Mei 08, 2009

BUNGA RAMPAI FILSAFAT ILMU

Sesi 1
FILSAFAT ILMU

Apa itu filsafat ilmu? Apa perbedaan filsafat ilmu dengan ilmu filsafat? Sebuah pertanyaan mendasar yang disampaikan Prof. Dr. H. Cecep Sumarna, M.Ag kepada para mahasiswa pascasarjana STAIN Cirebon pada kuliah perdananya 28 Februari 2009 lalu. Dijelaskan, filsafat ilmu pokok kajiannya adalah ilmu, sementara ilmu filsafat pokok kajiannya lebih kepada filsafat. Ilmu adalah pengetahuan yang sudah terorganisasi secara sistemik (teori) diperoleh melalui logika. Sedangkan filsafat dapat diartikan menemukan kebenaran melalui akal sehat rasional.

Secara etimologi, istilah filsafat dari bahasa Yunani, artinya philosophia dan philosopos. Menurut bentuk kata, philosophia dan philosopos diambil dari kata philos dan shopia atau philos dan shopos. Philos berarti cinta dan shopia atau shopos berarti kebijaksanaan, pengetahuan dan hikmah. Dengan kata lain, seseorang dapat disebut berfilsafat ketia ia aktif melakukan usaha untuk memperoleh kebijaksanaan.

Namun ilmu dan pengetahuan dua hal yang berbeda. Ilmu seperti dijelaskan di atas, sedangkan pengetahuan merupakan informasi yang belum tertata secara sistemik. Contohnya, ketika kita ketemu dengan wanita cantik, hal itu masih sebatas pengetahuan, belum dianggap sistematis. Pertanyaan sekarang, apa itu ciri-ciri wanita cantik? Disini perlu ada pembuktian asumsi/hipotesis ketika kita secara berulang bertemu dengan wanita yang dianggap cantik. Proses pengulangan itu kemudian melahirkan kriteria teori cantik.

Dalam konteks ini, ilmu dianggap sebagai sumber kebenaran hakiki. Sekalipun kebenaran ilmu tergantung dari perspektif seseorang. Aristoteles, misalnya, melihat kebenaran obyektif ada pada empiris (kenyataan yang terjadi). Sedangkan menurut Plato, kebenaran empiris merupakan kebenaran yang tidak hakiki. Plato mencontohkan fenomena kayu yang dicelubkan ke dalam air. Secara empiris tongkat itu akan terlihat bengkok, padahal jika diangkat dari air akan kembali terlihat lurus. Contoh tersebut menunjukkan bahwa kebenaran logika dianggap kebenaran hakiki. Kendati menurut Al Ghozali, ia kurang sependapat. Menurutnya kebenaran hakiki bersumber dari hati.

Lepas perdebatan tentang sumber kebenaran hakiki, mempelajari filsafat ilmu memiliki manfaat tersendiri, khususnya bagi mereka yang tengah menempuh studi seperti mahasiswa. Mereka yang berfikir filsafat, akan bersikap kritis (radikal) dalam memahami gejala sosial yang ada. Dengan berfilsafat, seseorang akan lebih berfikir sistemik, artinya pola logikanya bergerak selangkah demi selangkah (step by step), penuh kesadaran, berurutan dan penuh rasa tanggung jawab. Manfaat lain belajar filsafat, selalu berfikir universal, menyeluruh dalam memahami fenomena yang terjadi. Namun juga akan berfikir spekualtif, berandai-andai melakukan asumsi-asumsi sehingga bisa melakukan pembuktian secara empiris ilmiah.

Filsafat ilmu merupakan salah satu dari berbagai cabang ilmu filsafat lainnya. Cabang ilmu filsafat lainnya seperti ada teori hakikat (ontologi), teori pengetahuan (epistomologi) dan teori nilai (aksiologi). Khusus pada teori hakikat, dijumpai ada tiga aliran yaitu aliran idealisme, materialisme dan aliran dualisme. Aliran idealisme berpendapat, dibalik realitas fisik ada sesuatu yang tidak nampak. Sedangkan materialisme melihat, dibalik realitas ada aspek materi. Dan aliran dualisme merupakan bentuk keseimbangan antara dua aliran sebelumnya bahwa dalam memahami realitas, ada sesuatu yang nampak dan juga sesuatu yang bersifat materi.

