning umah. Wassalam.... see you
later!
Cirebon, 14 Desember 2015