Agustus 06, 2015

TAK ADA ALASAN GURU MALAS

Guru bekerja untuk siapa ? Pertanyaan ini terasa penting mengingat di sejumlah tempat, di banyak guru, mereka disiplin dan semangat bekerja lbh kpd pengawasan atasan (baca: kepala sekolah). Keteladanan kepala sekolah, termasuk di dlmnya jajaran wakaseknya mjd alasan naik turunnya grafik  semangat mengajar mereka.

Sebaliknya bila keteladanan kepsek tak sesuai tupoksinya, guru pny alasan kuat utk mengajar seenaknya. Menyibukkan diri di dunia luar atau rempong dengan obrolan di ruang guru. Seolah mjd guru sbg pekerjaan sampingan setelah sisa.waktu kesibukannya. Alhasil, siswa mjd korban malpraktek guru yg tak menjalankan fungsinya dg baik.

Empat kompetensi yg diisyaratkan oleh pemerintah hny bagus diatas kertas. Dlm prakteknya etos guru mulai memudar. Sejumlah pihak pun banyak mengkritisi kinerja guru yg dianggap mulai lalai. Peningkatan kesejahteraan guru dinilai tak berbanding lurus dg peningkatan kualitasnya.

Sejumlah pemberitaan malah cenderung menyudutkan guru pasca makmurnya profesi ini. Mulai meningkatnya kasus perceraian, maraknya budaya konsumtif, hingga kepemilikan benda2 mewah yg sblmnya jauh dr kesan kehidupan guru. Potret buram tsb menyulut "emosi" sejumlah pihak non guru agar kebijakan sertifikasi ditinjau ulang, atau paling tdk diperketat.

Apakah salah guru sejahtera ? Tentu hidup makmur dan sejahtera adalah hak bagi semua warga negara di bumi Indonesia. Asalkan sumber kesejahteraan itu diraih dengan keringat dan halal. Diperoleh dengan kerja bersungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab.

Dengan kata lain, guru menjalan tugasnya bertanggung jawab kepada siapa mereka dibayar. Kepada rakyat yg telah membayar pajak. Kepada pemerintah yg membayar gaji dan tunjangan guru sekalipun beban keuangan negara kian meningkat. Kepada Tuhan karena keberkahan rejeki tsb.

Sementara kepala sekolah atau jajaran wakasek didlmnya hny berperan sbg tangan panjang pemangku kebijakan kaum elit. Artinya, tanpa ada dan tiada kepala sekolah. Baik tidaknya etos kerja pimpinan dlm mengelola sekolah, tdk.mjd alasan kuat guru2 utk ogah2an mengajar siswa.

Jangan sampai ada kesan guru2.hny mencari kesalahan dan kelemahan pimpinan utk menutupi kemalasan dan rendahnya etos kerja dan tanggung jawab guru dlm mengajar. Akibatnya anak didik terlantarkan dlm pelayanan pendidikan. Pdhl guru2 sdh diberikan hak2nya seperti gaji dan tunjangan lainnya yg sah.

Memang dlm sebuah sistem perlu ada contoh keteladanan. Tetapi berharap menanti perubahan drastis thd etos pimpinan hny mmbuang waktu sia2. Toh baik tdknya etos pimpinan bkn murni tanggung jawab bawahan. Tanggung jawab utama berada dipundak pimpinan diatasnya, termasuk kpd Tuhannya. Namun paling tdk jika bawahan bekerja baik, akan mjd cambuk bagi pimpinan utk mrubah etosnya agar lbh baik lg.

Mari luruskan niat kita dlm bekerja. Bekerja itu ibadah. Jika tujuan awal.ibadah, maka ada dua keuntungan yg diraih : pahala dan fulus. Namun jika motifnya semata uang maka pahalanya pupus. Jadi tak ada alasan guru bermalasan mengajar.setelah kesejahteraannya membaik, hny krn alasan pimpinan mereka di sekolah tak bekerja sesuai tupoksi.
Wallahu'alam bishowab....