Bagaimana dengan kajian filsafat ilmu? Ilmu yang lahir sekitar abad ke-18 masehi ini hendak mengkaji ilmu dari sisi kefilsafatan yakni untuk memberikan jawaban terhadap sejumlah pertanyaan seputar ilmu: apa itu ilmu, bagaimana ilmu diperoleh dan untuk apa ilmu itu ditemukan? Pertanyaan-pertanyaan itu secara berurutan akan dijawab oleh teori hakikat, pengetahuan dan teori nilai. Secara historis, filsafat ilmu merupakan antitesis terhadap paradigma positivistik yang berkembang pada abad itu. Filsafat ilmu bertugas membuka pikiran manusia agar mempelajari dengan serius proses logika dan imajinatif dalam cara kerja ilmu pengetahuan.

Sesi 2
SEJARAH ILMU PENGETAHUAN

Bicara tentang sejarah ilmu pengetahuan tidak lepas dengan negeri bernama Yunani. Negeri ini pertama kali yang membuka diri untuk mengakses dan mengembangkan ilmu pengetahuan tanpa sekat batas geografis dan ideologi yang dianut masyarakat. Kebangkitan sains Eropa Barat adalah hasil semangat baru dalam meniliti, inviestigasi dengan metode-metode baru, eksperimen, penyelidikan, pengukuran dan pembangunan matematikal yang secara emberio telah ada sejak jaman Yunani.

Menurut K. Bernetens (dalam Cecep, 2006:4-5), ada tiga faktor yang menyebabkan Yunani menjadi negeri yang besar. Pertama, Yunani memiliki kekayaan yang sangat luas dan luar biasa dalam aspek mitologi (mitos) sehingga berbagai fenomena alam mencoba untuk diteliti. Kedua, Yunani memiliki kesusastraan yang sangat tinggi dari mulai dongeng, teka teki dan amtsal-amtsal. Ketiga, secara geografis negeri ini berdekatan dengan Cina dan Mesir (Babylonia). Pada daerah-daerah itu ilmu pengetahuan sudah berkembang.

Aspek mitologi dianggap sebagai faktor utama lahir dan berkembangnya para filosof di negeri Yunani. Maka banyak lahir nama-nama tokoh besar seperti Socrates, Plato dan Aristoteles, Thales, Anaximandaros, Anaximenes, Phytagoras, Xenophanes, Heraclitus, Anaxagoras, Leuxipos dan Democritus. Dari tokoh-tokoh besar itu hanya tiga nama pertama diawal yang lebih dikenal luas pemikirannya. Ini karena Socrates, Plato dan Aristoteles, sangat intens merasionalisasikan ilmu pengetahuan.

Filsafat Yunani yang semula sangat mitologis kemudian berkembang menjadi ilmu pengetahuan yang meliputi berbagai bidang. Kuntobiwisono menjelaskan, corak filsafat mitologis tersebut mendorong manusia untuk “berani” menerobos lebih jauh terhadap dunia penggejalaan, untuk mengetahui sesuatu yang eka (menafisik), tetap, abadi (eternal), dibalik bhineka, berubah dan sementara.

Perkembangan ilmu pengetahuan secara historis melewati dalam tiga fase. Fase pertama ilmu di era patristik (Kristen awal), fase kedua ilmu di era skolastik (Islam awal) dan fase ketiga ilmu di era modern. Pada fase Kristen awal, ilmu dibawah kendali dogma gereja. Ini terjadi sejak sepeninggal Aristoteles sehingga masyarakat Yunani kuno yang semula sudah berubah dari mistik ke dunia ilmu (sekuler) kemudian kembali lagi kepada dunia mistik. Filsafat berubah bercorak teologis dan ideologis, bersifat tertutup daripada sebelumnya yang terbuka, kritis, dealektik dan ilmiah. Ilmuwan-ilmuwan yang kritis dengan pihak gereja tidak segan-segan untuk dihabisi.

