April 03, 2009

CIREBON BELUM MUNCUL GERAKAN ISLAM GARIS KERAS

Profesor Dr Martin Van Bruinessen mengatakan bahwa munculnya gerakan Islam keras akibat adanya dealetika yang berkembang dari lawan ideologinya. Ia mencontohkan fenomena Islam Solo Jawa Tengah, disana tumbuh subur aliran Islam garis keras, padahal Solo selama ini dikenal sebagai Islam abangan.


“Kenapa Islam garis keras berkembang di Solo, padahal selama ini Solo dikenal Islam abangan. Ini bisa dijelaskan karena bentuk dealetika antara tesis dan anti tesis. Karena di Solo angka Kristenisasinya cukup tinggi sehingga memicu gerakan kelompok-kelompok garis keras,” tutur Martin, profesor asal negeri Belanda, Jumat (3/4).

Hal itu dikatakan Prof Martin di depan ratusan mahasiswa pascasarjana STAIN Cirebon dalam Kuliah Terbuka dengan tema Pergeseran Isu-isu Pemikiran Islam pasca Reformasi. Hadir dalam acara tersebut Ketua STAIN Prof. Dr. H. Imran Abdullah, M.Ag, Direktur Pascasarjana STAIN Prof. Dr. H. Adang Jumhur, M.A dan guru besar lainnya.

Menurut Martin, fenomena adanya Islam garis keras banyak terjadi di daerah-daerah perkotaan yang banyak intelektual muda Islam. “Basisnya banyak di kampus-kampus besar seperti di Jakarta, Bandung, Solo, Yogyakarta dan lainnya. Sedangkan Cirebon sendiri belum ada kampus besar, jadi gerakan Islam model ini masih belum ada,” ungkapnya.

Ditambahkannya, Islam Cirebon cenderung pada Islam sinkritisme (percampuran, red). Karena Islam di daerah pantura lebih banyak dipengaruhi oleh para habib dan kiai. “Tapi ketika kiai berpolitik, bukan kiai yang mewarnai politik tetapi malah politik yang mempengaruhi kiai,” katanya. (*)