Perkembangan ilmu pengetahuan mulai mendapat tempatnya ketika pada fase Islam awal, seiring perkembangan Islam di Timur Tengah. Berkembangnya ilmu dalam dunia Islam dipengaruhi oleh dua hal. Pertama, dalam nash-nash Qur’an disebutkan pentingnya ilmu pengetahuan. Kedua, ilmu pengetahuan yang ada dan baru ditemukan tidak bertentangan dengan nash-nash Qur’an. Hal yang berbeda terjadi pada nash-nash kitab suci umat Kristen kala itu, sehingga pihak gereja lebih otoriter.

Dalam perkembangannya, umat Islam banyak melahirkan tokoh-tokoh filsafat seperti Ibnu Rusyd, al Farabi, al Biruni, Ibnu Sina dan sebagainya. Lahirnya para pemikir Islam telah mengakibatkan munculnya pemikiran-pemikiran yang sangat luar biasa. Yang menarik, para ilmuwan pada masa kejayaan Islam tidak pernah bernasib malang seperti pada era kejayaan (dogma gereja) Kristen.

Setelah Islam muncul, situasi masyarakat Kristen tengah terjadi gerakan revolusi pencerahan (renaisance). Perkembangan ilmu pengetahuan pun kian pesat. Memasuki fase ilmu di era modern, banyak ilmuwan bermunculan yang berhasil menemukan sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Mereka seperti Issac Newton , Versalinus, Auguste Comte dan lainnya. Sayangnya, perkembangan ilmu pengetahuan di era modern ini lebih cenderung pada paradigma positivistik, yakni menerangkan tentang yang benar itu adalah sesuatu yang nyata, konkret, eksak dan akurat.


Sesi 3
METAFISIKA

Pada 14 Maret 2009, kekuatan akal mahasiswa pascasarjana Psikologi Pendidikan Islam STAIN Cirebon mencoba diuji dalam memahami kekuatan di luar akal manusia. Jika sebelumnya akal menjadi “tuhan kecil” yang bisa menemukan kebenaran ilmiah, maka bagaimana ketika memahami hubungan kausalitas antara telor dan ayam. Mana yang lebih dulu ada, telur atau ayam? Pertanyaan ini sederhana di dengar tetapi cukup sulit untuk dijawab. Kendati berulangkali orang menyampaikan hal ini dalam berbagai kesempatan, baik dalam suasana santai maupun serius.

Memahami hubungan kausalitas ayam dan telor tersebut sesungguhnya ada sesuatu diluar ayam dan telor sehingga keduanya ada di bumi dan dinikmati manusia. Kekuatan diluar materi tersebut dalam filsafat ilmu disebut metafisika. Istilah metafisika berasal dari bahasa Yunani yakni meta dan physika. Meta artinya sesudah sesuatu atau dibalik sesuatu. Sementara physika artinya konkret, nyata, dapat dilihat, diraba oleh panca indra manusia. Dengan kata lain, metafisika sebagai ilmu yang mengkaji sesuatu dibalik yang fisik atau sesuatu sesudah yang fisik. Ilmu yang mempelajari sesuatu yang metafisika disebut ontologi.

Siapakah tokoh yang pertama kali mempopulerkan istilah metafisika? Beberapa ilmuwan sependapat, seperti Jean Hendrik dan Anton Bekker, bahwa istilah metafisika dipopulerkan Aristoteles. Filosof papan atas ini mengembangkan pemikiran gurunya Plato tentang eksistensi sesuatu. Aristoteles ingin mengetahui kenyataan sungguh-sungguh terhadap berbagai kenyataan empiris. Sekalipun jika diurut dalam sejarah, Aristoteles lebih suka menggunakan istilah proto phyloshopia (filsafat pertama) daripada istilah metafisika.

Metafisika bisa digunakan dalam memikirkan sesuatu yang terdalam ketika memahami kenyataan hidup yang variatif. Dengan mempelajari ilmu ini, manusia dapat mengetahui penyebab pertama dari segala yang ada. Ia akan kembali ke fitrahnya sebagai makhluk Tuhan. Nah, kaitannya dengan filsafat ilmu bagaikan dua sisi mata uang. Karena hampir tidak ada satu ilmupun yang terlepas dari persoalan metafisika. Beberapa peran yang diperoleh ilmu pengetahuan melalui pengkajian matafisika adalah :
1. Mengajarkan cara berfikir yang cermat dalam menjawab teka teki kehidupan guna mengembangkan ilmu pengetahuan.
2. Menemukan hal-hal baru yang belum pernah terungkap.
3. Memberikan landasan yang kuat dalam pengembahan ilmu.
4. Membuka peluang perbedaan visi dalam memahami realitas, karena tidak ada kebenaran yang absolut.

Dalam metafisika terbagi dalam tiga aliran yaitu naturalisme, idealisme dan materialisme. Tiga aliran tersebut merupakan dari turunan cabang matefisika umum. Sementara yang masuk dalam cabang metafisika khusus adalah kosmologi dan teologi metafisika.

Naturalisme memandang sesuatu yang nyata adalah yang bersifat kealaman. Faham ini selalu memunculkan tiga persoalan penting yang selalu ada dalam setiap kejadian dalam kehidupan yaitu proses, kualitas dan relasi. Karena alasan ini, faham ini mengembangkan tafsiran mengenai pengertian, hipotesa, hukum dan penilaian dalam ilmu alam, sejarah, seni dan kesusastraan. Tokoh dalam faham naturalisme adalah Thales, Anaximenes, Anaximadron, Phytagoras dan Heraclitus.

Sedangkan aliran idealisme memahami realitas itu bukan pada yang tampak tetapi berada di balik yang tampak. Menurut aliran ini, segala sesuatu yang tampak dalam wujud nyata indrawi hanya merupakan gambaran atau bayangan dari yang sesungguhnya. Tokoh dalam aliran ini adalah Plato. Filosof ini mengakui adanya Tuhan secara implisitdalam fenomena universal atas eksistensi kesempurnaan dan eksistensinya berada dibalik yang terwujud.

Hal berlawanan dengan faham materialisme yang berpendapat bahwa materi merupakan wujud dari segala sesuatu. Faham ini menolak segala sesuatu yang tidak terlihat. Tokoh dalam faham ini adalah Leukippos dan Democritos. Menurut keduanya, realitas yang sesungguhnya bukan cuma satu, melainkan terdiri dari banyak unsur. Seluruh realitas adalah materi yang tidak bergantung pada gagasan dan fikiran manusia. Dalam perkembangannya faham ini banyak melahirkan teori-teori bersifat kebendaan, seperti teori materialisme Karl Marx. Berbagai temuan seperti fenomena bayi tabung, atau kloning, bom atom merupakan sederetan hasil dari akibat perkembangan aliran materialisme.

Pada bagian lain, metafisika khusus terbagi dalam kosmologi, teologi dan antropologi. Kosmologi artinya ilmu yang membahas alam fisik atau jagat raya. Ilmu ini memandang alam sebagai sesuatu totalitas dari fenomena dan berupaya memadukan spekulasi metafisika dengan evidensi ilmiah. Sedangkan teologi dipahami sebagai aliran yang mengkaji eksistensi Tuhan yang bebas dari ikatan agama. Tuhan sebagai obyek filsafat akan dipahami secara nalar rasional melepas doktrin agama atau rohaniawan.

Filsafat antropologi adalah cabang ilmu yang mempelajari manusia dari sisi kefilsafatan. Ilmu ini akan menjawab hakekat manusia, hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam. Dalam kajian filsafat ini, manusia terdiri dari tubuh dan jiwa. Menurut Plato, tubuh dalah musuh jiwa, karena kejahatan yang dilakukan oleh tubuh manusia sebenarnya bertentangan dengan jiwa. Pendapat yang berbeda menurut para filosof muslim yang memandang manusia sebagai makhluk jasmani dan rohani yang tidak terpisahkan. Jika di dunia manusia berbuat benar atau salah hal itu akan dipertanggung jawabkan di akherat kelak.

Sesi 4
SUMBER ILMU PENGETAHUAN

Bagaimana mendapatkan pengetahuan yang benar? Secara umum pengetahuan bisa diperoleh dari hasil rasionalisasi dan pengalaman empiris. Prof Dr Cecep Sumarna membedakan dua kategori sumber ilmu pengetahuan. Pertama, ilmu yang diberikan Tuhan melalui nabi dan rosul-Nya beserta kitab suci yang dibawanya. Kedua, ilmu yang dihasilkan manusia melalui penalaran terhadap realitas sosial dan alam. Kedua sumber ilmu tersebut memiliki manfaat secara teoritis dan praktis. Teoritis berupa tesis dan hipotesis, sedangkan ilmu praktis dalam bentuk implementasi. Ilmu praktis berkat kemampuan rasionalisasi empiris manusia memahami fenomena yang ada.

Sebenarnya, antara ilmu teoritis dan praktis saling menguatkan. Teori bisa dibangun dari hal praktis, termasuk ilmu praktis tersebut bisa berangkat dari ilmu teoritis. Ini tergantung dari fenomena yang dicermatinya dan apakah temuan sebelumnya sudah pernah ada atau belum. Sebagai contoh, benarkah kualitas pendidikan nasional itu salah satunya dipengaruhi karena kurangnya sarana dan prasarana pendidikan. Benarkah rendahnya daya saing pendidikan kita karena terbatasnya anggaran. Pada kenyataannya bertambahnya gedung, besarnya anggaran pendidikan, tidak secara otomatis kualitas pendidikan negeri ini baik, sepanjang kesadaran insan pendidikannya untuk memajukan mutu dan citra belum ada.

Lahirnya sumber ilmu pengetahuan, empiris dan rasional, merupakan corak ilmu pengetahuan Barat kontemporer, bentuk lanjutan dari pemikiran Plato dan Aristoteles. Kendati pemikiran Aristoteles yang empiris-liberalis belakangan ditolak oleh kaum gereja. Namun pada masa Islam pemikir Yunani kembali diadopsi oleh beberapa pemikir Islam, seperti pemikiran Syed Hussein Nasr.

Bagaimana dengan sumber ilmu pengetahuan dalam Islam? Sumber ilmu dalam dunia Islam,
selain empiris dan rasional, juga mengenal adanya intuisi dan wahyu. Empiris merupakan paham yang menganggap bahwa pengalaman faktual yang menjadi landasan sumber ilmu. Paham ini mirip dengan paham naturalisme yang melihat segala sesuatu terjadi secara alami akibat hukum alam fisik. Sedangkan dalam rasionalisme, kebenaran dapat diperoleh melalui pertimbangan akal (rasio). Paham ini menolak jika ilmu itu berumber dari empiris tetapi merupakan produk penalaran sehingga rumusan yang dipakai harus jelas dan masuk akal. Sementara kebenaran melalui intuisi dan wahyu sumbernya dari Tuhan dan kitab suci melalui nabi-Nya.

Namun dalam filsafat ilmu, untuk mencapai kebenaran paling tidak ada tiga teori yang bisa digunakan yaitu teori koherensi, korespondensi dan pragmatisme fungsional. Kebenaran menurut teori koherensi berdasarkan rasio. Sedangkan pada teori korespondensi berlandaskan data dan fakta. Sementara kebenaran teori pragmatisme fungsional merujuk pada fungsi dan kegunaan kebenaran itu sendiri. Ketiga teori tersebut memiliki sekaligus ada perbedaannya yakni semuanya melibatkan logika, baik formal maupun material (deduktif dan induktif). Teori-teori tersebut melibatkan bahasa dalam bentuk pernyataan-pernyataan dan pengalaman.

Sesi 5
PENALARAN

Adam dan Hawa dibuat bingung ketika pertama kali singgah di bumi. Keduanya diusir dari surga lantaran tidak mematuhi perintah Tuhan untuk tidak mendekati pohon khuldi. Namun karena manusia dilengkapi senjata akal, Adam dan Hawa secara perlahan bisa bertahan dan menjaga kelangsungan di muka bumi ini. Kisah Adam merupakan sisi lain dari kelebihan manusia dengan makhluk lainnya, karena manusia memiliki kemampuan untuk melakukan penalaran. Hal yang sama ketika Nabi Ibrahim melakukan perjalanan spiritual mencari Tuhan.

Dengan kemampuan akalnya manusia tidak hanya bisa mempertahankan eksistensinya tetapi juga bisa menjaga kelangsungan hidupnya. Penalaran yang dilakukan dengan kegiatan berfikir dan bukan dengan kegiatan perasaan yang juga berlaku hanya bagi manusia (Jujun S. dalam Cecep Sumarna, 2006). Pada periode berikutnya, kekuatan nalar manusia semakin teruji sepanjang jaman. Banyak produk teknologi yang dilahirkan berkat kekuatan nalar manusia. Dengan nalarnya manusia mampu merubah dunia bahkan hingga melawan “takdir” Tuhan.

Kelangsungan hidup Adam dan Hawa dari awal peradaban sampai beranak pinak hingga sekarang merupakan bukti atas kekuatan nalar yang diciptakan oleh Allah Swt. Melalui nalar tersebut manusia telah memperoleh pengetahuan. Karena memang manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh. Melalui pengetahuan manusia bisa berkembang karena memiliki bahasa, mengembangkan pengetahuannya dengan cepat dan mantap, kemampuan berfikir menurut suatu alur kerangka berfikir tertentu.

Berfikir, menurut Rahmat, dilakukan orang dengan tujuan untuk memahami realita dalam rangka mengambil keputusan (making decision), memecahkan masalah (problem solving) dan menghasilkan sesuatu yang baru (creativity). Hanya dalam konteks filsafat ilmu, untuk mencapai tujuan berfikir itu harus melalui mekanisme dan metode yang tepat, sehingga proses berfikir bisa bermanfaat bagi kehidupan manusia. Dalam konteks ini, yang disebut penalaran adalah ketika kegiatan berfikir manusia bisa terukur secara ilmiah, baik secara empiris (indrawi) dan rasional (logis). Keduanya saling melengkapi sebagai bentuk kesimbangan, karena jika tidak akan berakibat kesesatan (hancur).

Sebagai manusia, Adam mengembangkan pengetahuannya mengatasi kebutuhan kelangsungan hidupnya. Dia memikirkan hal-hal baru, menjelajah, menciptakan kebudayaan, semuanya tidak hanya untuk kelangsungan hidupnya tetapi mempunyai tujuan yang lebih tinggi. Inilah yang menurut Jujun S. Suriasumantri (1998: 40) menyebabkan manusia mengembangkan pengetahuannya. Dengan kemampuan bahasa, manusia mengembangkan pengetahuan melalui komunikasi dan informasi kepada sesamanya.
Dalam perspektif psikolinguistik, bahasa adalah satu bentuk komunikasi terarah yang paling canggih bentuknya. Masyarakat manusia dalam budayanya masing-masing telah mengembangkan bahasanya sendiri-sendiri seiring perkembangan pengetahuan manusia. Hal yang tidak pernah dijumpai dalam dunia hewan, dimana tidak satupun yang dapat mengembangkan bahasa.

Dalam fram ini dikatakan bahwa kebenaran ilmiah adalah kebenaran yang disandarkan pada logika akal manusia. Prof Cecep Sumarna mengatakan, seseorang disebut telah melakukan penalaran dengan benar, ketika pemikirannya logic dan analitik. Namun tepat tidaknya penalaran (rasional) seseorang terhadap hasil observasinya tergantung dari pengalaman indrawinya (empiris) dan pemanfaatan pengalamannya tersebut. Maka kemudian, cara kerja logika terpola menjadi dua: logika matematika dan statistik.
Logika matematika adalah metode berfikir untuk mencari kebenaran ilmiah melalui pengukuran kuantitatif atau matematika. Sementara logika statistik, kendati sedikit sama dengan logika matematika, namun statistik lebih bersandar pada logika empirik. Artinya untuk premis-premis tertentu dapat ditarik kesimpulan, yang bisa benar dan juga bisa salah.

Sesi 6
METODE BERFIKIR DEDUKTIF

Logika deduktif adalah penarikan konklusi dari hal-hal yang bersifat umum menjadi kasus-kasus yang bersifat khusus. Mereka yang biasa memakai pola pikir umum ke khusus disebut kaum rasionalisme. Kasus jebolnya tanggul Situ Gintung, misalnya, bagi kaum rasionalisme akan berfikir semua tanggung yang tidak mendapatkan perawatan akan mengalami kerusakan sehingga berakibat pada bencana alam, seperti yang dialami penduduk semkitar tanggung Situ Gintung.

Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus. Contoh lainnya adalah masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.

Untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala. Tokoh yang menggunakan alur pikir deduktif adalah Rene Descrates pada abad ke-17. Mereka yang menggunakan logika deduktif tersebut disebut sebagai kaum empiris. Karena sesuatu disebut ilmiah ketika bisa dilihat secara nyata.
Sebuah pernyataan yang dianggap mewakili sebuah kebenaran atau setidaknya sesuatu yang dianggap benar yang memiliki implikasi tertentu yang dapat diturunkan menjadi sebuah atau beberapa pernyataan yang lebih spesifik, merupakan salah satu dari ciri penalaran deduktif (deduksi). Deduksi diawali sebuah asumsi (entah itu dogma, atau apapun) yang kemudian dilanjutkan dengan kesimpulan yang lebih khusus diturunkan dari asumsi awal tersebut. Kesimpulan yang diambil harus merupakan turunan atau derivasi dari asumsi atau pernyataan awal.

Sesi 7
METODE BERFIKIR INDUKTIF

Mengapa tanggul Situ Gintung Tangerang Banten Jebol? Karena tanggul peninggalan Belanda tersebut tidak pernah terawat, bahkan terus terkikis oleh pelebaran permukiman penduduk. Akibatnya daya tahan tanggung tidak kuat menahan luapan air situ sehingga pecahnya tanggul dan tewasnya sedikitnya 100 orang meninggal dunia. Beberapa tanggul situ di tempat lain, jika tidak terawat maka bisa berakibat pada bencana bagi masyarakat sekitar.

Alur pikir seperti di atas merupakan bentuk metode berfikir induktif. Metode berfikir cara ini berangkat dari hal spesifik (kasus) kemudian menjadi kesimpulan umum. Dalam memahami bencana alam, misalnya, orang yang berfikir induktif akan berangkat dari persoalan kasus, seperti kasus Situ Gintung. Kemudian kasuistik tersebut disimpulkan secara umum yang bisa terjadi pada daerah-daerah lain yang terdapat situ.

Metode induksi ini biasanya menggunakan pendekatan statistik (empirik). Langkah-langkah dalam logikan induktif seperti observasi dan eksperimen, munculnya hipotesa, verifikasi dan pengukuran dan teori dan hukum ilmiah. Dalam paradigma ilmu penelitian, logika induktif menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif. Dalam penelitian jenis ini dilakukan observasi, munculnya hipotesis, variabel dan pengukuran statistik. Lahirnya pendekatan ini dipengaruhi dengan perkembangan ilmu pengetahuan alam (eksakta).

Penalaran induktif merupakan prosedur yang berpangkal dari peristiwa khusus sebagai hasil pengamatan empirik dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif, artinya fenomena khusus disimpulkan secara umum. Tokoh yang memiliki logika induktif ini adalah Francis Bacon pada abad ke-17.